Bagian ketiga dari tulisan “rekap tinggi bangunan” mencatat daftar gedung tertinggi di Indonesia secara historis hingga 31 Desember 1979, dengan ketinggian bangunan disadur dari pelbagai sumber.

Tulisan berlatar merah artinya dibongkar; sementara warna latar biru bersumber dari data Dewan Bangunan Tinggi dan Hunian Perkotaan (Council for Tall Buildings and Urban Habitat) atau EMPORIS dan warna latar hijau berarti data ketinggiannya adalah hasil estimasi SGPC. Seperti biasanya, sebagai penyeimbang Menara TVRI dan Monas ada di daftar ini.

Konteks: Penyeimbang inilah yang tertinggi di Indonesia. Pemprov DKI Jakarta, hingga era Tjokropranolo, melarang gedung di Jakarta dibangun lebih tinggi dari Balai Kota DKI. Sejak Plaza Bumi Daya berdiri, dinaikkan batasnya menjadi ketinggian Monas. Dalam konteks gedung tinggi 1970an, mayoritas bangunan tinggi yang tercatat dibangun dari 1976 hingga 1979. Hanya ada sedikit bangunan dari luar Jakarta yang tingginya tercatat oleh rekap ini. Data dari CTBUH nol alias diabaikan.

Agaknya, kondisi perekonomian nasional yang sedemikian menyedihkannya pada dasawarsa 1960an membuat SGPC tidak membuat rekap versi dasawarsa tersebut. Dalam opini kami, ada tiga peluang bahwa Hotel Indonesia dan Sarinah tidak sendiri; ada kantor Piola, gedung Bapindo karya Abel Sorensen dan Asrama Perawat RS Carolus yang berpotensi mengisi daftar gedung tertinggi di Indonesia akhir 1960an.

Rekap lainnya: hingga 1979 – hingga 1989 – hingga 1998