……….. dan akhirnya mimin SGPC mengangkat gedung kedua yang populer di dunia ke-pencakar langit-an Tanah Air. Ya, Wisma Nusantara adalah gedung kantor berlantai 28 dan 1 basement, dan berketinggian 109,7 meter yang berdiri tegak bersama dengan hotel Pullman Jakarta Indonesia, terdiri dari dua bangunan, di kawasan bundaran HI, Jalan M.H. Thamrin, Menteng, Jakarta Pusat. Wisma Nusantara yang kini dimiliki secara independen oleh Guthrie GTS dari Singapura ini memiliki catatan sejarah yang sangat panjang dan berperan dalam mengubah peta sejarah pembangunan baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Penelusuran kilat
Sejarah Wisma Nusantara
Rencana untuk membangun Wisma Nusantara sudah terlihat sejak Juni 1962. Tetapi lokasinya tidak di poros Hotel Indonesia seperti sekarang, melainkan di atas lahan Societeit Harmonie alias Wisma Nusantara. Saat itu, rencananya akan menjadi gedung kantor berlantai 24 yang difungsikan sebagai sebuah pusat niaga dan pariwisata. Dilihat secara retrospektif, ini cukup membuat pecinta bangunan lama keringat dingin.
Realisasi pembangunan gedung yang sedianya dimanfaatkan sebagai pusat perdagangan dan pariwisata pemerintah itu baru difinalisasi pada tanggal 10 April 1964, setelah atase Departemen Perhubungan Darat & PTP menandatangani kesepakatan dengan pihak Jepang terkait pembangunan gedung berlantai 29 dengan dana pampasan perang. Dalam konteks ini, tidak disebutkan lokasi gedung ini akan berdiri.
Konstruksi Wisma Nusantara, sekarang di seputaran Hotel Indonesia, Jalan Thamrin seperti yang kita lihat sekarang, dimulai pada 9 Juli 1964 dalam sebuah upacara pencangkulan tanah oleh Presiden Soekarno. Melalui pidatonya, Presiden Soekarno, dalam semangat sikap konfrontatif terhadap Malaysia, menyerukan kebangkitan nasional melawan “kebencian negara-negara imperialis” (negara Barat yang mendukung perlawanan balik Malaysia terhadap Indonesia) sekaligus membantah bahwa pembangunan hotel yang ia canangkan sebagai proyek yang membuang-buang uang dan dengan sombongnya mencoba membantah laporan media asing bahwa ekonomi Indonesia dalam keadaan morat-marit.
Akibat krisis politik dan ekonomi yang makin menghebat, sekaligus membenarkan laporan media asing tersebut, proyek konstruksi Wisma Nusantara mangkrak mulai 1965, meninggalkan tulang baja berlantai 30 yang diberitakan harian milik ABRI, Berita Yudha, terancam menjadi besi tua dan roboh menimpa rumah di sekitar Menteng. Maka Pemerintah, dibawah Presiden Soeharto sejak 1967, bertekad keras menyelesaikan proyek tersebut.
Titik terang dari mangkraknya proyek pampasan perang tersebut tercapai pada 4 Juni 1969 setelah Pemerintah dan sogo shosha (perusahaan dagang) Mitsui & Co. meneken perjanjian untuk melanjutkan pembangunan gedung berlantai 30 itu. Perjanjian tersebut juga membidani lahirnya PT Wisma Nusantara International, yang sahamnya nyaris rata 55 untuk Mitsui dan 45 untuk Pemerintah. Proyek tersebut akhirnya bisa dilanjutkan sejak 23 April 1970.
Dalam proyek lanjutan ini, gedung berlantai 30 tersebut mendapatkan pasangan barunya, yaitu sebuah hotel berlantai 11 bernama Hotel President, dengan 354 kamar. Baik lanjutan pembangunan Wisma Nusantara dan Hotel President disebut-sebut dirancang oleh tim arsitek dari Mitsui, namun dari SGPC, Mitsui sebagai sogo shosha kurang masuk akal merekrut perancangnya secara intern. Kontraktor (dan mungkin perencana arsitekturnya) diserahkan kepada Taisei Corporation dan Kajima Corporation; kontraktor lokal diserahkan ke PT Pembangunan Perumahan. Pada bulan Februari 1972, perjanjian antara Wisma Nusantara International dan pengelola hotel Japan Airlines Development Company diteken untuk manajemen Hotel President.
