Gedung Sarinah adalah pusat perbelanjaan dan perkantoran yang berlokasi di tengah kawasan bisnis lama Jalan M.H. Thamrin, Menteng, Jakarta Pusat – berada di antara Kedutaan Besar Perancis dan Djakarta Theatre/Menara Cakrawala (lihat link ke bawah). Gedung legendaris tersebut dimiliki oleh BUMN Departemen Store Indonesia “Sarinah” yang membangun dan mengelola bangunan tersebut sejak 1960an, terdiri dari 14 lantai dan 1 basement yang menjadi gerai pertamanya sejak direncanakan oleh Presiden Soekarno mulai tahun 1962.
Pusat perbelanjaan rancangan tim arsitek Perentjana Djaja bersama dengan Ohbayashi Gumi ini dibangun oleh Adhi Karya mulai pada tahun 1963 hingga diresmikan pemakaiannya sejak 1966, didanai menggunakan dana pampasan Jepang, menjadikannya bangunan tinggi ketiga di Jalan Thamrin setelah Hotel Indonesia dan Hotel Asoka. Selama 50 tahun eksistensi pusat perbelanjaan ini, Sarinah memegang peran signifikan dalam sejarah Indonesia sebagai negara, sejarah kehidupan perkotaan Jakarta hingga perekonomian lokal maupun nasional, dan merupakan salah satu tetengger dari Jalan M.H. Thamrin.
Penelusuran kilat
Mengingat cukup sulit untuk dijelaskan sudut pandang arsitekturnya, tulisan ini menjadi sebuah kronologi sejarah Sarinah secara penuh.
Sarinah “Mark I” (1966-1991)
Dari regulator harga hingga meyediakan kantor (1962-1974)
PT Departemen Store Indonesia “Sarinah” dibentuk melalui sebuah akta negara pada 17 Agustus 1962, bertepatan dengan HUT RI ke-18. Digagas oleh Presiden Soekarno, Sarinah direncanakan sebagai department store yang menyalurkan dan menjual barang-barang produksi dalam negeri dan kebutuhan wanita (sesuai namanya iaitu “Sarinah”), dan ditugaskan menjadi regulator harga. Keseluruhan ide-ide dan rencana Soekarno mengenai pusat perbelanjaan yang namanya diambil dari nama ibu pengasuhnya dituangkan dalam sebuah pidato pemancangan tiang pondasi pertama Sarinah pada 23 April 1963.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, pembangunan Sarinah yang pada akhir 1965 mencapai Rp. 34 milyar nilai pra-redenominasi, berasal dari pampasan perang Jepang, dengan Itochu (C. Itoh & Co.), Ohbayashi Gumi dan Seibu mendampingi kontraktor dan Sarinah menjalankan tugasnya.
Khusus keterlibatan Ohbayashi Gumi, perusahaan kontraktor dan biro arsitek negara matahari tersebut sudah melakukan negosiasi dengan Pemerintah RI sejak Oktober 1962 untuk “membangun gedung pertokoan berlantai 14 di jalan utama Jakarta”, yang secara tak langsung merujuk pada Sarinah sebelum akhirnya terlibat sebagai perencana dalam pembangunan gedung ini.
Pembangunan gedung tersebut, dilaksanakan oleh PN Adhi Karya, berlangsung lancar walau keadaan ekonomi dan politik Indonesia saat itu benar-benar gaduh dan kacau. Pihak Sarinah mengatakan kepada KOMPAS pada 29 September 1965, bahwa mereka optimis proyek Sarinah bisa diserahterimakan di Hari Ibu (22 Desember 1965); padahal gejolak Gerakan 30 September 1965 benar-benar di depan mata. Akibat gejolak G30S itu, pembangunan Sarinah terhambat, sementara dari tiga ribu tenaga konstruksi, tiga diantaranya yang terlibat langsung dan menjadi bagian dari onderbouw PKI, SOBSI, diistirahatkan.
Walaupun terjadi G30S dan mudiknya beberapa tenaga konstruksi karena mendekatnya hari libur Natal dan Tahun Baru, progres proyek Sarinah akhirnya mencapai 90 persen dan kunci gedungnya secara simbolis diserahterimakan tepat di Hari Ibu 22 Desember 1965. Untuk tenaga kerjanya, Departemen Store Sarinah membuka pusat pelatihannya, terutama dengan rencana ambisiusnya memberikan lapangan pekerjaan yang besar bagi perempuan (60-40), suatu lompatan yang amat progresif untuk standar saat ini.
Sarinah akhirnya diresmikan penggunaannya pada 15 Agustus 1966, dua hari lebih awal dari rencana awal peresmian, dihadiri oleh keluarga besar pejabat teras Departemen Store Sarinah, kontraktor, perwakilan dari perusahaan Jepang yang terlibat konstruksi dan undangan lainnya (Sumber-sumber kontemporer mengklaim bahwa Sarinah diresmikan Presiden Soekarno, tetapi klaim ini tak bisa diverifikasi).
