Plaza Indonesia (PI) mungkin tidak asing lagi bagi anda, maupun mimin SGPC. Gedung perpaduan pusat belanja, apartemen, perkantoran dan Hotel Grand Hyatt alias superblok ini berlokasi di Bundaran Hotel Indonesia, Kec. Menteng, Jakarta Pusat, dan menyediakan ruang (gross, tahap pertama) 63 ribu meter persegi dan 427 kamar hotel. PI merupakan pusat belanja elit sejak pertama berdiri di era Dilan.

Grand Hyatt Plaza Indonesia
Foto oleh mimin SGPC

Iklan

Sejarah Plaza Indonesia

Usai menggempur rata Hotel Asoka alias Press House Asian Games 1962, pembangunan Proyek Plaza Indonesia resmi dimulai pada tanggal 4 Maret 1987. Proyek milik PT Bimantara Eka Santosa (Plaza Indonesia Realty sejak 1992 – selanjutnya disingkat PLIN setelah kode sahamnya di lantai bursa) ini dirancang oleh arsitek kenamaan internasional Hellmuth, Obata & Kassabaum dari Amerika Serikat, perancang beberapa gedung termasuk Menara Bakrie 19 tahun kemudian.

Cipta Mandala Sakti dan Ssangyong Engineering & Construction – pemborong Stamford Swissotel di Singapura – ditunjuk sebagai pemborong megaproyek PI dengan kontrak mencapai 121 juta dolar AS, senilai dengan 200 milyar rupiah kala itu (267 juta dolar AS dan 2,94 triliun rupiah nilai tukar 2018), untuk ukuran 1987, nilai kontrak yang fantastis di masanya. Pembangunannya didasari oleh ide membangun “pusat perbelanjaan yang lain daripada yang lain” mengingat pusat perbelanjaan sejenis belum ada di Jakarta (hal ini sebenarnya kurang tepat karena di masanya, pusat perbelanjaan sejenis Plaza Indonesia disematkan pada Ratu Plaza dan Sarinah).

Walau pembangunan PI belum selesai, pusat perbelanjaannya sudah dibuka pada Maret 1990, dengan Sogo sebagai tenant perdananya, di tengah kontroversi izin prinsip yang belum seratus persen lengkap dan penilaian keberadaan Sogo yang mengancam prospek ritel lokal. Pusat belanja tersebut diresmikan Ibu Negara Tien Soeharto pada 24 November 1990. Tenant awal lainnya termasuk KLM.

Plaza Indonesia rampung secara bertahap, mulai dari podium yang selesai pada bulan Februari 1990, tower hotel selesai pada Maret 1991 dan rampung keseluruhan pada Juli 1991. Hotel Grand Hyatt resmi dibuka oleh Kadirjen Pariwisata Joop Ave pada 5 April 1991, setelah melakukan operasional pra-pembukaan pada 28 Maret 1991, melengkapi kompleks mall mewah yang berdiri tegak di kawasan Bundaran HI ini. Secara penuh, Presiden Soeharto meresmikan pusat perbelanjaan kelas atas tersebut pada 23 Juli 1991.


Iklan

Pasca-pembukaan: Entertainment X’enter dan lahirnya superblok baru

Dua Bersaudara Plaza Indonesia
The Plaza dan Keraton. Foto oleh mimin SGPC

Setelah enam tahun beroperasi, Plaza Indonesia menjalani renovasi pertamanya dari kurun 1996 hingga 1997 dengan menyegarkan interior gallery Hyatt, atrium, pintu masuk dan papan neon.

Sejak September 1994, PLIN telah berancang-ancang untuk membangun perluasan PI di belakang gedung yang sudah ada, yaitu di lahan bekas kedutaan besar Australia. Sayangnya, tidak ada catatan bagaimana PI berhasil mengakuisisi lahan itu, namun perencanaannya oleh Hellmuth, Obata & Kassabaum bersama dengan Arkonin sudah dilakukan.

Mengambil kesempatan dibalik pencabutan batas ketinggian gedung di kota metropolitan, perluasannya terdiri dari gedung kantor berlantai 50 bernama Menara Plaza, apartemen berlantai 48 dengan 98 unit (rinciannya unit 800 m2 12 unit, 400 m2 22 unit dan 250 m2 64 unit) bernama Keraton dan tambahan pusat belanja berlantai 7, dengan luas lantai total 143 ribu m2. Keduanya menjadi cikal bakal nama The Plaza dan Keraton yang kelak menjadi nama resmi kedua pencakar langit itu.