Pembangunan “megaproyek” senilai 27,6 juta USD (termasuk biaya pembebasan lahan dan konstruksi baja masing-masing 2 juta dan 4 juta USD, total 11,5 milyar rupiah dengan nilai USD = Rp 415) tersebut berjalan mulus; baik Wisma Nusantara dan Hotel President sudah rampung pembangunannya pada bulan November 1972. Beberapa instansi penting membesuk proyek ini, mulai dari Presiden Soeharto (15 Juli 1971), hingga Menteri Pekerjaan Umum Sutami (26 Juli 1971).
Namun, beberapa insinyur kebanggaan anak bangsa seperti Wiratman Wangsadinata, yang terlibat secara langsung dalam konstruksi gedung ini, mencibir proyek ini sebagai “sebuah ironi”, karena konstruksi gedung ini dijadikan bagian dari studi kasus ketahanan gempa gedung-gedung bertingkat tinggi untuk kepentingan Jepang sehingga di tanah airnya mereka bisa membangun pencakar langit. Pada akhirnya, toh gedung ini juga menjadi studi kasus dalam perancangan pencakar langit di Indonesia. Wiratman juga vokal menuduh Jepang “memperdaya insinyur Indonesia” soal harga total pembangunan gedung.
Presiden Soeharto, bersama Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, meresmikan penggunaan kedua gedung tersebut pada 2 Desember 1972. Pidato Presiden Soeharto lebih menekankan ketepatgunaan peruntukan bangunan, terutama terkait perusahaan-perusahaan yang masih berkantor di rumah-rumah; walau beberapa isi pidato masih melanjutkan bahasa Soekarno mengenai pembangunan hotel sebagai sarana pembangunan dan ekonomi nasional.
Wisma Nusantara dengan tinggi 109,7 meter menjadi gedung tertinggi di Indonesia mengalahkan department store Sarinah yang berlokasi di utaranya. Tetapi dominasinya di cakrawala Jakarta berlangsung singkat; pada 1976, Balai Kota Jakarta mengungguli tinggi gedung di Thamrin dengan ketinggian 110,8 meter.
Pasca-pembangunan
Sejak 1972, Wisma Nusantara, sebagai pencakar langit perkantoran pertama di Indonesia mulai ditempati oleh pelbagai perusahaan-perusahaan kelas dunia, terutama perusahaan dari Jepang, sedang Hotel President yang dikelola oleh maskapai penerbangan Japan Airlines kala itu juga populer sebagai tempat menginap bagi orang-orang Jepang. Hotel President menerima status bintang empat sejak Oktober 1987.
Pada 14 Mei 1986, Hotel President menjadi sasaran roket kelompok teroris kiri Jepang bersama dengan Kedubes Amerika Serikat dan Kedubes Jepang. Teroris yang sama juga mengebom lapangan parkir Wisma Metropolitan 1 (kantor Kedubes Kanada).
Hotel President dan Wisma Nusantara berencana melakukan renovasi mulai Juli 1987; pekerjaan tersebut baru terealisasi pada 1989, yang dilakukan dengan membenahi kamar hotel, rumah makan, memperluas balai sidang hingga melebarkan kanopi dan menambah fasilitas baru, dilakukan dalam dua tahap. Sementara di gedung kantornya, renovasi dilakukan dengan mengganti prasarana elektronik dan memodernisasi lift, sebuah terobosan dalam industri transportasi vertikal di Indonesia. Renovasi tersebut juga menyebabkan jumlah kamar Hotel President susut menjadi 315 kamar, karena penggabungan kamar-kamar yang ada, salah satunya alokasi dua lantai untuk kamar tipe eksekutif. Renovasi tersebut diresmikan oleh Wakil Presiden Sudharmono pada 26 Juli 1991.
Sebelum 1992, komposisi kepemilikan saham kompleks Wisma Nusantara yang awalnya 55:45 untuk Mitsui dan Pemerintah berubah menjadi 55 persen untuk Pemerintah, 40 persen untuk Mitsui dan 5 persen untuk Japan Airlines. Akhir Oktober 1992, Indocement membeli 31 persen saham Wisma Nusantara, mengubah peta kepemilikan gedung tersebut menjadi 38 persen Mitsui, 31 persen Indocement, 28 persen Pemerintah dan 3 persen Japan Airlines. Sebelum krismon, Pemerintah Republik Indonesia dan Indocement memperbesar kepemilikan sahamnya menjadi masing-masing 42 dan 33 persen.