Walau empat lantai pertamanya sudah dibuka di hari itu juga, baru pada 9 September 1966 Sarinah mulai dikunjungi banyak masyarakat, tetapi saat itu juga Sarinah tidak lagi menjadi pusat perbelanjaan yang seenaknya mencampuri mekanisme pasar. Di bawah ini adalah tabel rangkuman susunan Sarinah Department Store saat dibuka pada 1966:
Basement | Supermarket, alat-alat rumah tangga dan dapur, kedai kopi |
Lantai 1 | Salon kecantikan, kosmetika, alat-alat jahit, perlengkapan rokok, aksesoris pria, alat elektronik, toko kacamata, toko jam, bank, loper koran dan kantin |
Lantai 2 | Garmen dan busana |
Lantai 3 | Alat tulis dan kantor, buku, alat teknik, perlengkapan musik, perlengkapan olahraga, furniture dan toko piringan hitam |
Berita KOMPAS pada tahun 1984, saat kejadian kebakaran hebat meluluhlantakkan gedung ini (akan dibahas dibagian selanjutnya), alokasi gedung Sarinah awalnya sepenuhnya merupakan pusat perbelanjaan dari lantai 1 sampai 8, lantai 9 sebagai ruang pamer dan 10-14 sebagai perkantoran. Karena krisis keuangan hebat di Sarinah, akhirnya lantai 1-5 dijadikan pusat perbelanjaan dan sisanya menjadi ruang perkantoran mulai 1972-73.
Sarinah tercatat menjadi bangunan pertama di Indonesia dengan eskalator (tangga berjalan dengan listrik), menghubungkan lantai 1 ke 2 dan lantai 2 ke 3, begitu sebaliknya. Perubahan awal yang juga terjadi pada gedung yang pelapisnya didominasi batuan artifisial dan jendela tabir surya adalah kolamnya, yang dicor jadi parkiran karena penurunan muka tanah. Masalah penurunan tanah yang sama inilah yang membuat salah satu gedung annex-nya diputuskan dibongkar pada 1981.
Dalam tinjauannya mengenai kontraktor-arsitek Jepang, majalah Amerika, Architecture Plus, menjadikan Sarinah salah satu contoh internasionalisme Ohbayashi Gumi, selain proyek revitalisasi stasiun kereta api Tokyo, dan Hotel Princess Kaiulani di Honolulu, Hawaii. Koran militer Berita Yudha pada Mei 1981 mengabarkan bahwa tinggi Sarinah adalah 73,825 meter, atau bila dibulatkan menjadi 74 meter, konsisten dengan laporan kontemporer, sehingga sebelum Wisma Nusantara rampung sepenuhnya, bisa disebut paling tinggi di Indonesia mengalahkan Hotel Indonesia.
Jembatan ke Djakarta Theatre (1974-1981)
Pada tahun 1970, Sarinah bersama dengan perusahaan swasta membangun bioskop bernama Djakarta Theatre, yang direncanakan sebagai gudang pusat perbelanjaan Sarinah. Empat tahun kemudian, kedua bangunan ini disambungkan melalui sebuah jembatan penyeberangan yang diresmikan oleh Walikota Jakarta Pusat Eddy Djadjang Djajaatmadja pada bulan Juni 1974. Dirancang oleh baginda konstruksi Indonesia Roosseno, jembatan ini melintasi Jalan K.H. Wahid Hasyim, dan awalnya hanya diperuntukkan sebagai lalu lintas pengunjung kedua gedung itu.
Tetapi, di tengah jalan, peruntukkan jembatan penyeberangan itu berubah menjadi rumah makan Imperial. Pada 28 Februari 1981, tepatnya jam 21.37, jembatan penyeberangan itu rontok. Proses ambruknya jembatan itu diawali dari goncangan tidak terduga dari dalam jembatan sejak jam 10 pagi, dan tiga puluh menit kemudian pelan-pelan mulai keropos dan menimpa Jalan K.H. Wahid Hasyim. Kejadian tersebut membuat masyarakat berbondong-bondong ke jalan melihat jembatan itu rontok, menyebabkan Jalan M.H. Thamrin dan Jalan K.H. Wahid Hasyim macet total.
Pasca-kejadian rontoknya JPO Sarinah, pagi 2 Maret 1981 pemerintah DKI Jakarta dan insinyur mulai melakukan penyelidikan, bahkan mendapat atensi dari Presiden Soeharto. Dalam laporan harian KOMPAS pada 3 Maret 1981, perancang Roosseno mengatakan bahwa struktur jembatan penyeberangan Djakarta Theatre-Sarinah menggunakan konstruksi beton ber-prategangan dengan tiga engsel, membentuk lengkungan (arch). Engsel pertama berada di puncak arch, sementara dua sisanya di bawah tanah, diikat oleh trackband (ikat pinggang) berupa dua balok berprategangan dan pondasi. Trackband inilah yang disebut Roosseno sebagai nyawa struktur ini, yang akhirnya gagal dan membuat JPO Sarinah-Djakarta Theatre rontok.