Sementara embrio dari kelahiran Entertainment X’enter alias E.X. datang dari keputusan PLIN mengakuisisi lahan bekas Kedutaan Besar Rusia (ex Uni Soviet) dengan membeli saham perusahaan pemilik lahan bernama Duta Nusabina Lestari pada tahun 1995. Rilis pers PLIN menyatakan bahwa akuisisi tersebut adalah untuk memantapkan rencana-rencana pengembangan properti mereka.

Proyek perluasan PI dimulai pada tanggal 24 September 1997, melalui sebuah peresmian konstruksi oleh Gubernur DKI Soerjadi Soedirja. Dalam tahap ini, konstruksi diserahkan ke joint operation Waskita Karya dan Société Auxiliaire d’Entreprises (SAE). The Plaza dan Keraton diharapkan bisa diselesaikan pada awal 2001, tetapi setelah pondasi selesai di bulan September 1998, PLIN injak rem pembangunan perluasan PI karena krisis moneter yang menjalar kemana-mana.

Krisis moneter tersebut membuat para investor di PLIN harus memutar otak agar pemasukan jalan. Boyke Gozali kepada majalah SWA mengatakan bahwa ide memunculkan pusat hiburan di lahan ex-Kedubes Soviet adalah sebuah kecelakaan belaka, karena dalam waktu beberapa tahun ke depan, industri properti akan bangkit lagi. Ia juga mengatakan bahwa pusat hiburan tersebut akan bersifat sementara dan hanya bertahan, katanya, 8 tahun.


Iklan

Rencana membangun “pusat hiburan” tersebut setidaknya sudah terwujud. Bebarengan dengan renovasi besar-besaran PI dari 2000 hingga 2004, pembangunan bangunan di eks Kedubes Rusia, yang diberi nama Entertainment X’enter dan dirancang Budiman Hendropurnomo dari Denton Corker Marshall, dilaksanakan oleh pemborong nasional Tatamulia Nusantara Indah, dari tahun 2002 sampai 2003. EX Plaza Indonesia akhirnya diresmikan operasionalnya pada 14 Februari 2004.

Kemunculannya sementara, namun anda bisa melihat boks miringnya. Foto oleh bocah.info di Panoramio (RIP)

Pada 2005, Arkonin, HOK dan mitra barunya Linea Associates menggarap ulang desain PI Extension atas permintaan pihak pengembang; di waktu bersamaan PLIN menggelar ulang tender kontraktor. Ssangyong Engineering & Construction – kontraktor Plaza Indonesia ’91 – ditunjuk untuk membangun PI Extension. Pembangunan kembali berlanjut dalam sebuah upacara groundbreaking pada 11 Agustus 2006, sukses menutup atapnya pada 9 September 2008, dan secara keseluruhan rampung di bulan Mei 2009. Bersamaan dengan itu, PLIN juga merenovasi interior PI 91 agar lebih selaras dengan interior versi perluasannya.

Ketika PI Extension sedang di tahap paling awal konstruksi, perubahan signifikan terjadi di susunan penghuni PI 91. PLIN mengumumkan tidak memperpanjang kontrak dengan penghuni kuncinya, Sogo Department Store dan mengubah ruangan pertokoan seluas 9.400 m2 yang ditinggal Sogo sebagai butik kelas premium. Sogo pun akhirnya tutup sejak 28 Februari 2007, dan dialihfungsikan sebagaimana rencana awalnya. Investor PLIN, Boyke Gozali, mengatakan kepada majalah SWA bahwa alasan PI tidak memperpanjang kontrak dengan Sogo adalah demi diferensiasi pasar terhadap rival barunya, Grand Indonesia, merosotnya tren department store, dan keinginan PLIN memberikan tambahan ruang pertokoan.

Tiga tahun pasca selesainya pembangunan Keraton, pada Juni 2012, Keraton Luxury Collection Hotel, yang menempati lantai 7 sampai 22 gedung Keraton, resmi dibuka.