Kepemilikan Pemerintah Republik Indonesia di Wisma Nusantara dan Hotel President berakhir oleh krisis moneter 1998. Wisma Nusantara Internasional menjadi salah satu BUMN yang akan dijual oleh pemerintah di 2001, tetapi harus menunggu setahun agar eks patungan dengan Mitsui itu akhirnya menemukan pembelinya. Adalah Guthrie GTS yang membeli 76 persen saham Pemerintah (42%) dan Indocement (33%) di perusahaan tersebut setelah tarik ulur soal harga perusahaan yang dipatok senilai 55,3 juta dolar AS. Guthrie membeli saham tersebut senilai 49 juta dolar AS, dan ditutup pada 3 Januari 2003.
Dalam waktu bersamaan, untuk mengantisipasi kebutuhan pasar, Hotel President menerima gedung perluasan berlantai 13, perluasan lobi dan akses langsung dari hotel ke gedung kantor. Pembangunannya dilakukan oleh kerjasama operasional PP Taisei dan Total Bangun Persada, berlangsung dari Juli 2000 hingga Desember 2002, dan dibuka pada Maret tahun 2003, sekaligus mengubah nama hotel yang sudah digunakan selama 30 tahun menjadi Hotel Nikko Jakarta. Di titik ini, terdapat 427 kamar hotel yang tersedia. Wisma Nusantara juga membangun gedung parkir berlantai 13 di tahun 2005 untuk menampung kendaraan karyawan, tamu dan operasional tenant maupun hotel.
Operasional Hotel Nikko Jakarta berakhir sejak 19 Januari 2012 dengan pergantian manajemen dari Japan Airlines ke Accor, jaringan hotel Perancis, dan berganti baju menjadi Hotel Pullman Jakarta Indonesia. Pergantian ini diiringi pula dengan renovasi kamar dan beberapa fasilitas, yang diresmikan pada 13 Februari 2014.
Profil arsitektur dan operasional Wisma Nusantara
Wisma Nusantara
Wisma Nusantara yang merupakan gedung berwarna putih dengan ketinggian 109,7 meter, dibangun oleh kerjasama PT PP-Kajima-Taisei dan, menurut Imelda Akmal (yang SGPC yakini belum 100 persen bisa dipercaya), dirancang oleh tim desain Kajima. Menurut sumber dari Indonesia Design, awalnya gedung ini akan dirancang dengan bentuk kotak, tetapi campur tangan Presiden Soekarno membuat gedung tersebut berbentuk ketiga kotak yang disatukan, yang kedua kotaknya dipangkas di lantai 23-30. Indonesia Design meyakini filosofi desain ini mewakili burung Garuda, lambang Negara Republik Indonesia.
Eksterior gedungnya berlapiskan panel aluminium yang dicat warna putih dan ditempelkan ke rangka baja bangunan, yang kerennya disebut sebagai curtain wall, sehingga gedung ini menjadi gedung pertama se-Indonesia yang menggunakan curtain wall. Secara struktur, gedung ini berdiri di atas pondasi rakit sistem Caisson setebal 3,75 meter, memiliki rongga yang diisi lumpur. Strategi ini setidaknya membuat Wisma Nusantara tahan gempa sampai 7 SR.
Gedung Wisma Nusantara memiliki luas lantai total sekitar 33 ribu meter persegi, dengan 20.486 m2 dimanfaatkan sebagai ruang kantor. Beberapa tenant yang saat ini berkantor di gedung yang kelak berusia setengah abad ini terdiri dari pengelola Transjakarta dan MRT dan Nusantara Regas.
Hotel President/Hotel Pullman Jakarta Indonesia
Gedung Hotel Pullman Jakarta Indonesia saat ini memiliki dua bangunan, terdiri dari bangunan berlantai 11 (kemungkinan rancangan Kajima) dan perluasannya berlantai 13 yang merupakan debut Kenzo Tange & Associates di panggung arsitektur indonesia. Gedung berlantai 11 merupakan bangunan awal dari hotel yang saat itu bernama Hotel President, yang baru dibangun di tahun 1970 dan selesai bersamaan dengan penyelesaian gedung kantor Wisma Nusantara pada 1972. Sayangnya, tidak banyak sudut pandang arsitektur yang dibahas dari gedung ini.
Saat pertama dibangun, Hotel President memiliki 354 kamar, terdiri dari 162 single room, 174 twin room, 14 deluxe twin, 3 suite dan 1 President Suite. Karena kurangnya jumlah kamar tipe eksekutif, sekaligus dalam rangka mempersiapkan diri akan kompetisi antar hotel yang semakin sengit dengan hadirnya tetangga Grand Hyatt Plaza Indonesia dan perluasan Hilton, renovasi dilakukan dari 1989 hingga 1991, sehingga jumlah kamar menyusut menjadi 315 buah, sekaligus menambah jenis kamar eksekutif.
