Sejarah Pusat Perbelanjaan Jakarta – alias Jakarta History of Shopping – kata pencetus aslinya di Skyscrapercity – kembali!
Anda tidak salah baca. Semasa blog ini masih menggunakan platform Blogger, Sejarah Pusat Perbelanjaan Jakarta atau disingkat SPPJ merupakan tulisan terpopuler dan yang paling wow dalam eksistensi Setiap Gedung Punya Cerita, serta satu-satunya tulisan yang tidak dibuat oleh mimin SGPC dan Ronniecoln. Namun, banyak faktor yang membuat kami di blog ini memutuskan menarik SPPJ, yaitu tingginya pemakaian konten dari satu sumber media dan kevakuman penulisnya bernama ModarJayaAbadi. Kini, kami ganti dengan apa yang ada di arsip SGPC, dipindai dari rak majalah berisi 30 tahun lebih sejarah pembangunan di Indonesia.
Dibanding sebelumnya yang rencananya bisa 13 bagian (tiga bagian perdana (Pionir, Melawai dan Internasionalisasi) dibuat, bagian empat yaitu sejarah mal di Kelapa Gading tak jadi-jadi juga), maka disini lebih singkat, dengan pembagian dari masa-ke-masa. Berikut merupakan sejarah kehadiran mal-mal di Ibukota Republik Indonesia – setidaknya kami upayakan selengkap mungkin.
Ini adalah bagian ketiga dari empat bagian sejarah mal-mal di Daerah Khusus Jakarta yang blog ini pecah berdasarkan evolusi tahunnya, mulai dari 1960-1983, 1987-1993, 1995-1997, dan 2000-sekarang. Setiap evolusi mal-mal di Jakarta punya ciri khasnya masing-masing dan pengisi tokonya masing-masing. Untuk tulisan terpisah mengenai sejarah supermarket di kota ini, bacalah artikel ini.
Penelusuran kilat
Tahun 1995 lebih diwarnai perluasan mal-mal eksisting dan kemunculan “trade center”
Memang di tahun 1994 tidak ada mal-mal baru di Jakarta yang memulai kegiatan bisnisnya. Tetapi, sejak awal dasawarsa 1990an, beberapa mal-mal besar yang operasionalnya dimulai di rentang tahun yang diulas oleh artikel bagian III Sejarah Pusat Perbelanjaan Jakarta ini sudah memulai pembangunannya, didorong oleh realitas bahwa kebutuhan ruang pertokoan per akhir 1994 sudah mencapai titik puncaknya. Tercatat luas lantai mall mencapai 679.912 m2 per Desember 1994.
Namun, pengembang harus semakin kreatif untuk bisa bersaing, salah satunya dengan menyediakan banyak ruangan tambahan untuk rekreasi. Itulah yang memicu lahirnya mal-mal berukuran jumbo di ibukota baik di tengah maupun di pinggir kota. Ini saja memberi luas ruang pertokoan lebih dahsyat dibanding mal-mal senior yang ada dari tahun 1976-1990. Hal yang juga perlu dicatat dari dasawarsa ini adalah semakin membesarnya Hero Supermarket, Toko Buku Gramedia dan Matahari Department Store dalam ajang ritel Kota Metropolitan.
Pada tahun 1995 hadir satu mall baru dan dua perluasan dari mal-mal yang sudah ada. Yang terbaru hanya Plaza Senayan berlantai tiga dengan luas lantai 130.000 m2, sementara perluasan dari Pasaraya Blok M alias Pasaraya Big & Beautiful dan Summarecon Mall Kelapa Gading masing-masing dibuka pada Agustus 1995 dan Mei 1995.
Pasaraya perluasan yang menyediakan luas lantai sebesar 120 ribu meter persegi itu belum seratus persen menyelesaikan konstruksinya hingga diperkirakan sekitar Januari 1996, menarik nama besar seperti Seibu, Maruzen (toko buku dan alat tulis & kantor, 1996-2003an), Best Denki serta Supermarket Hero. Summarecon MKG sebaliknya menyelesaikan perluasan dari mall yang mereka dirikan lima tahun yang lalu dalam rangka pengembangan “Blok M Kelapa Gading” mereka secara tenang, menunggu keseluruhan bangunan siap. MKG tahap kedua ini diisi nama-nama besar seperti Sogo, Marks & Spencer, merek-merek busana ternama hingga toko elektronik.
