Google Translation avaliable here. Use at your own risk; some translation may be incorrect or misleading:

Kunjungilah Trakteer SGPC untuk mendapatkan konten-konten akses dini dan eksklusif, serta mendukung blog ini secara saweran. Support us through SGPC’s Trakteer and get early access and exclusive content.

Nah, ini dia yang mimin blog ini ingin bahas sejak hadir di tahun 2018. Kompleks Plaza Semanggi (Plangi) adalah pusat perbelanjaan, perkantoran dan auditorium serbaguna yang dioperasikan oleh Lippo Malls dalam bentuk Bangun-Guna-Serah selama maksimal 50 tahun (30 + 20 tahun) di lahan milik Yayasan Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) seluas 2,25 hektar di persimpangan Semanggi antara Jalan Gatot Subroto dan Jalan Jenderal Sudirman.

Proyek Plaza Semanggi ketika selesai dibangun pada tahun 1973 merupakan dua bangunan terpisah bernama Grha Purna Yudha (Granadha) alias Gedung Veteran Republik Indonesia (GVRI), sebuah gedung kantor niaga berlantai 17, dan Balai Sarbini, sebuah auditorium berkapasitas 1.000 orang. Sementara kondisi sekarang, semenjak 2004, telah mengalami perombakan total, yaitu adanya penambahan mal berlantai 8 yang mengelilingi Balai Sarbini dan perubahan tampilan pada Granadha/GVRI.

Plaza Semanggi
Keseluruhan Plaza Semanggi. Foto oleh mimin SGPC

Iklan

Sejarah Gedung Veteran Republik Indonesia dari 1964 sampai 2000

Catatan sejarah Gedung Veteran Republik Indonesia dengan Balai Sarbini, pendahulu Plaza Semanggi, cukup lengkap dan disarikan oleh buku “Sejarah Gedung Veteran RI: Graha Purna Yudha” yang agak sulit dicari oleh khalayak banyak. Karena begitu lengkapnya, SGPC bagi sejarah gedung ini ke dalam beberapa kategori, dari pra-rencana, perencanaan dan pendanaan, masa konstruksi Granadha dan Balai Sarbini hingga saat menjadi Plaza Semanggi saat ini.

Graha Purna Yudha, Gedung Veteran RI, Jakarta tempo dulu 1970an
Inilah tampilan Graha Purna Yudha di tahun 70an.
Foto: Real Estate Indonesia

Pembentukan dan penggalangan dana untuk tanah (1964-65)

Pembangunan Gedung Veteran RI dan Balai Sarbini adalah untuk mendorong perbaikan kondisi Veteran se-Indonesia yang saat itu dalam keadaan cukup memprihatinkan dan dianggap sudah dipandang sebelah mata. Pada bulan Desember 1964, Menteri Urusan Veteran dan Demobilisasi (Muved) merangkap Ketua Umum LVRI Mayor Jenderal M. Sarbini mencetuskan gagasan membangun sebuah gedung monumental Veteran yang bisa digunakan oleh para Veteran dan diwariskan kepada generasi berikutnya.

Tetapi, untuk merealisasi gagasan tersebut, Sarbini dan jajarannya harus meyakinkan tokoh-tokoh Veteran RI dan forum-forumnya untuk mendukung pembangunan tersebut. Akhirnya, pada tanggal 17 Februari 1965, didirikan Komando Pelaksana Pembangunan Gedung Veteran (Kopel PGV) untuk mengadakan realisasi proyek tersebut. Langkah berikutnya adalah mencari lahan yang cocok beserta pembiayaan akuisisi lahannya.

Sebulan sebelum Kopel didirikan, pada tanggal 2 Januari 1965, forum milik Veteran, Gabungan Importir dan Eksportir Veteran atau disingkat Gabievet, menyediakan dana lima juta rupiah uang lama sebagai langkah awal penyediaan dana pembelian lahan GVRI. Pada akhir Maret 1965 LVRI dan Departemen Urusan Veteran dan Demobilisasi (Duved) mengadakan konferensi gabungan di Bogor untuk menggerakkan dukungan realisasi pembangunan monumen Veteran di Jakarta. Keputusan konferensi LVRI/Duved tersebut salah satunya adalah membantu pelaksanaan pembangunan Monumen Gedung Veteran di Jakarta serta gedung sejenis di daerah-daerah.