Ditengah pencarian pemilik baru pemilik Wisma Nusantara dan Hotel President, hotel legendaris tersebut kembali melakukan renovasi, yaitu dengan menambah gedung dan menyatukan lobi hotel dengan gedung kantor. Gedung berlantai 13 tersebut diberi nama “Nikko Tower” atau kini bernama “Pullman Tower”, yang menampung sekitar 110 kamar. Dalam renovasinya, dalam artikel Indonesia Design, bentuk Pullman Tower berbentuk siku ke belakang dan bertangga agar Bundaran HI bisa terlihat dari kamar-kamar gedung ini, dan lobinya didominasi kaca agar suasana di dalam terlihat dari luar dan menarik calon penghuni hotel.
Saat ini, dibawah manajemen Pullman, Hotel Pullman Jakarta Indonesia (Agoda/Booking) menaungi 427 kamar, terdiri dari Superior, Deluxe, Grand Deluxe, Grand Deluxe Executive dan dua tipe apartemen, yaitu Apartment Suite dan Accent Suite. Rumah makan, bar dan kafe yang tersedia di hotel tersebut terdiri dari 8 buah, yaitu Sana Sini khas Eropa-Asia, kafe Powell & Hyde dan Makaron, Kahyangan dan Ginza Sushi Ichi khas Jepang, dan Una a Bar Above dan The Back Room.
Beberapa fasilitas rutin juga tersedia seperti sasana kebugaran (fitness centre) dan kolam renang; sementara terdapat tiga ruang rapat dan ballroom (Ballroom Grand on Thamrin, Prime dan Linkar). Sebelum 1991, ballroom Hotel President hanya satu dan seluas 600 m2 dan tidak memiliki kolam renang.
Data dan fakta
Alamat | Jalan M.H. Thamrin No. 59 Menteng, Jakarta Pusat, Jakarta |
Wisma Nusantara
Arsitek | Kajima Design |
Pemborong (J.O., 1970-72) | Kajima Corporation Taisei Corporation Pembangunan Perumahan |
Lama pembangunan | Juli 1964 – 1965 April 1970 – November 1972 |
Diresmikan | 4 Desember 1972 |
Jumlah lantai | 28 lantai 1 basement |
Tinggi gedung (Indonesia Design) | 109,7 meter |
Biaya pembangunan (overall) | Rp. 11,5 milyar (1972) Rp. 1,4 triliun (inflasi 2022) |
Signifikasi | Arsitektur (gedung pencakar langit ketiga di Indonesia) Struktur (pemanfaatan struktur baja, gedung pertama dengan curtain wall) |
Hotel Pullman Jakarta Indonesia
Nama lama | Hotel President Hotel Nikko Jakarta |
Arsitek (gedung utama) | Kajima Design |
Arsitek (Pullman Tower) | Kenzo Tange Associates |
Pemborong (J.O., gedung utama) | Kajima Corporation Taisei Corporation Pembangunan Perumahan |
Pemborong (J.O. renovasi kedua, Pullman Tower) | PP Taisei Total Bangun Persada |
Lama pembangunan (gedung utama) | April 1970 – November 1972 |
Lama renovasi (gedung utama) | 1989 – Juli 1991 |
Lama pembangunan (Pullman Tower dan renovasi) | Juli 2000 – Desember 2002 |
Diresmikan | 4 Desember 1972 |
Jumlah lantai (gedung utama) | 11 lantai |
Jumlah lantai (Pullman Tower) | 13 lantai |
Tinggi gedung (gedung utama, Indonesia Design) | 45 meter |
Jumlah kamar | 427 |
Referensi
- ANTARA (1964). “Wisma Nusantara Akan Dibangun 29 Tingkat.” Merdeka, 11 April 1964, hal. 2
- “Presiden Soekarno: Pembangunan2 kita kembali digerakkan dengan djiwa tridimensi.” Merdeka, 10 Juli 1964, hal. 1
- “Pembangunan Wisma Nusantara Dilandjutkan.” Sinar Harapan, 5 Juni 1969
- “Pentjakar Langit Pertama di Indonesia Dibangun.” KOMPAS, 24 April 1970, hal. 1
- G-1 (1971). “Presiden Mendadak Tindjau Hotel2 di Ibukota.” Sinar Harapan, 16 Juli 1971