Namun, setahun setelah perluasan PI diselesaikan, PLIN menjual tanah EX PI ke pihak lain (yang selanjutnya menjadikan lahan eks Kedubes Rusia sebagai proyek supertall Indonesia Satu), tetapi operasional EX tetap berlangsung sampai penutupannya pada tanggal 30 Juni 2014. Lima tahun kemudian, pada bulan Juni 2019, PLIN melepas kepemilikan seisi gedung Keraton at the Plaza ke salah satu perusahaan afiliasi.


Iklan

Deskripsi Plaza Indonesia – Arsitektur dan Tenant

Plaza Indonesia (1991)

Plaza Indonesia
Foto oleh Ngaio’s Garage

Tim arsitek Parama Loka yang menjadi architect of record bagi HOK mengatakan kepada majalah Konstruksi bahwa desain perencanaan Plaza Indonesia tahap pertama sengaja dibuat serasi dengan Monumen Selamat Datang karena sisi historis monumen tersebut, terutama pada towernya yang berbentuk L siku. Bentuk tower inilah yang menjadikan Plaza Indonesia menjadi “akrab dan bersahabat” dengan monumen karya Henk Ngantung tersebut – bukan menjadikan monumen itu pesaing. Tinggi Hotel Grand Hyatt, 110 meter, serasi dengan Wisma Nusantara yang juga 110 meter, memberikan kesan sebagai pintu masuk dari utara.

Tim arsitek juga memisahkan lobi hotel dengan lobi mal, untuk mencegah kerancuan antara pengunjung mal dengan tamu hotel. Selain urusan lobi, kelancaran akses dan minimalisasi kemacetan juga diperlihatkan di Plaza Indonesia dengan pintu Jalan Thamrin untuk pejalan kaki dan penumpang bus, pintu Jalan Kebon Kacang untuk pengguna mobil pribadi atau taksi.

Secara struktur, Plaza Indonesia tahap pertama menggunakan pondasi rakit untuk podium dan bored pile untuk bagian tower, dengan pondasi frankipile sebagai tiang tarik untuk podium tenggara dan tower. Sementara untuk struktur atas, podium menggunakan konstruksi beton dan Grand Hyatt menggunakan komposit beton.

Plaza Indonesia memiliki 6 lantai dan 3 basement pusat perbelanjaan dengan luas total 62.747 meter persegi, dengan ruang yang disewakan mencapai 40.591 meter persegi, lebih luas dari perkiraan awal yang diberikan sebesar 39 ribu meter persegi oleh PLIN, pengelola mall, kepada Majalah Konstruksi. Jumlah lantai juga mengalami kenaikan.

Citra yang diusung saat ini adalah sebagai mal kelas atas, dengan etalase kelas atas yang sekelas dengannya. Lantai pertama diisi oleh brand-brand fesyen ternama dan parfum mewah, serta brand jam eksklusif yang setara dengan mal di Singapura. Lantai dua juga sama, hanya yang membedakan adalah lantai ini berisi balai multiguna. Lantai tiga didominasi oleh penjual perhiasan mewah, mainan dan produk-produk asli Indonesia, sementara lantai keempat adalah lantainya gerai kecantikan. Dua lantai tambahan yang bukan merupakan bagian dari Plaza Indonesia saat dibangun pada 1987-1991 adalah lantai 5 dan 6, masing-masing didominasi oleh gerai restoran dan bioskop XXI, sekompleks dengan Plaza dan Keraton. Lantai basement 1 diisi oleh dominan The Foodhall, sementara basement 2 dan 3 digunakan untuk parkiran, gudang penyimpanan dan prasarana utilitas.

Dari lantai 4-28 adalah Hotel Grand Hyatt Jakarta (Agoda/Booking), dengan lobinya yang megah dan eksklusif, dirancang oleh Hirsch & Bedner. Hotel setinggi 110 meter ini memiliki 427 kamar, terdiri dari 271 kamar Grand, 119 Grand Club dan 37 suite. Grand Hyatt Jakarta memiliki fasilitas seperti sarana kebugaran 24 jam, pusat bisnis, kolam renang di atap hotel bersama fasilitas jogging dan lapangan tenis, balai multiguna yang menyatu dengan mall Plaza Indonesia hingga rumah makan Grand Cafe, Seafood Terrace dan Sumire.