Untuk mengongkosi pelaksanaan tersebut, setiap anggota veteran diwajibkan menyumbang minimal 500 rupiah uang lama. Melalui serangkaian acara dan sumbangan di luar Duved, seperti penjualan undangan Kesenian Nasional di Hotel Indonesia, pagelaran ludruk yang disertai dengan penjualan mobil Mazda, vandel dan batik hingga deferred payment (utang) dari Gabievet, retribusi penjualan minyak Pertamina dan penjualan cat kapal, Kopel PGV meraup uang konstruksi senilai 31,2 milyar rupiah uang lama.


Iklan

Mencari tanah dan perancang (1964-65)

Saat ide pembangunan Gedung Veteran RI dijajaki dan sedang menggalang dukungan, Muved mencari lahan di lokasi strategis di Jakarta, yang murah dan bukan tanah urugan rawa. Keempat bakal lokasi Gedung Veteran tersebut adalah lahan di Monas, Jalan M.H. Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Jenderal Gatot Subroto.

Lahan di Monas maupun Thamrin tidak memenuhi syarat karena lahan kosong yang nyaris tidak ada sementara lahan di Jalan Jenderal Gatot Subroto tidak ditelusuri karena adanya pilihan tanah yang dirasa cocok di Jalan Jenderal Sudirman. Tanah tersebut adalah Kavling 50 seluas 2,25 hektar, tanah yang dipegang Hotel Mutiara (11.950 m2) dan penduduk (10.550 m2), yang dipilih atas saran Pemprov DKI Jakarta. Dalam waktu bersamaan, sempat muncul tawaran baru dari Kavling 1 dan Kavling 22-23 walau akhirnya tidak diteruskan penjajakan lahan itu.

Pada akhir Desember 1964 Muved mengirim surat permintaan alokasi Jalan Jenderal Sudirman Kav. 50 sebagai kantor Gedung Duved kepada Pemprov DKI Jakarta. Pihak Muved selanjutnya menghadap ke Presiden Soekarno untuk melaporkan progres perkembangan pembangunan Gedung Veteran. Baik Presiden dan Pemprov DKI Jakarta memuluskan rencana tersebut, dan pembebasan lahan yang menghabiskan biaya 240 juta rupiah (uang lama) dilaksanakan.

Saat pembebasan lahan berlangsung, diadakan sebuah sayembara perancangan Gedung Veteran lengkap dengan maketnya. Dalam perjalanan sayembara ini, empat tim perancang arsitek mengajukan karya-karyanya untuk dilombakan. Presiden Soekarno memilih bangunan rancangan Ir. Moerdjoko, bersama dengan Ir. Saad, Ir. Irawan, Ir. Soenarko, Ir. Soemadi, Ir. Sri Oeripto dan Ir. G.E. Huwae, sebagai pemenang; hadiahnya adalah uang 10 ribu rupiah per orang.


Iklan

Konstruksi, penggalangan dana tambahan dan peresmian (1965-1973)

Secara simbolis, peletakan batu pertama konstruksi Gedung Veteran Republik Indonesia terjadi pada 9 Juni 1965, dipimpin oleh Presiden Soekarno. Pidato sambutan Presiden Republik Indonesia pertama tersebut menyerukan para veteran perang RI untuk terus mengabdi kepada masyarakat.

Selepas 3 bulan konstruksi, terjadi peristiwa Gerakan 30 September 1965 dengan akibat-akibatnya yang menyebabkan proyek-proyek mercusuar harus ditunda/dihentikan. Pihak Kopel PGV meyakinkan Pemerintah baru bahwa Gedung Veteran RI bukan sejenis proyek mercusuar era Soekarno. Pada bulan Juni 1966 di Ragunan, diadakan konferensi gabungan LVRI/Duved yang menguatkan tekad menyelesaikan proyek monumental di Jenderal Sudirman Kav. 50.