Tidak ada informasi jelas mengenai biang kerok peristiwa yang tidak disinggung dalam riwayat Sarinah ini. Dari harian yang sama, Roosseno menyebut perluasan parkir di Djakarta Theatre sebagai penyebab putusnya JPO itu, setelah diketahui bahwa salah satu trackband dekat proyek perluasan parkir itu syok dan terputus oleh getaran dari pekerjaan proyek itu; itupun belum termasuk getaran dari jalan raya yang menyebabkan bangunan mengalami deformasi (kehilangan bentuknya).
Ia juga mensyukuri adanya suara menderak pada JPO itu, sehingga menjadi sinyalemen jembatan akan rontok. Trackband dan besi pratekan tersebut juga diketahui sudah berkarat karena deformasi tersebut. Pendapat ini juga membantah tuduhan bahwa JPO tersebut kelebihan beban karena reklame JVC diatasnya maupun perabotan di rumah makan Imperial.
Di bagian lain, Pemda DKI menyebutkan penyebab dari tumbangnya jembatan Sarinah-Djakarta Theatre adalah penurunan tanah, dan membantah pendapat Roosseno. Hal tersebut didasari penelitian mengenai penurunan tanah sejak 1961 di kawasan sekitar Sarinah dan adanya peninggian bangunan sejak 1968 hingga 1978. Hal yang sama juga dikeluarkan Menteri Pekerjaan Umum Poernomosidi Hadjisarosa kepada KOMPAS, yang berpendapat bahwa ada yang tidak beres pada substruktur atau, secara tersirat, karat pada struktur jembatan. Pasca-kejadian dan penelitian tersebut, pada akhir 1981, jembatan Sarinah-Djakarta Theatre dibongkar. Itu adalah kemalangan keempat bagi Sarinah, dan itu saja belum selesai, karena dalam waktu depan bakal terjadi kejadian besar yang akan mengubah pusat perbelanjaan Sarinah.
Kebakaran hebat dan rekonstruksi (1984-1991)
Sarinah sebenarnya mengalami kebakaran pada 30 Desember 1968 dan 18 Juli 1980. Tetapi kedua kebakaran tersebut, kebanyakan di bagian lantai terbawah, cukup cepat ditanggapi dan tidak mengakibatkan masalah serius pada bangunan.
Berbeda dengan kejadian tanggal 13-14 November 1984. Kebakaran yang menghanguskan seluruh ruang perkantoran Gedung Sarinah dimulai dari lantai 6 sekitar jam tujuh malam. Dengan sigap, karyawan Sarinah yang melihat kebakaran di lantai enam gedung itu langsung mengarahkan evakuasi, sementara di sumber kebakaran, yaitu di kantor Departemen Perdagangan, para satpam berupaya membuka jalan untuk memadamkan si jago merah di lantai enam, tetapi terhalangi oleh panas yang dipancarkan oleh rolling door. Serpihan kaca dan aluminium berwarna biru kehijauan berterbangan meneror masyarakat yang menonton dan disertai oleh ledakan.
Terdapat 44 unit pemadam kebakaran yang diterjunkan memadamkan kebakaran yang masih berkobar saat KOMPAS menerbitkan berita itu keesokan harinya, 42 dari Pemda DKI dan 2 sisanya adalah damkar Pertamina; sayangnya, karena keterbatasan sarana yang dimiliki regu damkar DKI Jakarta seperti tinggi tangga yang hanya mencapai 40 meter, sprinkler yang diketahui tidak optimal, keterbatasan stok air pemadam kebakaran (sumber air diambil dari Bundaran BI dan HI) hingga desain gedung yang menyulitkan tim pemadam kebakaran menjalankan tugasnya, kebakaran itu berlangsung sangat lama.
KOMPAS melaporkan pada dinihari 14 November, kebakaran kembali memanas setelah sebelumnya sempat padam, hingga menghanguskan keseluruhan lantai 6 sampai 14, dan sempat menyambar lantai dua. Kebakaran di Gedung Sarinah baru sepenhunya padam pada tanggal 15 November 1984 (TEMPO mengklaim kebakaran padam pada tanggal 14 November jam 22.15, tetapi KOMPAS mengabarkan kobaran api masih terlihat per jam 11 malam).
Kebakaran Sarinah adalah kebakaran gedung tinggi pertama dalam sejarah Indonesia, sehingga memicu kembali perdebatan soal keselamatan bangunan, terutama dengan tahun 1983-1985 merupakan tahun terganas untuk kebakaran gedung di Jakarta sendiri. Beruntungnya, tidak ada korban tewas dari kebakaran hebat ini, sayangnya tidak diiringi informasi pasti mengenai penyebab sesungguhnya, bahkan diperparah oleh beredarnya rumor-rumor pembakaran hingga motif politik, hal yang kini menjadi lumrah dikalangan masyarakat Indonesia berkaitan dengan kebakaran besar. Sarinah sendiri akhirnya bisa dibuka kembali pasca-kebakaran mulai 17 Desember 1984, tetapi 40 persen pendapatan Sarinah melayang karena seluruh ruang kantor niaganya rusak oleh kebakaran itu. Ditaksir, kerugian mencapai 8 milyar rupiah (1984) bila menghitung nilai asuransinya.