Iklan

Plaza Indonesia (2009)

Berbeda dengan gedung rancangan Parama Loka, perluasan Plaza Indonesia karya keroyokan Arkonin/HOK/Linea sepertinya tak banyak membahas desain arsitekturnya, sebaliknya fitur-fitur gedung perluasan mimin bisa bahas disini.

Perluasan PI terbagi ke dalam dua menara, yaitu gedung kantor The Plaza dan apartemen eksklusif Keraton. The Plaza Office Tower (Menara Perkantoran Plaza) yang eksteriornya dilapisi kaca curtain wall berwarna gelap ini terdiri dari 42 lantai (sudah termasuk lantai podium) dan menyediakan ruang pekantoran seluas 56.447 m2 bersih (70.880 m2 GFA). Ketika halaman ini diperbarui pada Juli 2022, data PLIN menyebut 81 persen ruang kantor terisi.

Eksterior gedung The Plaza, seperti yang disebutkan di paragraf sebelumnya, berlapiskan kaca berwarna hitam yang menurut info resmi PLIN merupakan kaca berlapis ganda, dibingkai menjadi jendela yang sudah dikakukan (reinforced window) sebagai upaya mitigasi gempa. Lobi gedungnya dihiasi mural bergambar pepohonan dari Sabang sampai Merauke karya pelukis kawakan Sucahyo.

Semntara apartemen Keraton yang masih merupakan apartemen super eksklusif terbagi peruntukannya menjadi dua, yaitu Keraton Private Residence dan Keraton Luxury Collection Hotel. Keraton Private Residence merupakan apartemen super mewah dengan 54 unit, sementara Keraton Luxury Collection menyediakan 140 kamar dengan luas bervarasi dari 61 m2 hingga 140 m2, menempati lantai 7 sampai 22 gedung Keraton. Keseluruhan apartemen dan hotel menurut PLIN mengadopsi konsep hidup ala aristokrat Jawa.

Keduanya berbagi fasilitas business centre, rumah makan Bengawan, Keraton Lounge, ruang rapat, pusat kebugaran dan bahkan kolam renang tertutup. Sayangnya, akibat dari pandemi COVID-19 Keraton Luxury Collection, yang akhir-akhir ini ada di bawah manajemen Marriott, tutup sementara.

Sementara pusat belanjanya yang berlantai 6 dan memiliki luas lantai 42.325 m2 (24.645 m2 ruang toko dan usaha) diplot oleh PLIN sebagai penerus dari eX yaitu pusat hiburan, dan sekaligus memberi tambahan slot toko bagi butik-butik super mewah yang sudah ada. Usaha makanan dan minuman (food & beverage) serta bioskop XXI dipindah di lantai 5 dan 6 gedung perluasan.


Iklan

Entertainment X’enter (2004-2014)

eX di masa jayanya, 2010. Foto oleh Ikung Adiwar di Panoramio (RIP)

Sementara pusat belanja – lebih ke pusat hiburan – Entertainment X’enter alias eX yang bersifat sementara dirancang oleh tim arsitek dari Denton Corker Marshall dengan Budiman Hendropurnomo sebagai ujung tombak rancangannya. Pihak PLIN menyebutnya sebagai “pelopor pusat hiburan gaya hidup terkini dan satu-satunya di Indonesia yang didedikasikan sepenuhnya sebagai pusat hiburan dan rekreasi”.

Desainnya yang terlihat ceria, acak-acakan dan tak beraturan merupakan salah satu contoh penerapan arsitektur dekonstruktif (deconstructivism) di Indonesia yang bisa dikatakan spesies langka. Majalah Indonesia Design – zaman iD masih tergolong patriot – mengatakan eX dirancang dengan lima buah kubus atau balok, tergantung anda, dengan posisi miring seolah karena gaya sentrifugal dan gerakannya melengkung mengikuti perputaran di Bundarah HI. Griya Asri menyebut konsep gedungnya “cocok untuk jiwa kaum muda yang dinamis.”

Dari atas lebih terlihat seperti kontainer. Foto oleh Widianto.H.Didiet di Panoramio (RIP)

Karena majalah iD memakai bahasa yang tidak umum dalam menjelaskan sebagian detil arsitekturnya, mimin blog ini akan menyebut elemen berwarna abu-abu di podium eX sebagai penopang “lima balok miring” itu. Pilihan warna dan desainnya yang nge-jreng menurut majalah iD sebagai “menunjang citra bangunan yang seolah berteriak mewakili generasi MTV,” sementara Heni Octoriyani Wijaya kepada KOMPAS menyebut eX PI “liar” dan “gue banget ala generasi MTV” dengan memberi sentilan yang sarat dengan komentar nasionalistis, terutama menyangkut arsitektur tropis yang “terancam dilupakan.”