1 Januari 1966 menjadi hari pertama konstruksi Gedung Veteran RI dan Balai Sarbini, yang diresmikan melalui pemancangan tiang pertama oleh Wakil Perdana Menteri III Dr. Chaerul Saleh. Namun, karena kurangnya dana, proyek tersebut tersendat-sendat. Baru setelah tahun 1968 progres konstruksi gedung yang digarap oleh Nindya Karya langgeng karena dana cair.

Sejak Januari 1969, Kopel PGV berubah status dan kedudukan lembaga menjadi yayasan, yaitu Yayasan Gedung Veteran RI (YGVRI), untuk memperjelas status kepengelolaan gedung di Jenderal Sudirman Kav. 50 kelak dirampungkan. Per Oktober 1969, Gedung Veteran RI sudah mencapai lantai 7, sementara dua lantai berikutnya dicapai per Maret 1970.

Baru pada 2 Juni 1970, dalam sebuah rapat pleno YGVRI di Mabes TNI-AU (sekarang Wisma Aldiron Dirgantara) diputuskan bahwa komersialisasi GVRI diperbolehkan dengan syarat tidak sampai melenceng dari itikad awal sebagai monumen veteran perang RI, dan menetapkan nama gedung sebagai Graha Purna Yudha, yang berarti “Gedung Setelah Perjuangan.” Di bulan yang sama, gedung tinggi sudah mencapai lantai kesepuluh, dan Auditoriumnya mulai dibangun.

Ketika gedung vertikalnya dibangun, teknologi konstruksinya tergolong tertinggal dibanding proyek seperti Hotel Indonesia, Gedung DPR-MPR (Proyek Conefo), apalagi Wisma Nusantara. Pada bulan April 1971, YGVRI dan Nindya Karya menyepakati tahap lanjutan pembangunan gedung perkantoran dari lantai 12 sampai 17 hingga direncanakan selesai dibangun pertengahan 1972. Panitia Proyek Conefo (Kopronef/Komando Proyek Nefo) meminjamkan tower crane, molen dan seteger sehingga proyek tersebut bisa digarap lebih cepat.

Akhir tahun 1971, pembangunan struktur Auditorium dan gedung utamanya rampung. Pada bulan Maret 1972, pertanggungjawaban proyek berpindah dari YGVRI kepada Penanggung Jawab Ibnu Sutowo (dalam kapasitasnya secara pribadi). Di bawah manajemen tokoh kontroversial yang juga dikenal sebagai Direktur Utama PN Pertamina tersebut, proyek Graha Purna Yudha semakin menggeliat berkat dana pinjaman dari PT Silga, sehingga bisa diselesaikan sebelum akhirnya diresmikan Presiden Soeharto pada tanggal 11 Maret 1973. Proyek Granadha menghabiskan biaya Rp. 4,7 milyar (1973), terdiri dari 1,9 milyar rupiah untuk nilai tanah dan 2,8 milyar untuk bangunannya.


Iklan

Pengelolaan dan keadaan sebelum 2002

Pasca-peresmian, Legiun Veteran RI mendapatkan jatah dua lantai teratas (16 dan 17) Granadha dan ruangan di gedung auditorium, sementara sisanya merupakan ruang komersil yang dikelola oleh PN Patra Jasa. Tetapi, sejak 1976, pengelolaan diserahkan kepada YGVRI pasca-konflik dengan LVRI mengenai status Granadha, sementara lahan dinyatakan milik negara. Sejak 1983, YGVRI menjadi bagian dari LVRI.

Graha Purna Yudha, dan semenjak auditoriumnya mendapat nama Balai Sarbini untuk mengenang Muved/Ketua LVRI Jenderal M. Sarbini yang menjadi inisiator, merupakan salah satu gedung yang mewarnai sejarah pembangunan gedung tinggi Indonesia. Namun, per pertengahan 1990an kondisi Graha Purna Yudha dan Balai Sarbini mulai merosot drastis, sempat dijadikan terminal gelap dan struktur gedung berlantai 17-nya mulai kehilangan integritasnya, yaitu adanya plat lantai yang miring. Presiden Soeharto ikut mengritik GVRI karena desainnya sudah dipandang ketinggalan zaman. Hal ini menjadi titik awal dari urgensi revitalisasi monumen Veteran.