Rekonstruksi, 1987-1991
Muncul perdebatan apakah Sarinah Department Store dipertahankan atau dibongkar total, seperti yang dialami Glodok Plaza. Pihak dari Lembaga Afiliasi Penelitian & Industri Institut Teknologi Bandung (LAPI ITB) yang ditugaskan pihak Sarinah mengusulkan pembongkaran total berdasarkan kerusakan parah pada struktur lantai yang dipanggang sehari penuh, tetapi pihak Roosseno dan Pemda DKI bersikukuh gedung tersebut tidak usah dibongkar, hanya dibenahi, hal ini dibuktikan dari kuatnya struktur yang diteliti keseluruhan, terutama kolom baja lunaknya yang dibungkus marmer, dan pondasi. Sarinah memanggil insinyur dari Ingenium untuk mendalami kondisi struktur tersebut.
Ingenium menyatakan struktur lantai gedung berlantai 14 itu sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Tetapi baja lunak, dengan pembungkus marmer yang lebih tahan api, menjadi faktor penentu renovasi sehingga pihak Ingenium bisa melakukan perhitungan ulang kondisi strukturnya. Walau terjadi kebakaran, sketsa rancang bangun Gedung Sarinah selamat, sehingga Ingenium bisa melakukan perbandingan dan pembenahan secara presisi. Dalam perubahan struktur gedung Sarinah Mark II ini, Ingenium menguatkan kolom dan balok dan mempertipis tebal balok.
Renovasi tersebut dilakukan bertahap oleh Adhi Karya, mulai bulan Mei 1987 hingga Agustus 1987, dan dilanjutkan dengan perubahan eksterior bangunan, yang tampilannya dirancang oleh Atelier 6, menggantikan tampilan tertutup dan berlapis batuan artifisial yang dibawa Perentjana Djaja dan Ohbayashi Gumi. Proyek tersebut setidaknya selesai sejak awal 1991.
Di tengah berjalannya renovasi, pada tanggal 6 November 1987, Sarinah terbakar lagi, kini menerpa bagian selatan. Kebakaran dimulai jam 5.15 pagi dari toko roti yang kemudian menjalar ke toko-toko sepatu dan toko tas dan sabuk, keduanya menjajakan produk yang mudah terbakar. Kebakaran tersebut ditanggulangi 10 menit kemudian oleh 12 unit damkar Pemprov DKI Jakarta. Lagi-lagi, korsleting listrik diduga menjadi biang keladi kebakaran ini.
Pada 22 April 1988, sebuah spanduk raksasa dipasang di bagian Gedung Sarinah yang terbakar.
Sarinah “Mark II” (1991-2018)
Renovasi Sarinah didanai bukan oleh pinjaman bank, tetapi melalui kesepakatan tenant jangka panjang dengan beberapa perusahaan seperti BUMN Adhi Karya dan Asuransi Ekspor Indonesia, dan tenant swasta seperti McDonald’s Indonesia. Penampilan modern yang diusung oleh Atelier 6 kini didandani dua atap berbentuk segitiga di bagian atas dan podum lantai 2, dan wajah yang kini terlihat jendela kantornya. Oleh penulis sejarah militer Julius Pour, atap tersebut ibarat dandanan topi bagi bangunan, ditambah dengan kaca besar dari gerai McDonald’s.
Terkhusus untuk McDonald’s, yang dimiliki oleh Bambang Rachmadi alias Tonny saat itu, adalah McD pertama di tanah air. Kerjasama tersebut diteken pada 23 Agustus 1990 antara Tonny dan pengelola Sarinah Department Store, yang saat itu dipimpin Edward Parapak. McD Sarinah perlu waktu dari September 1990 ke Februari 1991 untuk membenahi lokasi baru mereka seluas 750 m2 di lantai 1 dan 2 pusat perbelanjaan legendaris itu. Laporan media kontemporer menyebutkan McD Sarinah dibuka pada 14 Februari 1991. Gerai makanan siap saji itu diresmikan oleh Kadirjen Pariwisata Joop Ave pada 21 Februari 1991. Investasinya disebut mencapai 1,9 milyar rupiah (1991). Setahun kemudian, rumah makan eksklusif Hard Rock Cafe dibuka, disusul Chili’s Grill & Bar, restoran khas Meksiko, pada Juni 1995.
Tak banyak informasi yang didapat dari penghuni Sarinah dari 1991 hingga 2020, karena minimnya sorotan media dan sulitnya mencari informasi yang cocok. Catatan Sejarah Pusat Perbelanjaan Jakarta yang sudah ditarik dari blog SGPC karena kendala media, menyebut bahwa beberapa merek lux membuka gerainya di Sarinah seperti Emporio Armani dan Guess. Tambahan dari mimin SGPC mencatat supermarket Hero pernah menjadi penghuni pusat perbelanjaan ini. Sementara Sarinah, sebagai BUMN ecer dan penghuni permanen, di posisi ini hanya fokus menjual busana dan pernak-pernik asli Indonesia.