Di masa jayanya, sesuai dengan citranya sebagai pusat rekreasi dan hiburan para generasi MTV (kebanyakan Dilanowcy masih anak-anak dalam konteks eX), para penghuni mal berlantai 4 ini didominasi oleh restoran mewah, sasana kebugaran kelas atas Celebrity Fitness, bioskop XXI, dan Hard Rock Cafe (pindahan dari Sarinah sejak 2005). Mal dengan luas lantai 20.800 meter persegi ini tersambung ke PI baik lama dan ekstensi melalui sebuah jembatan. Dengan PLIN melego lahan eX ke pihak lain, maka habislah gejolak jiwa muda di Plaza Indonesia.

Selengkapnya mengenai garis besar gedung era 1990an dapat anda baca di artikel ini

Iklan – Mau hotel yang lebih murah? Atau hotel yang pelayanannya top? Disekitar Plaza Indonesia? Cek dan pesan aja lewat Booking dot com

Data dan fakta

AlamatJalan M.H. Thamrin No. 28-30 Menteng, Jakarta Pusat, Jakarta

Plaza Indonesia Tahap I (1991)

ArsitekHellmuth, Obata & Kassabaum Inc. (arsitektur)
Parama Loka Consultant (architect of record)
Pemborong (J.O.)Ssangyong Engineering & Construction
Cipta Mandala Sakti
Lama pembangunanMaret 1987 – Juli 1991
DibukaMaret 1990 (pusat perbelanjaan)
28 Maret 1991
Diresmikan24 November 1990 (pusat perbelanjaan)
5 April 1991 (hotel)
23 Juli 1991 (operasional penuh)
Tinggi gedung110 meter
Jumlah lantai28 lantai
3 basement
Biaya pembangunanUSD 300 juta (1991)
Rp 582,3 milyar (kurs 1991)
Rp 6,7 triliun (inflasi 2020)
SignifikasiPariwisata (tetenger Bundaran HI, hotel mewah di Jakarta)
Referensi: Majalah Konstruksi #162

Plaza Indonesia Tahap II (2009)

ArsitekHellmuth, Obata & Kassabaum (arsitektur)
Arkonin (architect of record)
Davy Sukamta & Partners (struktur)
Pemborong (J.O.)Ssangyong Engineering & Construction
Lama pembangunanSeptember 1997 – Mei 2009
Tinggi gedung (The Plaza Office Tower, CTBUH)200 meter
Tinggi gedung (Keraton at The Plaza, CTBUH)225 meter
Jumlah lantai (The Plaza Office Tower)42 lantai
5 basement
Jumlah lantai (Keraton at The Plaza)48 lantai
5 basement
Jumlah kamar/unit (Keraton at The Plaza)140 kamar (Keraton Luxury Collection)
54 unit (Keraton Private Res.)
SignifikasiPariwisata (tetenger Bundaran HI)
Referensi: CTBUH, Plaza Indonesia Realty

Entertainment X’enter (2004)

ArsitekDenton Corker Marshall (arsitektur)
Davy Sukamta & Partners (struktur)
Pemborong (J.O.)Tatamulia Nusantara Indah
Lama pembangunan2002 – 2003
Dibuka14 Februari 2004
Ditutup30 Juni 2014
Dibongkar2015
Jumlah lantai4 lantai
SignifikasiPop culture
Referensi: Plaza Indonesia Realty; Tatamulia Nusantara Indah; Davy Sukamta & Partners