Pada tahun 1994, diadakan sebuah sayembara arsitektur skala internasional untuk revitalisasi Granadha dengan arsitek kondang dari Amerika, Skidmore, Owings & Merrill (SOM) sebagai pemenangnya. Tetapi, SOM keluar karena risiko struktur dan pengelolaan, serta bersamaan dengan momen tersebut adalah krismon 1997-98 yang melanda Indonesia sehingga proyek-proyek bisnis digantung dulu.


Iklan

Revitalisasi menjadi Plaza Semanggi

Graha Purna Yudha, Plaza Semanggi
Plaza Semanggi dengan Gedung Veteran RI hasil renovasi. Foto oleh mimin SGPC

Pada tahun 2000, PT Primatama Nusa Indah, konsorsium Agung Podomoro Grup, CNI Group, Pikko Group, Hari Darmawan Corporation, Pro Lease Asset Management (sekarang Synthesis Development), dan Lippo Group, mendapatkan hak pengelolaan bangun-guna-serah dari YGVRI selama 30 tahun ditambah 20 tahun masa perpanjangan. Hak tersebut merupakan bagian dari revitalisasi Granadha yang diperkenankan oleh Sekretariat Negara RI. Awalnya hanya akan merevitalisasi Granadha, riset pasar yang dilakukan pengembang mendorong pembangunan mal.

Konstruksi gedung yang digarap oleh PT Pembangunan Perumahan dimulai pada akhir tahun 2001, diawali dengan pelucutan eksterior gedung vertikal Graha Purna Yudha rancangan Ir. Moerdjoko, penggalian besmen dan pemancangan pondasi untuk gedung pusat belanjanya, sementara Balai Sarbini tidak terpengaruh selain adanya penguatan struktur pondasi. Proyek tersebut berlangsung hampir tiga tahun, dimana pembangunan keseluruhan proyek termasuk renovasi Granadha dan Balai Sarbini selesai pada awal tahun 2004. Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri meresmikan operasional proyek senilai Rp. 400 milyar itu pada 13 Maret 2004. Legiun Veteran RI, sejak pasca-renovasi, menempati lantai 11.

Di masa jayanya, Plaza Semanggi menjadi pusat belanja pilihan kalangan menengah ke atas masyarakat perkotaan Jakarta, dengan pilihan tenant yang hip di zamannya, seperti supermarket Giant dan department store Centro, pusat jajanan serba ada (pujasera) Cosmo Food Plaza hingga bioskop XXI. Bahkan saking populernya, citra monumen Veteran dari generasi pra-Plaza Semanggi menguap seketika, sehingga memicu kritik dari kalangan arsitektur dan nasionalis.

Pada tahun 2014, pengelolaan bioskop berganti dari XXI ke Cinemaxx (selanjutnya menjelma menjadi Cinepolis). Plaza Semanggi mengalami kebakaran pertamanya pada 4 April 2015.

Penutupan Centro pada 1 Januari 2019 dan pandemi COVID-19 setahun setelahnya menyebabkan pesona Plaza Semanggi turun dan mulai ditinggalkan pengunjungnya. Sementara Balai Sarbini tetap digunakan sebagai pilihan mengadakan acara pementasan baik musik maupun seremonia.


Iklan

Arsitektur dan struktur: Sarat dengan simbolisme veteran dan kemerdekaan

Secara keseluruhan, Plaza Semanggi terbagi ke dalam tiga komponen gedung; gedung perkantoran bernama Gedung Veteran RI yang berlantai 17, auditorium Balai Sarbini dan The Plaza Semanggi, pusat belanja kelas menengah berlantai 8. Perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh renovasi pada tahun 2001-2004 membuat Balai Sarbini satu-satunya komponen kawasan rancangan Ir. Moerdjoko dkk. yang bertahan. Baik renovasi gedung kantor dan mallnya yang menyatu adalah rancangan tim arsitek Airmas Asri dan insinyur Gistama Inti Semesta.

Gedung Veteran RI (gedung vertikal)

Graha Purna Yudha. Ini saja yang bisa dicari dari arsip majalah SGPC. Foto: Iklan Nindya Karya, Majalah Konstruksi ed. Mei-Juni 1978

Gedung yang sekarang didominasi oleh lapisan kaca di sudut selatan mal Plaza Semanggi adalah GVRI, atau bekennya diberi nama Graha Purna Yudha, adalah gedung tertinggi dan gedung kantor berlantai 17 dan tingginya 76 meter. Sebelum renovasi, gedung ini memiliki tampilan gaya internasional, walau dalam satu masa gedung ini berganti warna putih.