Pertengahan 2000an, beberapa penghuni dari industri ritel sudah pindah dari gedung legendaris ini; Hard Rock Cafe sejak 2005 berada di eX Plaza Indonesia dan digantikan kedudukannya oleh Manchester United Cafe, usaha rumah makan milik klub Premier League, Manchester United; sementara Guess dan Emporio Armani pindah ke lokasi yang lebih eksklusif atau sudah tutup dan digantikan oleh Batik Danar Hadi dan Batik Keris, pemasok batik kelas atas dalam negeri.
Tahun 2009, drama McDonald’s dengan Bambang Rachmadi alias Tonny terkait lisensi McD yang diambil alih oleh grup Rekso (pemilik Sosro), membuat McD Sarinah berganti nama menjadi ToniJack’s Indonesia (Nama Tonijack’s diambil dari nama masa kecil Rachmadi, dan kata Indonesia diimbuhkan sebagai pernyataan nasionalis. Saat dibuka, hubungan Indonesia dan Malaysia sangat panas karena isu kebudayaan dan kasus Manohara). Sehingga, dalam sejarah kepenghunian Sarinah, hanya Chili’s yang belum tergoyahkan.
Mengawali tahun 2011, McD Sarinah muncul kembali setelah ToniJack’s Indonesia bubar karena buruknya pengelolaan. Lima bulan kemudian, Manchester United Cafe meninggalkan Sarinah karena tingginya harga sewa. Dua tahun kemudian, mulai bulan April 2013, pesaing utama McDonald’s di Tanah Air, KFC, membuka gerai barunya di Sarinah, dan disusul oleh rumah makan Platinum Cafe, Gokana dan Raa Cha mulai akhir Agustus 2013.
Sarinah kembali mengalami kebakaran pada 15 Oktober 2015, kurang dari sebulan menjelang 31 tahun kebakaran hebat November 1984, dan kebakaran pertama yang dialami sejak November 1987. Api yang disebabkan oleh ledakan kompor gas ini membakar dapur rumah makan Masterpiece milik musisi dan oposan ternama Ahmad Dhani. Berbeda dengan keempat kebakaran lain, peristiwa ini melukai 2 karyawan. 22 unit damkar turun mengendalikan si jago merah.
Sarinah “Mark III” (2019-2022)
Sejak 2013, Sarinah sudah berencana untuk merevitalisasi gedung berlantai 14 lantai mereka yang legendaris. Direncanakan bernama Sarinah Square, revitalisasi tersebut direncanakan akan ditambah hotel dan gedung perkantoran. Tetapi dalam perjalanannya, realisasi Sarinah “Mark III” (nomenklatura Setiap Gedung Punya Cerita, media bisa menggunakan istilah lain) baru terlihat berkat dukungan penuh dari pemerintah Presiden Joko Widodo melalui Menteri BUMN Erick Thohir. Pada akhir bulan Agsutus 2019, pihak Sarinah, Pembangunan Perumahan dan Wijaya Karya disebut menyiapkan modal untuk merenovasi Sarinah.
Walaupun pandemi COVID-19 menyelimuti dunia dan memicu tragedi perekonomian dan kehidupan, sepertinya revitalisasi Sarinah tidak terpengaruh, bahkan rencana sejak Agustus 2019 itu akhirnya terealisasi, dengan meminta semua penghuni swasta selain perkantoran, untuk angkat kaki sebelum Mei 2020. Kebijakan ini memicu heboh di dunia maya karena McDonald’s Sarinah dianggap legendaris dan menghasilkan banyak memori di benak Dilanowcy Jakarta, drama, dan kerumunan, dalam konteks pandemi, menjadi sumber masalah, kontras dengan penghuni lain yang tutup tanpa drama bahkan rival McD di satu gedung yang lebih muda, KFC. Keseluruhan Sarinah, kecuali kantor, tutup pada 10 Mei 2020.
Motivasi untuk merevitalisasi Sarinah didasari oleh keinginan Pemerintah mengembalikan khittah Sarinah sebagai pusat UMKM seperti yang diamanatkan saat pertama dibangun, dan akan dikonsepkan sebagai pusat perbelanjaan komunitas dan pusat pameran UMKM, sesuai dengan perubahan di Sarinah yang kini dititikberatkan pada transformasi sebagai perusahaan properti dan ritel spesialisasi. Fasilitas yang dibangun di Sarinah antara lain:
Basement 1-3 | Tidak disebutkan |
Lantai 1 (lantai dasar) | Lobi perkantoran, Museum Sarinah, toko seni kerajinan, pangan dan rumah makan |
Lantai 2 (lantai 1) | Pertokoan, toko premium dan pangan |
Lantai 3 (lantai 2) | Ruang pameran, toko seni kerajinan dan pangan |
Lantai 4 (lantai 3) | Skydeck, amfiteater |
Lantai 5-8 | Tidak disebutkan, kemunginan toko UMKM |
Lantai 9-16 | Kantor |
Dalam perkembangannya, pengelola gedung juga memberi ruang bagi penyewa pra-Mei 2020 untuk beroperasi di tempat yang sama, terutama terkait McDonald’s Sarinah yang dianggap sangat bersejarah bagi kalangan 1990an. Sayangnya, hal tersebut tak pernah terwujud dan McD justru “pindah” ke Gedung Jaya di seberangnya.