- R-2 (1971). “Gedung2 Pentjakar Langit Akan Bermuntjulan di Djakarta.” Sinar Harapan, 28 Juli 1971, hal. 2
- Pw (1972). “JDC Operasikan ‘President Hotel’.” KOMPAS, 12 Februari 1972, hal. 2
- R-02 (1972). “Wisma Nusantara Akan Diresmikan Nopember.” Angkatan Bersenjata (Jakarta), 10 Juni 1972
- “Bangunan Tertinggi di Asia Tenggara.” Berita Yudha, 5 November 1972, hal. 1
- “Wisma Nusantara Diresmikan: Kantor2 di Daerah2 Tempat Tinggal Perlu Ditertibkan.” Indonesia Raya, 4 Desember 1972, hal. 1
- Pw (1972). “Wisma Nusantara & President Hotel Diresmikan Presiden.” KOMPAS, 4 Desember 1972, hal. 1
- “Peroketan di Jakarta dilakukan tentara merah.” KOMPAS, 21 Juni 1986, hal. 1
- Yang Razali Kassim; The Straits Times (1986). “Sorotan: Jakarta kembali tenang setelah serangan bom dan roket”. Berita Harian (Singapura), 28 Mei 1986, hal. 4 (via NLB Singapura)
- mh (1987). “Renovasi Hotel President.” KOMPAS, 20 Februari 1987, hal. 2
- mh (1987). “Piagam Bintang Empat untuk President Hotel.” KOMPAS, 22 Oktober 1987, hal. 6
- sk (1991). “Wapres Sudharmono resmikan renovasi President Hotel.” KOMPAS, 27 Juli 1991, hal. 7
- har (2002). “24 BUMN diprivatisasi tahun 2002.” KOMPAS, 14 Februari 2002, hal. 14
- har (2002). “Pemerintah beri kompensasi Rp. 9 Milyar kepada Guthrie.” KOMPAS, 3 Desember 2002, hal. 25
- StockWatch/anv (2002). “Indocement dapat 20,751 juta dolar AS.” KOMPAS, 19 Desember 2002, hal. 15
- ANTARA (2012). “Hotel Nikko Ganti Nama Jadi Hotel Pullman.” Investor Daily, 19 Januari 2012. Diakses 9 Februari 2022 (arsip)
- Maria Rosita; Asnil Bambani Amri (2012). “Hari ini, Hotel Nikko ganti nama menjadi Hotel Pullman.” KONTAN, 19 Januari 2012. Diakses 9 Februari 2022 (arsip)
- Izzatul Mazidah (2014). “Accor ubah Hotel Nikko jadi Pullman Jakarta.” KONTAN, 14 Februari 2014. Diakses 8 Februari 2022 (arsip)
- Halaman resmi Wisma Nusantara, diakses 8 Februari 2022 (arsip)
- “Hotel Nikko Jakarta & Wisma Nusantara: Pertautan Dua Generasi.” Indonesia Design Vol. 1 No. 5, 2004, hal. 36-41
- Urip Yustono; Vera Trisnawati (1991). “Renovasi, Pasar industri konstruksi yang kian meningkat.” Majalah Konstruksi No. 154, Februari 1991, hal. 31-34
- Sorita (1991). “Keterbukaan Hotel President.” Majalah Konstruksi No. 161, September 1991, hal. 95-98
- Urip Yustono (1990). “Modernisasi Lift di Wisma Nusantara.” Majalah Konstruksi No. 141, Januari 1990, hal. 58-59
- Dwi Ratih (1990). “Interior Banquet Hall President Hotel: Memanfaatkan efek pencahayaan untuk membentuk aneka suasana.” Majalah Konstruksi No. 146, Juni 1990, hal. 80-82
- Umar Nur Zain (1972). “Melihat2 President Hotel.” Sinar Harapan, 6 Desember 1972, hal. 5
- Halaman resmi Hotel Pullman Jakarta Indonesia, diakses 9 Februari 2022 (arsip)
- Halaman resmi Hotel President, diarsip 1999-2005:
- Halaman resmi Tange Associates, diakses 10 Februari 2022 (arsip)
- Imelda Akmal (2012). “Wiratman: Momentum & Innovation 1960-2010”. Jakarta: Imajibooks.
- Amal Taufiq (1992). “Indocement Beli Hotel President.” Majalah SWA No. 10/VII, Januari 1993, hal. 107
- “Djakarta akan bangun gedung 24 tingkat: Wisma Nusantara akan dipindahkan.” Merdeka, 12 Juni 1962, hal. 1
Leave a Reply