Luas lantai yang disediakan oleh gedung ini adalah 17.765 m2 yang sejak awal dibangun diperuntukkan sebagai ruang kantor. Untuk meneguhkan simbolisasi Kemerdekaan Republik Indonesia, dengan 17 lantai diatas permukaan mewakili tanggal 17, terselip 8 kolom yang menyangga gedung ini sebagai representasi bulan Agustus; sementara tahun 1945 diejawantahkan melalui jumlah tiang vertikal pada pagar.

Struktur gedung ini dibangun dengan beton bertulang yang ditopang oleh pondasi pancang sebanyak 624 buah. Pembangunan gedung kantor GVRI berlangsung dari 1966 hingga 1973.

Adapun tenant niaga yang menempati gedung ini adalah Bank Nationalnobu dan UPH Kampus Semanggi, yang keduanya berasosiasi dekat dengan Grup Lippo.

Balai Sarbini (auditorium) dan gedung horizontal

Balai Sarbini Jakarta tempo dulu 1970an
Balai Sarbini dari udara. Foto: tidak diketahui, disadur dari “Welcome to Jakarta”, Editions Delroisse Montreal.

Bersebelahan dengan GVRI adalah auditorium Balai Sarbini. Auditorium tersebut memiliki diameter seluas 55 meter, lengkungnya 50 meter dan tinggi ruangnya 13 meter. Ia dirancang berbentuk seperti UFO, bukan karena terinspirasi oleh fiksi ilmiah melainkan topi baja yang digunakan para pejuang kemerdekaan Indonesia pada 1945-1949 (bukan gula aren terbalik menurut pengurus IAI tahun 2014 Ruben Tangido). Kepada harian Sinar Harapan, M. Sarbini mengatakan bahwa desain topi baja itu juga berfungsi menarik perhatian para pebisnis untuk berkantor di Graha Purna Yudha. “Topi baja” dan tribun-tribunnya ditopang oleh 12 kolom beton berbentuk seperti jari. Pembangunan Balai Sarbini berlangsung dari 1970 hingga 1973.

Pasca-renovasi, balai yang dahulu hanya digunakan sebagai tempat pertemuan biasa kini menyelenggarakan acara-acara musik, acara hiburan dan lain sebagainya. Hal ini didukung oleh perubahan total interior auditorium dimana dalam perancangan ini diberikan sebuah piringan besar di atap untuk perlampuan dan akustiknya. Khusus perencanaan akustik, pengembang harus mendatangkan konsultan dari Jepang. Hal ini menarik mengingat saat itu Indonesia masih kekurangan bangunan berakustik baik. Auditorium Balai Sarbini sekarang menampung 1.330 orang.

The Plaza Semanggi

Plaza Semanggi
Foto yang hampir sama. Foto oleh mimin SGPC

Pendatang baru dari kawasan ini adalah mallnya sendiri. The Plaza Semanggi adalah pusat belanja berlantai 8 yang mengisi sela-sela kosong diantara Balai Sarbini dan Gedung Veteran RI. Mal tersebut memiliki luas lantai kasar 140.000 m2 sudah termasuk parkiran dan kemungkinan dua bangunan yang disebut tadi.

Bahasa desain arsitekturnya, menurut laporan majalah Konstruksi pada Oktober 2003, menganut gaya modern “berteknologi tinggi”, yang dianggap identik dengan mal-mal perkotaan di zamannya, dan sarat dengan pencahayaan yang mencolok untuk menarik perhatian pengguna kendaraan bermotor. Bentuk eksteriornya menjadi bukti kuatnya pengaruh historis Sarbini, yang bisa dilihat dari bentuk miringnya yang mengelilingi sebagian auditorium.