Arsitektur Sarinah Mark III diserahkan ke perencana lain. Jangankan Perentjana Djaja, apalagi Ohbayashi Gumi. Atelier 6 yang merenovasi Sarinah di dekade 1980an, juga tidak dijatah. Jatah perencanaan itu diberikan ke Airmas Asri, perancang nasional, dengan merestorasi sebagian tampilan desain era Perentjana Djaja/Ohbayashi Gumi sesuai dengan ketentuan bangunan cagar budaya (Sarinah masih dalam tentatif cagar budaya). Renovasinya dilaksanakan oleh Wijaya Karya dan dijanjikan menggunakan material konstruksi buatan dan diolah di Indonesia sepenuhnya.
Renovasi dimulai sejak Juli 2020, dengan membongkar eksterior ACP era Atelier 6 dan sisa eksterior era Perentjana Djaja yang tidak disentuh oleh kebakaran 1984, memperkuat kolom dan pondasi yang sebelumnya sudah dikuatkan oleh Ingenium pada tahun 1987-91 dan penambahan lantai bawah tanah sebagai parkir.
Proyek besar ini menghabiskan biaya Rp. 700 milyar (2020) dan rampung pada bulan Desember 2021, setelah dua kali diundur dari rencana sebelumnya (Agustus 2021 dan November 2021) karena ketidakpastian selama pandemi COVID-19. Sarinah Jaktent 2021 menjadi acara pertama yang diselenggarakan di gedung yang sudah direnovasi ini, yang operasionalnya telah dimulai sejak 21 Maret 2022.
Selama renovasi, setelah 40 tahun tertutup oleh keberadaan beberapa toko, termasuk McDonald’s, sebuah relief dari masa pemerintahan Soekarno dipamerkan para pekerja konstruksi Wijaya Karya lewat media sosial, memicu diskusi hangat di kalangan pengguna media sosial. Berkebalikan dengan keyakinan publik yang menuduh motif politik Presiden Soeharto, pihak Sarinah menemukan bahwa relief tersebut ditutup karena perubahan orientasi dan perluasan bisnis Sarinah. Relief tersebut, diyakini buatan Edhi Sunarso, telah menjadi bagian penting dari renovasi Sarinah.
Selain relief era Soekarno yang direstorasi, renovasi Sarinah juga mengembalikan beberapa fasilitas yang menarik seperti eskalator pertama (tetapi hanya merupakan pajangan untuk disebarkan di medsos) dan kolam pantul yang sempat dihapus karena masalah deformasi tanah.
Setelah empat bulan kurang beroperasi, akhirnya Sarinah Mark III diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 14 Juli 2022.
Data dan fakta
Alamat | Jalan M.H. Thamrin No. 11 Menteng, Jakarta Pusat, Jakarta |
Arsitek (I) | Ohbayashi Gumi (arsitektur) Perentjana Djaja (architect of record) |
Arsitek (II) | Atelier 6 (arsitektur) Ingenium Consultants (struktur) |
Arsitek (III) | Airmas Asri (arsitektur) |
Pemborong (I dan II) | Adhi Karya |
Pemborong (III) | Wijaya Karya |
Lama pembangunan (I) | April 1963 – Mei 1967 |
Lama renovasi (II) | 1987 – 1991 |
Lama renovasi (III) | Agustus 2020 – Maret 2022 |
Diresmikan (I) | 15 Agustus 1966 |
Diresmikan (III) | 14 Juli 2022 |
Jumlah lantai (III) | 16 lantai 3 basement |
Tinggi gedung (Berita Yudha) | 74 meter |
Biaya pembangunan | Rp. 34 milyar (pra-redenominasi, 1965) Rp. 375 milyar (inflasi 2023) |
Signifikasi | Sospol (prakarsa Soekarno dan dibangun dengan dasar ideologi) Sejarah (sama dengan signifikasi sospol) Arsitektur (pusat perbelanjaan pertama di Indonesia, escalator pertama di Indonesia) Pop culture (eks McDonald’s Sarinah) |
Referensi
Sebagai pembeda, dua media bernama “Merdeka” diberi imbuhan nama pemilik media, yaitu Harian Merdeka (B.M. Diah) dan Merdeka.com (KapanLagi).