Plaza Senayan menyusul agak terakhir pada November 1995; saat berdiri baru merupakan tahap pertamanya dengan Metro Department Store, supermarket Hero dan beberapa ritel-ritel top kelas dunia lainnya. Sogo baru menyusul pada tahun 1999 setelah upaya memboyong jenama department store Jepang lainnya, Hanshin, ke Bumi Nusantara melalui Plaza Senayan pupus karena krisis moneter 1998.
Di luar mal-mal kalangan menengah ke-atas, dekade ini juga hadir banyak trade centre, yang dimotori oleh Grup Sinar Mas melalui proyek ITC-nya sebagai kelanjutan sukses ITC Mangga Dua pada 1991. Tahun 1995 hadir ITC Roxy Mas dan disusul dengan Mall Mangga Dua. Sementara proyek non-Sinar Mas yang merupakan trade centre adalah Harco Mangga Dua yang dikembangkan oleh Agung Sedayu Group. Melihat ketiga mal tersebut, ITC Roxy Mas berkembang dari pertokoan grosir biasa menjadi sebuah bursa ponsel, sementara Harco Mangga Dua tetap bertahan sebagai mall elektronika.
1996 dan 1997 lebih sedikit mal tetapi beberapa diantaranya berluas lantai jumbo
Walau terkesan lebih sedikit, luasnya yang jumbo sebenarnya menjadi penyebab kenapa kami seperti merasa jumlah mall yang muncul di tahun tersebut banyak. Sebenarnya, hanya lima yang kami rekam dalam SPPJ bagian ketiga. Itu tidak menghitung mal-mal yang berdiri di kota-kota satelit Ibukota seperti Bintaro, Serpong, Karawaci, Bekasi, Depok dan lain sebagainya yang semakin marak pada tahun-tahun rentang SPPJ bagian III ini.
Di tahun 1996, dua mall kelas menengah atas dan satu trade centre berdiri, yaitu Mall Taman Anggrek, Mega Mall Pluit serta Orion Plaza. Baik Mall Taman Anggrek maupun Mega Mall Pluit punya gelanggang seluncur es dan tenant-tenant super mentereng; Mega Mall Pluit bisa mendatangkan nama besar semacam Wal-Mart serta butik fashion global seperti Gucci dan Benetton; termasuk department store Mega M (selanjutnya Matahari, sejak Mei 1996 hingga 2015an), Ace Hardware, toko buku Gramedia dan toko kacamata Lily Kasoem.
Mall Taman Anggrek yang dikembangkan oleh Grup Mulia lebih besar dan luas, serta hemat pemakaian lahan. Luas lantai kasarnya capai 360 ribu meter persegi dan memiliki tujuh lantai pertokoan (6 di atas permukaan tanah dan 2 bawah tanah, 1 lantai untuk pertokoan). Ketika pertama memulai operasional secara bertahap sejak Agustus 1996, mall ini dihuni oleh nama-nama besar seperti Rimo Department Store, JCPenney, Toko Gunung Agung, dealer Toyota Auto2000, Marks & Spencer, Warner Bros, Galeria milik Matahari yang berganti nama menjadi Parisian, dan kemudian jadi Matahari, Timezone dan Toko Buku Gramedia. Baik Mega Mall Pluit dan Taman Anggrek menyediakan fasilitas seluncur es yang relatif mahal namun cukup populer saat itu.
Sementara Orion Plaza yang dibuka sekitar Juni 1996 terdiri dari empat lantai dan menyediakan luas lantai 16.000 m2 untuk pertokoan, dan tersambung ke Mal Mangga Dua serta ITC Mangga Dua. Trade centre ini juga sebelumnya memiliki hotel mewah bernama Le Grandeur berlantai 12 yang sayangnya tutup sejak tahun 2020. Orion Plaza dikenal masyarakat Jakarta sebagai pusat perdagangan komputer.
Tahun 1997 hanya ada dua mall dan satu trade centre yang memulai operasionalnya di Jakarta – Mall Matahari Daan Mogot dan Puri Indah Mall, keduanya di Jakarta bagian barat. Mall Matahari adalah yang pertama hadir pada bulan Januari 1997, punya karakter sama dengan Slipi Jaya Plaza atau Arion Mall, yaitu melayani masyarakat sekitar. Awalnya, mall ini menarik nama-nama yang sedikit familiar dan menasional seperti Yogya Department Store, Hero Supermarket, Toko Buku Gunung Agung, Timezone dan bioskop 21; namun gegara dibakar ditengah kerusuhan 1998, mal ini tutup sebagian selama empat tahun sampai renovasinya usai pada 2002.
Kedua adalah ITC Ambassador Mall, salah satu trade center lain, yang lokasinya jauh lebih strategis dan elit. Merupakan proyek Duta Pertiwi berikutnya, Ambassador memiliki empat lantai dan menyediakan 305 kios khusus untuk Ambassador sendiri. Kemungkinan mall ini mulai beroperasi sejak November 1997.
Dan yang terakhir adalah Mall Puri Indah milik kelompok bisnis Antilope Madju. Ia juga buka di bulan November 1997, ditengah-tengah lesunya kondisi perekonomian nasional buntut krisis moneter yang terjadi secara bersamaan setelah dibukanya mall tersebut. Mal berlantai tiga ini menyediakan luas lantai pertokoan sebesar 175 ribu meter persegi, ditempati oleh nama-nama besar seperti Gramedia, Galeri Keris, Cahaya Department Store dan ACE Hardware. Mall Puri Indah juga menyediakan taman bermain Puri Land, yang dinaungi oleh kubah, dikelilingi oleh mosaik kaca bertajuk “Kapal Layar di Tengah Lautan” karya Drs. Eddy Noor fengan keliling 63 meter dan tinggi 9 meter (luas total 567 meter persegi).
Dengan krisis moneter, mal-mal yang sejatinya akan menggelar dagangnya pada awal paruh pertama dasawarsa 2000 harus menahan diri dulu. Bahkan pengembang lama harus melego asetnya ke pengembang lain atau masuk UGD Badan Likuidasi Bank Indonesia dan pada akhirnya dijual juga.
Trade Centre, Pasaraya dan Pluit mengalami masa sulit
Diantara mal-mal yang berdiri dalam tempo 3 tahun sendiri, hampir semua mall yang berdiri di tahun-tahun tersebut bisa disebut cukup sukses, menarik banyak pengunjung serta penghuni baru yang menggantikan penghuni sebelumnya.
Sebagai mall papan menengah ke-atas, baik Mall Taman Anggrek, Summarecon Mall Kelapa Gading, Plaza Senayan dan Mal Puri Indah, mal tersebut masih bisa menarik perhatian baik pengunjung maupun pengusaha yang menjajakan dagangannya. Trade Centre, dikala kemunculannya masih bisa menarik beberapa pedagang tematik, namun dengan perkembangan zaman yang tidak menguntungkan mereka, lambat laun – per dasawarsa 2010an dan 2020an – mulai lesu. Jadi, tulisan ini ada bias mall menengah-atas.
Oke, bagaimana dengan penghuni terbaru mal-mal tersebut, dan bagaimana perubahannya? Perluasan kedua MKG memang tidak banyak, Marks & Spencer minggat tetapi bioskop XXI hadir menyapa pengunjung di MKG 2 sekarang, sementara Sogo masih bercokol kuat disini. Sukses MKG 2 membuat Summarecon terpancing memperluas Mall Kelapa Gading dengan membangun 2 tahap lagi. MKG 3 dan 5 kami bahas di bagian empat.
Plaza Senayan juga selalu mengalami evolusi tenant. Dulu ada Hero, sekarang Foodhall. Selain itu terdapat bioskop XXI, Guess, Zara, Louis Vuitton, Planet Sports Asia, Omega, Kate Spade, Michael Kors, Montblanc, Gucci, Dior, Bvlgari, dan lain sebagainya (kami agak malas menghitung tenant mana-mana saja yang hadir) yang diantaranya memperkokoh status kelas atas mal ini. Alias saingan ketat Plaza Indonesia dan Pondok Indah Mall.
Pasaraya Blok M adalah yang paling sial. Seibu tutup akibat krismon 1998, disusul Best Denki dan Maruzen. Tahun 2000an Agis Electronics, Toys R Us, Kidz Station serta Hero Supermarket pernah mengisi Pasaraya; disamping Pasaraya itu sendiri. Tahun 2015, mereka sempat mendatangkan Matahari Department Store, tetapi hanya bisa bertahan dua tahun karena terus-menerus merugi. Tahun 2018 mereka juga sempat mendatangkan Carrefour yang akan berganti nama menjadi Transmart, sekaligus mengubah peruntukan sebagian pertokoannya menjadi kantor.
Dari golongan tahun 1996, lebih kompleks. Mall Taman Anggrek lebih berwarna dan kompleks karena perubahannya banyak yang kami tidak hitung. Saat ini ia dihuni oleh nama familiar seperti Metro Department Store, bioskop XXI, supermarket Hero, Ace Hardware, hingga Uniqlo. Terbaru, Matahari, setelah beberapa kali berganti identitas dari Galleria hingga Parisian dan sempat tutup sehingga memicu spekulasi akan lesunya dunia ritel nasional, kembali buka mulai April 2022 dan bersamaan dengan itu juga dibuka toko furniture Swedia bernama IKEA.
Pluit Village sempat berjaya dikala ada nama-nama Amerika seperti Wal-Mart dan nama lokal nan beken macam Mega M/Matahari dan sempat dihuni oleh Carrefour/Continent, Best Denki dan toko satu harga Valu$. Namun perkembangan zaman dan juga persaingan dengan mal-mal lain, terutama di kawasan Pantai Indah Kapuk, membuat pamor Pluit Village sempat turun. Kami tidak tahu kapan tepatnya seluncur es Mega Mall Pluit/Pluit Village tutup. Kini Amazone, Batik Keris, Mr. DIY, Cinepolis dan Transmart mengisi ruang pertokoannya, bersama dengan beberapa tenant rumah makan lainnya; lebih mirisnya ruang pertokoannya sudah menjadi sekolah dan gereja.
Mal-mal yang lahir di tahun 1997 nasibnya masih lebih baik. Pasca-huru-hara sosial-ekonomi-politik Mei 1998, Matahari Mall Daan Mogot masih bisa menarik beberapa tenant seperti pemberi namanya, departemen store dan supermarket Matahari, Ace Hardware, New Home Centre dan bioskop XXI. Supermarket Matahari selanjutnya berganti menjadi Hypermart yang juga seinduk.
Sedang Puri Indah Mall pada tahun 2012 menambah gedung perluasan yang desainnya menyimpang dari tema Victoria mall berlantai tiga itu. Tetapi, lebih banyak nama beken yang hadir seperti Metro Department Store, ACE Hardware, Supermarket Hero, Gramedia, Informa, Batik Keris, Miniso, bioskop XXI hingga Celebrity Fitness. Namun, sejak 2022, Puri Land tutup dan sekarang terpecah menjadi tiga yaitu Funworld, Fun City dan Kidzlandia.
Kesimpulan Bagian III Sejarah Pusat Perbelanjaan Jakarta
Pada dekade-dekade menjelang krisis moneter, kebanyakan mall yang hadir di Jakarta berukuran besar, luas, berlantai banyak, menyediakan banyak fasilitas hiburan serta mendatangkan nama-nama internasional baru. Di era ini, trade center mulai semakin terlihat. Lebih sedikit mall yang berdiri di dalam lingkup Daerah Khusus Jakarta karena di masa ini, investor dan pengembang mulai melirik daerah pinggiran.
Referensi tambahan
Sebagian atau seluruh tulisan ini disarikan dari artikel mal-mal yang sudah ditulis SGPC.
- “Bonus: Mal dan Gaya Belanja.” Majalah Properti Indonesia No. 27, April 1996.
- Agung Tianara; Bestina Virgiati (1996). “Asyiknya Berseluncur di Atas Es.” Majalah Femina No. 41/XXIV, 17 Oktober 1996, hal. 78-81
- Joko Yuwono; Herman Syahara (1994). “Berpacu menjadi yang terbesar.” Majalah Properti Indonesia No. 11, Desember 1994, hal. 46-47
- Herman Syahara (1995). “Pergeseran Konsep dan Lokasi.” Majalah Properti Indonesia No. 12, Januari 1995, hal. 90
Tinggalkan Balasan