Djakarta Theater adalah sebuah gedung bioskop dan juga pusat perbelanjaan yang berlokasi di Jalan M.H. Thamrin, Menteng, Jakarta Pusat, di belakang Menara Cakrawala. Bioskop yang kini dikelola oleh XXI ini merupakan salah satu gedung modern awal yang dibangun di Jakarta, sekaligus memenuhi tingginya kebutuhan bioskop saat itu yang hanya dipenuhi 40 gedung bioskop. dan bioskop-bioskop bergerak yang lebih suka menumpang aula perusahaan atau hotel.
Proyek Djakarta Theater, yang berdiri di lahan yang hendaknya dijadikan gudang Sarinah, memulai pembangunannya kembali pada 21 April 1969 setelah beberapa tahun mangkrak. Bioskop modern rancangan Ir. M. Amir Matsura dan Ir. J. Dijatmiko ini sudah selesai dibangun pada tahun 1970 dan dibuka Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 22 Juni 1970.
Pembangunan proyek yang didanai oleh pengusaha properti (saat itu juga mengoperasikan kasino) Jan Darmadi melalui PT Saranaria Djaja, Departemen Store Indonesia Sarinah bersama dengan Pemprov DKI Jakarta ini mencapai antara 500 hingga 760 juta rupiah nilai 1970 (setara Rp. 71,7 – 109 milyar rupiah nilai 2021 – KOMPAS pada 27 April 1970 menyebut 760 juta rupiah/USD 2 juta, 23 Juni 1970 menyebut sekitar 500 sampai 600 juta rupiah). Sutrisnahari B.A., kepada harian KOMPAS, memuji keputusan Darmadi membangun Djakarta Theater yang berfungsi bukan sebagai tempat mencari keuntungan, melainkan sebagai fungsi hiburan.
Bioskop bergaya modern ini awalnya hanya memiliki satu studio yang sangat besar dan menampung penonton dengan jumlah banyak, jauh lebih banyak dari bioskop lainnya di Jakarta, yaitu 1.200 hadirin dan memiliki tinggi layar 9,5 meter. Ruang bioskop tersebut tidak hanya berfungsi sebagai bioskop belaka tetapi juga sebagai auditorium dan ruang teater dengan panggung berdimensi 25 x 22 meter dan setinggi 1,2 meter dari permukaan lantai.
Layout penonton saat dibuka berbentuk huruf U, dan memiliki dua balkon, satunya adalah balkon VIP dan satunya balkon proyektor. Di luar studio, terdapat 11 lobi yang temboknya berlapiskan marmer asal Italia dan kolom berlapiskan marmer asli Tulungagung, dengan aksen aluminium.
Bioskop tersebut menyediakan eskalator untuk menuju balkon atas dan jembatan menuju Sarinah. Jembatan tersebut diresmikan pada 1974 tetapi rontok pada akhir Februari 1981. Selengkapnya mengenai rontoknya JPO Sarinah-Djakarta Theater, lihat artikel Sarinah.
Lahan yang kini merupakan Menara Cakrawala adalah lapangan parkir untuk Djakarta Theater, yang saat itu disebutkan cukup menampung 500 kendaraan roda empat.
Awalnya Djakarta Theater dikelola bersama-sama oleh Sarinah dan Saranaria Djaja, tetapi karena krisis keuangan yang diderita BUMN ritel tersebut, akhirnya 100 persen kepemilikan bioskop sejak 1972-73 diserahkan ke Saranaria Djaja. Pada tanggal 24 Oktober 1984, Djakarta Theater mulai menyediakan ruang ritel, dengan Golden Truly menjadi penghuni kuncinya.
Pada dekade 1970an hingga 1990an, bioskop Djakarta Theater menjadi tempat favorit untuk menghabiskan akhir pekan kalangan muda yang ingin menonton film-film top, dan menjadi venue buat pagelaran festival-festival film di Indonesia seperti Jakarta International Flim Festival.
Tetapi, dengan persaingan ketat dari mal-mal yang menyediakan fasilitas bioskop, pamor bioskop yang di titik ini dikelola Multi Investama, mulai surut. Mulai Mei 2002 hingga sekitar November 2002, Djakarta Theater, kini dibawah kelolaan 21 Cineplex, ditutup untuk renovasi.
Renovasi tersebut menyebabkan studio raksasanya terbelah menjadi tiga studio dan 1 auditorium. Beberapa tenant yang ada di ruang ritel Djakarta Theater sudah berubah, semisal Golden Truly, digantikan oleh Lotus Department Store hingga ditutup sejak 31 Oktober 2017, dan kehadiran sejumlah rumah makan, toko-toko olahraga Planet Sports Asia dan Sports Station.
Data dan fakta
Alamat | Jalan M.H. Thamrin No. 9 Menteng, Jakarta Pusat, Jakarta |
Arsitek | Ir. M. Amir Matsura Ir. J. Dijatmiko |
Lama pembangunan | April 1969 – Juni 1970 |
Diresmikan | 22 Juni 1970 |
Jumlah lantai | 2 lantai (Karena ketinggiannya hampir setara 5 lantai, gedung ini dianggap sebagai gedung berketinggian sedang) |
Jumlah layar | 3 layar |
Biaya pembangunan | Rp 760 juta (1970) Rp 109 milyar (inflasi 2021) |
Signifikasi | Pop culture (budaya bioskop Jakarta) |
Referensi
- H (1969, foto). “Djakarta Theater.” KOMPAS, 22 April 1969, hal. 1
- Wr (1969). “Djakarta Baru Punja 40 Gedung Bioskop.” KOMPAS, 2 September 1969, hal. 2
- Wr (1970). “Djakarta Theatre: 2 Djuta Dollar.” KOMPAS, 27 April 1970, hal. 1
- Sutrisnahari BA (1970). “Sekali lagi ibukota “ngebut” menjelesaikan pembangunan: Djakarta Theatre.” KOMPAS, 23 Juni 1970, hal. 3
- ANTARA (1970). “Djakarta Theatre” Dibuka.” KOMPAS, 23 Juni 1970, hal. 2
- we; gst; ano et.al. (1984). “Lantai 6 Gedung Sarinah Terbakar”. KOMPAS, 14 November 1984, hal. 1
- ind (2002). “Bioskop Besar Djakarta Theatre Berganti Jadi Cineplex “21”.” KOMPAS, 15 Mei 2002, hal. 18
- Halaman resmi 21 Cineplex, sekitar November 2002, diarsip 18 Februari 2003
- Halaman resmi The Ballroom, diakses 15 September 2021 (arsip)
- Nibras Nada Nailufar (2017). “Gerai Lotus di Djakarta Theatre Resmi Ditutup.” KOMPAScom, 1 November 2017, diakses 15 September 2021 (arsip)
Leave a Reply