- “Presiden Soekarno: Departemen Store Alat Utk Bentuk Masjarakat Adil & Makmur.” Harian Merdeka (B.M. Diah), 24 April 1963, hal. 1
- “Sarinah Siap Agustus.” KOMPAS, 30 September 1965, hal. 1
- EM (1965). “Toko serba-ada “Sarinah.” KOMPAS, 18 November 1965, hal. 3
- “Serah-terima kuntji Gedung Topsera “Sarinah.” KOMPAS, 23 Desember 1965, hal. 2
- tsp (1966). “Menggiurkan Semangat Belandja Kaum Wanita.” KOMPAS, 16 Agustus 1966, hal. 2
- thn (1966). “Sarinah” untuk umum.” KOMPAS, 10 September 1966; hal. 2
- Halaman resmi Sarinah, diakses 10 Agustus 2021 (arsip)
- Marguerite Villecco; Yasuo Uesaka (1973). “Japan’s Big Five.” Architecture Plus Vol. 1 No. 4, Mei 1973, hal. 64-71 (Sarinah di halaman 71). Via USModernist.org, diakses 10 Agustus 2021 (arsip)
- “Sarinah” Njaris Terbakar.” KOMPAS, 31 Desember 1968, hal. 2
- “Sebab Kebakaran Sarinah Belum Diketahui.” KOMPAS, 21 Juli 1980, hal. 3
- Ag (1981). “Ambruk total, jembatan antara “Sarinah” dan “Djakarta Theater”. KOMPAS, 1 Maret 1981, hal. 1
- pr (1981). “Ambruknya Jembatan Sarinah Akan Diteliti.” KOMPAS, 2 Maret 1981, hal. 3
- ira; pr (1981). “Berbagai Pendapat tentang Runtuhnya Jembatan Sarinah.” KOMPAS, 3 Maret 1981, hal. 1
- “Jembatan Sarinah Kenapa Ambruk?” Majalah Konstruksi, April 1981, hal. 58-59
- aj (1981). “Teliti Ambruknya Jembatan “Sarinah.” KOMPAS, 5 Maret 1981, hal. 1
- pr (1981). “Hasil Sementara Team Peneliti: Ambruknya Jembatan Sarinah Disebabkan Penurunan Lapisan Tanah.” KOMPAS, 10 Maret 1981, hal. 3
- we; gst; ano et.al. (1984). “Lantai 6 Gedung Sarinah Terbakar”. KOMPAS, 14 November 1984, hal. 1
- Tim Kompas (1984). “Akhirnya Gedung Sarinah Tidak Bisa Diselamatkan.” KOMPAS, 15 November 1984, hal. 1
- “Bangunan tinggi, harus bisa menanggulangi kebakaran sendiri.” Majalah Konstruksi, Februari 1985, hal. 54-58
- “Jakarta Dimakan Api?” TEMPO, 24 November 1984, hal. 14-18
- Tumbur Sihotang (1984). “Toserba Sarinah.” KOMPAS, 18 Desember 1984, hal. 1
- “Struktur yang terbakar diperkuat, penampilan dipercantik.” Majalah Konstruksi No. 112, Agustus 1987, hal. 24-29
- ANTARA (1988). “Spanduk Terbesar di Gedung Sarinah.” KOMPAS, 23 April 1988, hal. 6
- we (1987). “Kebakaran Kecil di Sarinah.” KOMPAS, 7 November 1987, hal. 3
- ast (1991). “Dalam persaingan sengit, Sarinah Siap Berkompetisi.” KOMPAS, 2 Agustus 1991, hal. 3
- Julius Pour (1992). “Toserba Sarinah: Semangat Baru Setelah Berusia 30 Tahun.” KOMPAS, 24 November 1992, hal. 1
- “Memo Bisnis: McDonald’s di Toserba Sarinah.” EDITOR, 1 September 1990, hal. 91
- Tedi K. Wardhana; Tjondro Prabowo (1991). “McDonald’s Sudah Datang.” SWAsembada No. 11/VI, Februari 1991, hal. 114-115
- H.B. Supriyo (1992). “Dibuka HRC Jakarta”. SWAsembada No. 7/VIII, Oktober 1992, hal. 120-121
- Jakarta Shopping Guide 1997 (halaman dan penerbit tidak jelas, disadur dari Sejarah Pusat Perbelanjaan Jakarta I)
- Erlin (2005). “Boy George Tampil di Grand Opening Hard Rock Cafe, Jakarta.” KapanLagi, 12 Mei 2005. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- epi/qom (2009). “Kisah Nama ToniJack’s Indonesia.” Detikcom, 1 Oktober 2009. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- hen/qom (2010). “Gerai ToniJack’s Sarinah Disulap Kembali Jadi McDonald’s.” Detikcom, 25 November 2010. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Widi Agustian (2011). “Kisah McDonald’s ‘Mendepak’ ToniJack’s dari Sarinah.” Okezone, 11 Februari 2011. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Maria Rosita (2013). “MU Cafe angkat kaki dari gedung Sarinah.” KONTAN, 23 Mei 2011. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Tweet dari KFC Indonesia, 20 April 2013. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Daniel Ngantung (2013). “Tiga Restoran Baru Hadir di Sarinah Thamrin.” Parapuan via Tribunnews, 30 Agustus 2013. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Nadya Isnaeni (2015). “Sarinah Thamrin Terbakar, 21 Mobil Damkar Diturunkan.” Liputan 6 SCTV, 15 Oktober 2015. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Oscar Ferri (2015). “Kebakaran Hanya di Area Dapur Masterpiece.” Liputan 6 SCTV, 15 Oktober 2015. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Oscar Ferri (2015). “Kebakaran Gedung Sarinah Padam, 2 Karyawan Jadi Korban.” Liputan 6 SCTV, 15 Oktober 2015. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Oscar Ferri (2015). “Ledakan Gas Diduga Penyebab Kebakaran Gedung Sarinah.” Liputan 6 SCTV, 15 Oktober 2015. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Dian Ihsan Siregar (2013). “Sarinah Gelontorkan Rp 1 Triliun Bangun Sarinah Square di 2015.” Liputan 6 SCTV, 1 Juli 2013. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Athika Rahma (2019). “Renovasi Gedung, Sarinah Kucurkan Dana Rp. 1,8 Triliun.” Liputan 6 SCTV via Merdeka.com (KapanLagi), 27 Agustus 2019. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Vadhia Lidyana (2020). “34 Penyewa di Sarinah Diminta Tutup: Restoran hingga Minimarket.” Detikcom, 9 Mei 2020. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Devira Prastiwi (2020). “4 Hal Terkait McD Sarinah Tutup, Permintaan Manajemen Hingga Bikin Sedih Pelanggan.” Liputan 6 SCTV, 8 Mei 2020. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Maria Flora (2020). “McDonald’s Sarinah, Memupuk Memori Berujung Sanksi.” Liputan 6 SCTV, 15 Mei 2020. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Suhaiela Bahfein (2020). “Sejarah Sarinah, Mal dan Pencakar Langit Pertama di Indonesia.” Kompascom, 8 Mei 2020. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Press release Sarinah (2020). “Press Release Sarinah Memasuki Tahap Peremajaan dan Transformasi.” Halaman resmi Sarinah, 9 Mei 2020. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Akhdi Martin Pratama (2020). “Renovasi Gedung Sarinah Akan Memperhatikan Aspek Cagar Budaya.” Kompascom, 18 Agustus 2020. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Suhaiela Bahfein (2020). “Wajah Baru Sarinah, Tongkrongan Milenial Dilengkapi “Game” Tradisional Serba Digital.” Kompascom, 8 Mei 2020. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Muhammad Idris (2020). “Renovasi Gedung Sarinah Bukan Untuk Saingi Grand Indonesia.” Kompascom, 19 Agustus 2020. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Ivany Atina Arbi (2021). “Sarinah, Pencakar Langit Pertama di Indonesia, Kini Dipugar Untuk Daya Tarik Wisata.” Kompascom, 14 Januari 2021. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Athika Rahma (2020). “WIKA Renovasi Gedung Sarinah Pakai 100 Persen Bahan Bangunan Buatan Indonesia.” Liputan 6 SCTV via Merdeka.com (KapanLagi), 18 Agustus 2020. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip: 1, 2)
- Hariyanto (2020). “Renovasi Gedung Sarinah Akan Telan Dana Sebesar Rp. 700 Milyar.” Industry.co.id, 10 Mei 2020. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- “Siap Jadi Smart & Green Building, Renovasi Gedung Sarinah Akan Rampung November 2021.” Construction+ Asia, tanpa tanggal. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Athika Rahma (2021). “Viral, Penemuan Patung Peninggalan Soekarno Tersembunyi di Gedung Sarinah.” Liputan 6 SCTV, 8 Januari 2021. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- Athika Rahma (2021). “Jadi Viral, Seperti Apa Patung dan Relief Soekarno di Sarinah?” Liputan 6 SCTV, 15 Januari 2021. Diakses 12 Agustus 2021 (arsip)
- PIA (1962). “Toko 14 Tingkat Seharga $70 Djuta Akan Didirikan di Ibukota.” Harian Merdeka (B.M. Diah), 18 Oktober 1962, hal. 2
- Ardiansyah Fadli (2021). “Progres Renovasi 97 Persen, Gedung Sarinah Beroperasi Maret 2022.” Kompascom, 15 November 2021. Diakses 15 Desember 2021 (arsip)
- Henry (2021). “Sarinah Jaktent 2021 Digelar Luring, Langkah Awal Bangun Citra Mal Komunitas.” Liputan 6 SCTV, 3 Desember 2021. Diakses 15 Desember 2021 (arsip)
- Henni T. Solaeman (1995). “Resto Meksiko di Sarinah Thamrin.” Majalah SWA No. 3/XI, Juni 1995, hal. 112
- Ivany Atina Arbi/Historia.id (2021). “Diresmikan Maret 2022, Gedung Sarinah Baru Merangkul Sejarah dengan Sentuhan Modernitas.” KOMPAScom, 16 November 2021. Diakses 9 Januari 2022 (arsip)
- “Mal Sarinah Dibuka Kembali Mulai Hari Ini.” CNN Indonesia, 21 Maret 2022. Diakses 24 Maret 2022 (arsip)
- Muhdany Yusuf Laksono (2022). “Baru Diresmikan Jokowi, Sarinah Yang Baru Ada Apa Saja?” KOMPAScom, 15 Juli 2022. Diakses 16 Juli 2022 (arsip)
- “Diresmikan Jokowi, Sarinah Jadi Panggung Karya Indonesia.” Republika, 15 Juli 2022. Diakses via SWAsembada 16 Juli 2022 (arsip)
- “Gedung Sarinah terbakar lagi, Lantai I sektor selatan musnah.” Suara Pembaruan, 6 November 1987, hal. 1
- “Secara menyeluruh, Bangunan Gedung Sarinah tidak berbahaya.” Berita Yudha, 12 Mei 1981, hal. 8
Tinggalkan Balasan