Referensi

  1. Urip Yustono (1988). “Plaza Indonesia: Pusat Perbelanjaan Terbesar di Asia dan Hotel Bertaraf Internasional”. Majalah Konstruksi, April 1988. Halaman 68-74.
  2. “GST” (1990). “Sogo Tetap Beroperasi”. Kompas, 26 Januari 1990.
  3. “MH” (1991). “Grand Hyatt Hotel Dibuka”. Kompas, 5 April 1991.
  4. “Apa Siapa: KLM”. Kompas, 13 Mei 1990.
  5. Urip Yustono; Dwi Ratih (1991). “Plaza Indonesia: Landmark baru di Jakarta”. Majalah Konstruksi No. 162, Oktober 1991.
  6. Website resmi Plaza Indonesia
  7. Website resmi Plaza Indonesia Realty
  8. ir/qom (2007). “Sogo Tutup, Karyawan Resah”. Detikcom, 13 Februari 2007. (arsip)
  9. Sorita (1991). “Yang Grand di tengah Jakarta”. Majalah Konstruksi No. 162, Oktober 1991.
  10. Website resmi Hotel Grand Hyatt Jakarta
  11. “Plaza Indonesia 25th Anniversary” (2015). Video YouTube oleh EDGE TV, 30 Juli 2017. Diakses 6 Mei 2020.
  12. Saptiwi Djati Retnowati (1997). “Perluasan Plaza Indonesia.” Majalah Konstruksi No. 260, Oktober 1997, hal. 60-61
  13. “Plaza Indonesia Entertainment X’enter.” Majalah Indonesia Design Vol. 1, No. 3, Juli-Agustus 2004, hal. 28-31
  14. Yuli Andyono; Ferihan Aditya; Widya Suharnoko (2006). “Indonesia Shopping Centers: Design, Concept, Lifestyle.” Jakarta: PT Griya Asri Prima/ProLease. Halaman 144-149
  15. Heni Octoriyani Wijaya (2007). “Plaza EX Jakarta Dalam Konteks Tropis.” KOMPAS, 1 Juli 2007, hal. 25
  16. ast (1996). “PT Plaza Indonesia Kuasai Lahan Bekas Kedubes Rusia.” KOMPAS, 27 April 1996, hal. 2
  17. tri (1997). “Plaza Indonesia Bangun Apartemen Termahal.” KOMPAS, 3 Mei 1997, hal. 3
  18. zul (1997). “Kilas Ekonomi: Plaza Indonesia Diperluas.” KOMPAS, 25 September 1997, hal. 2
  19. Annual Report Plaza Indonesia, diakses 3-4 Juli 2022
    1. Annual Report 2003
    2. Annual Report 2006
    3. Annual Report 2007
    4. Annual Report 2012
    5. Annual Report 2013
    6. Annual Report 2014
    7. Annual Report 2019
    8. Annual Report 2021
  20. Arsip halaman resmi Plaza Indonesia, diarsip 3 Mei 1998
  21. Halaman resmi Ssangyong Engineering & Construction, diakses 3-4 Juli 2022
    1. Ssangyong wins work for Plaza Indonesia extension“. 10 Juli 2006. (arsip)
    2. Plaza Indonesia Extension work started“. 11 Agustus 2006. (arsip)
    3. Completion of the Plaza Indonesia Extension Project“. 8 Desember 2009. (arsip)
  22. Ssangyong Menangkan Tender Proyek Plaza Indonesia.” Detikcom, 14 Juli 2006. Diakses 4 Mei 2022. (arsip)
  23. Arsip halaman resmi Tatamulia Nusantara Indah, diarsip 30 April 2015
  24. Press release (2008). “PT Plaza Indonesia Realty celebrates the Topping Off of Keraton and The Plaza Tower.” Plaza Indonesia Realty, 9 September 2008. Diarsip 12 Agustus 2011
  25. Halaman resmi Davy Sukamta & Partners, diakses 4 Juli 2022
    1. Plaza Indonesia Extension (arsip)
    2. eX Entertainment X’enter (arsip)
  26. Arsip halaman resmi Entertainment X’enter, diarsip 31 Oktober 2013
  27. Rahmi Anjani (2014). “Mulai 30 Juni 2014, eX Plaza Indonesia Stop Beroperasi.” Detik Wolipop, 20 Juni 2014. Diakses 4 Juli 2022 (arsip)
  28. Boyke Gozali: Beri Anak Keleluasaan Memilih Bisnis.” Majalah SWA, 23 Juni 2010. Diakses via JualHabis.com, diakses 5 Juli 2022 (arsip)

Lokasi

Google Translate:

Bagaimana pendapat anda......

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Banyak tulisan gedung yang SGPC buat sebelum dijadwalkan terbit. Penasaran? Dukung kami via Trakteer.