Saat dibuka, mall ini menganut konsep “Downtown Sensation” – apa-apa ada disini, dari Balai Sarbini sendiri untuk acara kebudayaan, pusat jajanan serba ada (Plangi Cafe Walk dan Cosmo Food Plaza saat itu), busana, hiburan seperti bioskop dan karaoke keluarga, alat elektronik, taman bermain, bursa perabotan rumah tangga dan klub kebugaran dan kecantikan. Interiornya dibuat menarik dan cerah, sesuai dengan citra Plaza Semanggi yang saat itu dicitrakan berani beda dan dinamis.

Per tahun 2022, tenant yang menghuni mall ini sudah tak sebanyak dan seramai dulu, seperti Foodmart dan karaoke Inul Vizta. Di lantai 8 alias lantai atap, masih ada rumah makan Deja Vu Sky Dining Plaza yang menawarkan pengalaman makan sembari melihat pemandangan kota. Tingginya prosentase ruang pertokoan yang kosong di mall ini mencuri perhatian media massa atau portal berita, dalam konteks sepinya pertokoan dan kerasnya industri ritel di Jakarta; namun yang mereka tidak ketahui adalah rencana Lippo untuk merenovasi pusat belanja tersebut terhambat masalah status bangun-guna-serah dengan Lembaga Veteran RI. Syukurnya itu semua terealisasi dengan renovasi menyeluruh yang dimulai 1 November 2023, yang direncanakan makan waktu 2 tahun.


Iklan

Referensi

Nama lamaGraha Purna Yudha
AlamatJalan Jenderal Sudirman Kav. 50 Setiabudi, Jakarta Selatan, Jakarta
Arsitek (Gedung Veteran RI/Balai Sarbini)Ir. Moerdjoko bersama dengan Ir. Saad, Ir. Irawan, Ir. Soenarko, Ir. Soemadi, Ir. Sri Oeripto dan Ir. G.E. Huwae
Arsitek (Plaza Semanggi)Airmas Asri (arsitektur)
Gistama Intisemesta (struktur)
Pemborong (Gedung Veteran RI/Balai Sarbini)Nindya Karya (struktur dan arsitektur)
Pemborong (Plaza Semanggi)Pembangunan Perumahan (struktur dan arsitektur)
Total Bangun Persada (pondasi)
Lama pembangunan (Gedung Veteran RI/Balai Sarbini)Januari 1966 – Maret 1973
Lama pembangunan (Plaza Semanggi)2001 – 2004
Diresmikan (Gedung Veteran RI/Balai Sarbini)11 Maret 1973
Diresmikan (Plaza Semanggi)13 Maret 2004
Tinggi gedung (Gedung Veteran RI, pra-renovasi)76 meter
Jumlah lantai17 lantai
2 basement
Biaya pembangunan (Gedung Veteran RI/Balai Sarbini)Rp. 2,8 milyar (1973)
Rp. 268 milyar (inflasi 2022)
Biaya pembangunan (Plaza Semanggi)Rp. 400 milyar (2003)
Rp. 1 triliun (inflasi 2022)
SignifikasiArsitektur (gedung tersebut dianggap monumental oleh sebagian kalangan arsitek)
Sejarah (berkaitan dengan rencana awal sebagai monumen untuk Veteran RI)

Referensi

  1. Mayjen TNI Hendrotomo SH; Marsekal Muda TNI Soerjono; Kol. Drs. Djadjeri SH et.al. (1976). “Sejarah Gedung Veteran RI: Graha Purna Yudha.” Jakarta: Yayasan Gedung Veteran RI.
  2. Yuli Andyono; Ferihan Aditya; Widya Suharnoko (2006). “Indonesia Shopping Centers: Design, Concept, Lifestyle.” Jakarta: PT Griya Asri Prima/ProLease. Halaman 110-113
  3. Tito Kusheryanto (2003). “Menyulap Granada Jadi Down Town.” Majalah Bisnis Properti (Panangian) No. 2, Oktober 2003, hal. 98
  4. Endah W.S. (2004). “Sebuah Gedung Bangkit Dari Kematian.” TEMPO, 14 Maret 2004, hal. 50-51
  5. Saptiwi Djati Retnowati (2003). “The Plaza Semanggi: Diharapkan Menjadi Jakarta’s Trend Setter.” Majalah Konstruksi No. 326, Oktober 2003, hal. 43-46
  6. “Belum Waktunya Membangun Monumen Megah.” Sinar Harapan, 12 Maret 1973, hal. 1 dan 2
  7. Pw (1973). “Granadha Diresmikan.” KOMPAS, 12 Maret 1973, hal. 1
  8. “Sebagian Gedung Veteran Dikomersilkan.” KOMPAS, 2 Juni 1971, hal. 5
  9. ANTARA (1966). “7 Miljard untuk Gedung Veteran.” KOMPAS, 21 September 1966, hal. 2
  10. “Tjintailah, Abdilah dan Berbaktilah Terus.” Duta Masjarakat, 10 Juni 1965, hal. 1
  11. “Itu Deferred Payment untuk Kopel Pemb. Gedung Veteran RI.” Berita Yudha, 26 September 1966, hal. 2
  12. dr (1972). “Empat Gedung Megah Sedang Dibangun di Jakarta.” KOMPAS, 27 Oktober 1972, hal. 3
  13. Arsip halaman resmi The Plaza Semanggi, diarsip 22 Februari 2008
  14. Arsip halaman resmi Balai Sarbini, diarsip 17 November 2011
  15. Halaman resmi Gedung Veteran RI, diakses 13 September 2022 (arsip 30 Juni 2011)
  16. Halaman resmi Lippo Malls, diakses 13 September 2022 (arsip)
  17. Halaman resmi Synthesis Development, diakses 13 September 2022 (arsip Balai Sarbini, arsip Plaza Semanggi)
  18. Advertorial (2005). “Ke Giant Kita Berbelanja.” Liputan 6 SCTV, 23 Oktober 2004. Diakses 13 September 2022 (arsip)
  19. Dewi Mardiani (editor). “Merancang Indonesia.” Republika, 3 Oktober 2014. Diakses 13 September 2022 (arsip)
  20. Walda Marison (2019). “Sisa-sisa kejayaan Plaza Semanggi yang dulu ramai.” KOMPAScom, 5 Juli 2019. Diakses 13 September 2022 (arsip)
  21. Achmad Dwi Afriyadi (2022). “Plaza Semanggi Sepi, Dulu Cuan Jutaan Kini Cuma Ratusan Ribu.” Detikcom, 15 Agustus 2022. Diakses 13 September 2022 (arsip)
  22. Beroperasi 15 Tahun, Centro Plaza Semanggi Tutup Lapak.” CNN Indonesia, 28 Januari 2019. Diakses 13 September 2022 (arsip).
  23. Gilang Fauzi (2015). “Plaza Semanggi Kebakaran, 18 Mobil Pemadam Kebakaran Dikerahkan.” CNN Indonesia, 4 April 2015. Diakses 13 September 2022 (arsip)
  24. Press release (2014). “Cinemaxx Resmikan Bioskop Baru di Plaza Semanggi.” Halaman resmi Cinepolis (d/h Cinemaxx), 17 September 2014. Diakses 13 September 2022 (arsip)
  25. Indah Handayani (2022). “Déjà vu Sky Dining Plaza semanggi Tawarkan Keindahan Kota Jakarta di Waktu Senja.” Investor Daily, 23 April 2022. Diakses 13 September 2022 (arsip)
  26. Wasti Samaria Simangunsong; Ihsanuddin (2023). “Plaza Semanggi sepi pengunjung, ini kata Lippo.” KOMPAScom, 3 Agustus 2023. Diakses 5 Desember 2023 (arsip)
  27. Sakina Rakhma Diah Setiawan (2023). “Lippo Malls Indonesia mulai renovasi Plaza Semanggi.” KOMPAScom, 2 November 2023. Diakses 5 Desember 2023 (arsip)
  28. Arthur Gideon (2023). “Plaza Semanggi mulai direnovasi, ini konsep yang diusung.” Liputan 6 SCTV, 2 November 2023. Diakses 5 Desember 2023 (arsip)

Lokasi

Kunjungilah Trakteer SGPC untuk mendapatkan konten-konten akses dini dan eksklusif, serta mendukung blog ini secara saweran. Bila anda perlu bahan dari koleksi pribadi SGPC, anda bisa mengunjungi TORSIP SGPC. Belum bisa bikin e-commerce sendiri sayangnya....


Bagaimana pendapat anda......

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *