Pusat Perbelanjaan Mal Kelapa Gading yang dikelola oleh Summarecon Agung di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, berkembang sejak tahun 1990an dan kini menjadi salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta Timur. Terbagi ke dalam lima tahap, Mal Kelapa Gading, atau sekarang bernama Summarecon Mall Kelapa Gading, memiliki luas lantai mencapai 150 ribu meter persegi, hotel Pop dan Harris serta apartemen The Summit, melayani pengunjung kelas menengah-atas yang mendominasi kawasan pemukiman yang dikembangkan oleh Summarecon sejak 1977.
Summarecon Mall Kelapa Gading bertempat di kawasan Sentra Kelapa Gading (dahulu Blok M Kelapa Gading), sebuah kawasan yang direncanakan sebagai kawasan niaga oleh Summarecon dan memiliki sejarah panjang selama hampir 40 tahun, 35 tahun diantaranya didominasi keberadaan pusat perbelanjaan ini. Perencanaan kawasan ini diberikan kepada beberapa firma arsitektur yang berbeda-beda, dalam tiga tahap yang tercapai dalam waktu 18 tahun, dengan selesainya pembangunan ekstensi MKG 3 bernama MKG 5.
Soal sumber, mayoritas disarikan dari buku “Creating Land of Golden Opportunity” oleh Hermawan Kartajaya dari Markplus & Co. sebagai anchor text, dipadukan dengan arsip harian KOMPAS, Bisnis Indonesia, Berita Buana dan Media Indonesia, majalah Konstruksi dan sumber dari Sejarah Pusat Perbelanjaan Jakarta bagian IV yang sampai saat ini tidak terbit, ke dalam artikel tersendiri untuk Summarecon MKG.
Penelusuran kilat
Kelapa Gading Plaza/Mall Kelapa Gading 1 (1987-1990)
Cikal bakal Mal Kelapa Gading sebenarnya adalah proyek Blok M Kelapa Gading yang direncanakan oleh Summarecon Agung pada bulan Agustus 1985, diawali dari keinginan Soetjipto Nagaria, pendiri Summarecon, untuk memiliki sebuah “Blok M Kebayoran Baru” untuk kawasan yang dikembangkannya, sekaligus menjadi mesin pencetak laba bagi pengembang spesialis konversi rawa-rawa itu. Saat itu, Blok M di Kebayoran dikenal sebagai kawasan pertokoan yang ramai, hip bagi kalangan muda dan mewah, dikomandoi oleh Aldiron Plaza, Pasar Melawai dan Pasaraya Sarinah Jaya (sekarang Pasaraya Big & Beautiful).
Tahap awal dibangunnya “Blok M” ala Summarecon alias Sentra Kelapa Gading terdiri dari pasar mandiri, pusat jajanan dan minimarket. Pada tahun 1987, bermodalkan sukses minimarket tersebut, Summarecon, melalui anak perusahaannya bersama dengan pengelola minimarket setempat Benny Lucman, membentuk Diamond Supermarket. Supermarket tersebut mendapat jatah lokasi di Blok M Kelapa Gading, dan dibangun dalam waktu satu tahun dari 1987 ke 1988. Sukses Diamond Supermarket membuat Summarecon terdorong untuk melangkah lebih jauh: bangun pusat perbelanjaan. Beruntung, pondasi gedung Diamond dirancang mampu menopang bangunan berlantai 3. Maka, berdasarkan fakta tersebut, pendataan versi SGPC menganggap MKG1 sudah dibangun sejak 1987.
Ide Soetjipto itu akhirnya terbayarkan dengan dimulainya pembangunan Kelapa Gading Plaza (KGP) di Diamond Supermarket pada akhir tahun 1988. Menghabiskan waktu setahun dan investasi Rp. 14 milyar (nilai 1990) untuk dibangun, KGP akhirnya diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Wiyogo Atmodarminto, pada 24 Maret 1990. Dalam sambutan peresmiannya, Wiyogo lebih menekankan peran serta mall sebagai sarana yang memfasilitasi perdagangan masyarakat dan profesionalisme dalam pengelolaan mal. Tahap pertama mall ini dirancang oleh tim arsitek dari Enviro-Tec Singapura (sekarang berpusat di Indonesia) dan dibangun oleh Nusa Kirana dan Jaya Konstruksi.
Sebagai rookie dalam pengelolaan pusat perbelanjaan, Summarecon menjadikan KGP tempat mereka belajar mengelola pusat perbelanjaan sendiri, bahkan kelenger dengan calon tenant kelas kakap yang meremehkan Kelapa Gading Plaza ketika disodorkan tandatangan persetujuan pembukaan gerai di sana. Saat itu, KGP merupakan pusat perbelanjaan komunitas yang dihuni kebanyakan oleh toko-toko lokal yang dibuka usahawan asli Kelapa Gading, total 140 buah. Penghuni tingkat atas KGP/MKG1 di awal dibangun adalah Diamond sendiri, toko buku Gramedia, bioskop 21 Gading, Pizza Hut hingga Metro Jewellery.
Saat diwawancarai harian KOMPAS, pihak Nusa Kirana (milik Zaelani Zein, salah satu pendiri Summarecon Agung) yang memborong konstruksi gedung tersebut, mengatakan bahwa pusat perbelanjaan tersebut mengincar komunitas di daerah Koja, Tanjung Priok dan Pulogadung, tak hanya Kelapa Gading. Kepada Berita Buana, Zein mengatakan bahwa Kelapa Gading Plaza akan dibangun dalam tiga tahap.
Pernyataan Zaelani tepat. Dalam catatan tim penulis Markplus, pengunjung Kelapa Gading Plaza datang dari Jakarta Timur, Bekasi hingga paling jauh dari Kebayoran Baru, ironis mengingat kawasan mereka punya Blok M yang saat it masih termasyhur sebagai tempat anak muda berkumpul. Terkait pembangunan tahapan-tahapan KGP yang dibeberkan Zaelani ke Berita Buana, hal ini tercapai dalam waktu 18 tahun, yang bisa anda baca lebih dalam lagi di artikel SGPC ini.
Berkat ramainya minat masyarakat Jakarta Utara dan Timur pada Diamond Supermarket & Department Store, walau dengan segala keterbatasannya, Summarecon, pada tahun 1992, memutuskan memperluas Kelapa Gading Plaza.
Sejak tahun 2007, Star Department Store dan Ranch Market menggantikan Diamond yang meninggalkan MKG1 yang ironisnya telah membesarkan supermarket yang awalnya milik Summarecon itu sekaligus membesarkan Mall Kelapa Gading keseluruhan.
Penghuni kunci: Farmer’s Market, Star Department Store, Toko Buku Gramedia
Data dan fakta
Nama lama | Kelapa Gading Plaza |
Alamat | Jalan Boulevard Raya Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jakarta |
Arsitek | Enviro-Tec |
Pemborong | Jaya Konstruksi Nusa Kirana |
Lama pembangunan | 1987 – 1990 |
Diresmikan | 24 Maret 1990 |
Jumlah lantai | 3 lantai |
Biaya pembangunan | Rp. 14 milyar (1990) Rp. 181,5 milyar (inflasi 2021) |
Mall Kelapa Gading 2 (1992-1995)
Dengan Diamond Supermarket & Department Store memperluas tapak tambah lagi loket kasirnya di KGP/MKG1, menjadi sinyalemen betapa ramainya Kelapa Gading Plaza saat itu. Tetapi di tahun 1992, tahun yang sama Diamond memperluas ruang dagangnya, Summarecon memanggil sebuah konsultan untuk jajak permintaan (demand survei) dan mengungkap tingginya permintaan untuk sebuah pusat perbelanjaan di Kelapa Gading, sehingga pembangunan mal kedua diperlukan.
Perluasan itu terdiri dari pusat perbelanjaan seluas 40 ribu m2 berlantai 3 serta gedung parkir berlantai enam, dirancang oleh tim arsitek dari Rice Daubney bersama dengan Kiat Karsindo. Pembangunannya sendiri dimulai dari bulan November 1993, setelah melewati setahun lebih perancangan. Proyek tersebut, dibangun oleh Dimensi Engineering Contractors, selesai dibangun pada tahun 1994 dan pada bulan Mei 1995, mulai dibuka untuk umum.
Penghuni pusat perbelanjaan saat itu terdiri dari Sogo, Marks & Spencer, merek-merek busana ternama hingga toko elektronik. Soal Sogo di MKG2, hal ini muncul karena Yaohan, digadang-gadang akan memperlebar keberadaannya di Indonesia, terbelit masalah keuangan (saat perluasan kedua MKG dibuka, Yaohan di Atrium Senen baru saja tutup), sehingga Summarecon harus mencari tenant baru yang mau ke MKG. Sogo yang juga mengincar pasar Kelapa Gading, akhirnya sepakat masuk MKG.
Transformasi yang dilakukan terhadap Mal Kelapa Gading, awalnya bernama Kelapa Gading Mall sebelum Indonesianisasi nama instalasi real estat, dilakukan tak hanya lewat mendatangkan penghuni baru buat MKG2, tetapi juga membenahi MKG1 sekaligus profesionalisasi pengelolaan mall Summarecon. Hal tersebu menjadikan MKG mal dengan pengelolaan terbaik se-Jakarta, dan menjadi yang terbesar dengan luas lantai 70 ribu m2. Mal ini juga meningkatkan keadaan keuangan Summarecon. Transformasi yang sama mengubah MKG menjadi pusat perbelanjaan gaya hidup dan rekreasi masyarakat.
Penghuni kunci: Sogo Department Store, bioskop XXI
Data dan fakta
Alamat | Jalan Boulevard Raya Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jakarta |
Arsitek | Rice Daubney (arsitektur) Kiat Karsindo Consultants (architect of record) Taylor Thomson Whitting (struktur) Wiratman & Associates (struktur) |
Pemborong | Dimensi Engineering Contractors |
Lama pembangunan | November 1993 – akhir 1994 |
Diresmikan | Mei 1995 |
Jumlah lantai | 4 lantai |
Gading Food, Mal Kelapa Gading 3 dan La Piazza (2000-2009)
Peleburan Gading Food ke MKG dan renovasi
Gading Food City alias pusat kedai makan serba ada Kelapa Gading sebenarnya sudah ada di kawasan Sentra Kelapa Gading paling lama sejak 1983-an setelah Soetjipto and the gank (Budi Susanto dan Thomas Tjandrakusumah) mengajak beberapa pedagang makanan dan minuman dari Pecenongan untuk membuka usahanya di kawasan Summarecon Kelapa Gading, ditambah dengan dibukanya sebuah pujasera kecil-kecilan di Susana Supermarket (di Jalan Summagung III, sekarang tidak berbekas). Pujasera di sentra Kelapa Gading alias Blok M-nya sendiri sudah ada sejak 1986.
Pada tahun 1989, pujasera Gading Food City melebur ke Kelapa Gading Plaza, dengan luas tiga kali lebih besar, dan direnovasi lagi pada bulan November 2000. Gading Food City menyediakan serbaneka kuliner baik dari dalam maupun luar negeri dan menyediakan fasilitas outdoor untuk mengadakan acara musik, dan sering dipromosikan sebagai salah satu oase dari penatnya ibukota Jakarta.
Mal Kelapa Gading 3 dan perluasannya………
Summarecon belum berencana mengembangkan ekspansi terbarunya setelah MKG2 dibangun bahkan di saat krismon. Pada bulan Mei 1999, Mall Kelapa Gading malah membangun lapangan golf mini (driving range) bernama Kelapa Gading Driving Range, dengan harapan memberi pengalaman belanja dan bermain golf dalam satu tempat. Konsep ini diminati masyarakat setempat, tetapi karena Summarecon ingin memperluas MKG, Gading Driving Range pun harus disingkirkan.
Proyek ini dimulai pembangunannya pada bulan Oktober 2001, dengan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso memancangkan tiang pertamanya. Tahap ketiga (dan ekstensi tahap 3 alias MKG5) MKG dirancang oleh Cadiz International bersama dengan Perentjana Djaja, dengan lima konsep yang berbeda.
Pembangunan tahap ketiga selesai dibangun pada tahun 2002; soft opening dilaksanakan pada bulan November 2002 dan diresmikan dalam grand opening oleh Gubernur Sutiyoso pada 10 April 2003. Dengan selesainya gedung perluasan ketiga ini, luas lantai MKG menjadi 130 ribu meter persegi, penambahan 60 ribu m2 dari kedua mal yang sudah ada terlebih dahulu, belum termasuk parkiran yang mencapai 68 ribu m2.
Sementara MKG5, sering disebut dengan tahap kelima atau ekstensi MKG3, mulai diperluas pada tahun 2005 dan selesai dibangun sekitar tahun 2008, memberi tambahan luas lantai mal 12 ribu m2. Tetapi hotelnya yang berlantai 16 (12 hotel saja + 4 mall) dan memiliki luas lantai 21.300 m2 belum dioperasikan hingga pada akhirnya Summarecon meneken kerjasama dengan Tauzia Hotel, pemegang merk Hotel Harris, pada tanggal 2 November 2009. Hotel 319 kamar (sekarang 307) tersebut diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pada tanggal 12 Mei 2010, melengkapi keempat tahap pembangunan Mall Kelapa Gading.
Dengan adanya Mall Kelapa Gading 3, pusat perbelanjaan tersebut sempat memiliki skema penempatan penghuni yang strategis, yaitu mengelompokkan penghuni dengan produk yang mereka tawarkan ke dalam salah satu konsep alias tema. Pertama, ruang busana dikelompokkan ke The Catwalk (bursa busana butik karya anak bangsa), Bridal World (khusus pakaian pengantin) dan FashionHub (menyasar kalangan anak muda yang dipengaruhi budaya Otaku Jepang), dan kedua, budaya gastronomi alias budaya makan, dilebur ke food court Food Temptation (lantai 4, untuk masakan nusantara) dan Gourmet Walk (lantai 1 untuk hidangan internasional).
Penghuni kunci: Lakon, H&M, Zara, Hush Puppies, Paperclip, Timezone, Planet Sport, Telkomsel, Best Denki
Data dan fakta
Alamat | Jalan Boulevard Raya Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jakarta |
Arsitek | Cadiz International (arsitektur) Perentjana Djaja (architect of record) |
Lama pembangunan (tahap 3) | Oktober 2001 – November 2002 |
Lama pembangunan (tahap 5) | 2005 – 2008 |
Diresmikan (tahap 3) | 10 April 2003 |
Diresmikan (tahap 5 + hotel) | 12 Mei 2010 |
Jumlah lantai | 16 lantai 1 basement |
Jumlah kamar | 307 |
La Piazza
La Piazza adalah tahap berikutnya dalam pengembangan Mal Kelapa Gading. Berbeda dengan komponen MKG lainnya, pengembangan yang berlokasi di selatan Gading Food City ini mengusung konsep pusatnya gaya hidup, mirip dengan eX Plaza Indonesia yang juga hadir di tahun 2000an, dengan plazanya sebagai daya jualnya. La Piazza, bahasa Italia dari “Plaza”, dirancang oleh tim arsitek dari Bias Tekno Art Kreasindo dengan Sardjono Sani sebagai perancang kuncinya, mengusung langgam arsitektur avant garde, kata pengamatan Markplus & Co.
La Piazza dibuka untuk umum pada tanggal 31 Desember 2004. Saat dibuka, pusat gaya hidup seluas 22 ribu m2 dihuni tidak oleh sembarang penghuni, tetapi oleh usaha-usaha terpilih yang memenuhi syarat yang ditetapkan Summarecon, dan penampilannya harus sesuai dengan visi-misi La Piazza.
Di dalam La Piazza terdapat pelataran alias plaza, yang sudah disebut di paragraf subbab ini sebagai nilai jual gedung ini, seluas lima ribu meter persegi, berfungsi sebagai tempat acara diadakan dari konser hingga nobar pertandingan sepak bola. Di dalam pelataran ini, terdapat gedung berbentuk prisma bernama La Prisma.
Pada tahun 2013, salah satu outlet La Piazza, Bangkok 69, terbakar, hanya menyebabkan kerugian 15 juta rupiah. Setelah empat tahun sempat ditutup secara senyap, per November 2023 komponen tersebut dibuka kembali setelah menjalani renovasi yang dirancang oleh Sonny Sutanto Architects; hanya ada dua tenant yang tercatat iaitu OH! SOME dan Uniqlo yang sekaligus membuka layanan khusus “vermak” pakaian.
Data dan fakta
Alamat | Jalan Boulevard Raya Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jakarta |
Arsitek | Ir. Sardjono Sani, M. Arch (Bias Tekno Art Kreasindo, arsitektur) |
Selesai dibangun | 2004 |
Diresmikan | 31 Desember 2004 |
Jumlah lantai | 3 lantai |
Apartemen The Summit dan Hotel Pop! Kelapa Gading
Terpisah dari pembangunan kawasan Mall Kelapa Gading secara umum tetapi menjadi bagian dari Sentra Kelapa Gading adalah apartemen The Summit, dan Hotel Pop! yang semakin melengkapi kepengelolaan Tauzia Hotels di hotel-hotel kawasan Sentra Kelapa Gading setelah Hotel Harris.
Apartemen The Summit (2005-2007)
Pembangunan The Summit, apartemen kelas atas yang berlokasi di dalam Sentra Kelapa Gading, dimulai pada bulan Oktober tahun 2004, dengan Decorient Indonesia sebagai kontraktornya. Bagi Summarecon sendiri, apartemen kelas atas tersebut diplot sebagai ikon Sentra Kelapa Gading dan juga ikon perseroan sendiri, karena bersaing dengan apartemen-apartemen sejenis yang kebanyakan berkerumun di tengah kota Jakarta. Pangsa pasarnya, menurut ProLease, menyasar keluarga menengah ke atas dan kalangan profesional.
Dirancang oleh biro arsitektur asal Singapura Ong & Ong bersama dengan architect of record-nya Bias Tekno Art Kreasindo dengan langgam arsitektur kontemporer yang minimalis dan tropis. The Summit dibagi menjadi dua blok, “dinamai setelah gunung tertinggi di dunia,” yaitu Alpen (sebenarnya ini pegunungan, bukan gunung) dan Everest. Kedua blok ini dibagi lagi menjadi sub-blok agar ventilasi silang dan pemandangan menjadi makin optimal. Secara properti, apartemen berlantai 24 itu memiliki 386 unit hunian; 118 diantaranya adalah unit berlantai dua alias loft alias maisonette, dalam bahasa properti zaman Ratu Plaza. Secara fasilitas apartemen The Summit, selain pusat kebugaran, kolam renang dan taman bermain anak, juga dilengkapi dengan perpustakaan hingga tempat bermain.
Konstruksi The Summit tutup atap pada 26 April 2006 dan selesai keseluruhan pada 31 Maret 2007, dengan diserahkannya kunci kepada perwakilan penghuni apartemen oleh Summarecon. Pembangunan apartemen ini ditaksir mencapai Rp. 370 milyar (2006).
Data dan fakta
Alamat | Jalan Boulevard Raya Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jakarta |
Arsitek | Ong & Ong (arsitektur) Bias Tekno Art Kreasindo (architect of record) Davy Sukamta & Partners (struktur) |
Pemborong | Decorient Indonesia |
Lama pembangunan | Oktober 2004 – Maret 2007 |
Jumlah lantai | 24 lantai 2 basement |
Jumlah unit | 386 |
Biaya pembangunan | Rp 370 milyar (2006) Rp 717 milyar (inflasi 2021) |
Hotel Pop! Kelapa Gading (2012-2014)
Hotel Pop! (Agoda/Booking) adalah gedung terakhir yang saat ini terbangun di kawasan Summarecon Mall Kelapa Gading. Tidak banyak data yang bisa didapatkan dari hotel berlantai 17 yang memiliki 266 kamar ini, kontraktor oleh PT Gelora Bangun Lestari, tutup atap pada November 2013 dan dibuka setahun kemudian. Hotel Pop! menyasar kalangan pebisnis dan yang ingin irit biaya menginap, dan dibangun sebagai respon atas ramainya Hotel Harris diawal-awal operasionalnya.
Ingin penginapan yang lebih murah? Cek hotel lainnya di sekitar Summarecon Mall Kelapa Gading di Booking dot com
Referensi
- Hermawan Kartajaya; Yuswohady; Mathilda M.F. Christynar (2005). “Creating Land of Golden Opportunity: 30 Tahun Perjalanan Summarecon dari Rawa-rawa Menjadi Kota Penuh Warna.” Jakarta: Markplus & Co. ISBN 979-99065-5-5.
- Bagian 1, bab 2: Perjalanan Summarecon 1985-sekarang, hal. 45-85
- Bagian 3, bab 7: Sentra Kelapa Gading, hal 189-216
- Halaman resmi Summarecon:
- Annual Report 2005, diarsip 3 April 2013, hal. 31
- Annual Report 2007, diarsip 3 April 2013, hal. 42, 64
- Annual Report 2010, diarsip 3 April 2013, hal. 63
- Annual Report 2014, diarsip 14 Januari 2019, hal. 31
- Annual Report 2020, diakses 14 Agsutus 2021, hal. 49
- Profil Gading Food City, diarsip 29 Desember 2001
- Halaman resmi Mal Kelapa Gading:
- Tentang MKG, diarsip 13 Februari 2005
- Tentang MKG, diarsip 13 Maret 2016
- Tentang MKG, diakses 14 Agustus 2021 (arsip)
- H (1990). “Harapan Gubernur Wiyogo: Bulan Puasa, Semua Saling Menghormati.” KOMPAS, 26 Maret 1990, hal. 3
- Saptiwi Djati Retnowati (1994). “Info Proyek: Kelapa Gading Mall 2000”. Majalah Konstruksi No. 190, Februari 1994, hal. 95
- Halaman resmi Cadiz International, diarsip 8 Agustus 2003
- Halaman resmi Perentjana Djaja, diarsip 30 April 2017
- Dikky Setiawa (editor) (2009). “Summarecon Gandeng Harris Kembangkan Bisnis Hotel.” KONTAN, 3 November 2009. Diakses 14 Agustus 2021 (arsip)
- ksp (2009). “Hotel Harris Segera Hadir di Kelapa Gading.” KOMPAScom, 19 November 2009. Diakses 14 Agustus 2021 (arsip)
- Moch Harun Syah (2013). “La Piazza Kelapa Gading Kebakaran, Kerugian Sekitar Rp 15 Juta.” Liputan 6 SCTV, 29 Juli 2013, diakses 14 Agustus 2021 (arsip)
- Esti Sawitri; Marcel Ignatius; Imelda Anwar et al (2007). “Indonesia Apartment: Design, Concept, Lifestyle.” Jakarta: PT Griya Asri Prima/ProLease. Halaman 108-115
- Yuni Astutik (2013). “POP! Hotel Tambah 1 Jaringannya di Kelapa Gading.” Okezone, 29 November 2013. Diakses 15 Agustus 2021 (arsip)
- “Summarecon Kejar Ekspansi Hotel.” KONTAN via Tribunnews, 21 November 2014. Diakses 15 Agustus 2021 (arsip)
- Bias Tekno Art Kreasindo (2006). “La Piazza Jakarta.” Indonesia Design Vol. 3 No. 12, 2006, hal. 59-63
- B-8 (2006). “Topping-Off” Apartemen The Summit.” Suara Pembaruan, 26 April 2006, diakses via Skyscrapercity
- Yuli Andyono; Ferihan Aditya; Widya Suharnoko (2006). “Indonesia Shopping Centers: Design, Concept, Lifestyle.” Jakarta: PT Griya Asri Prima/ProLease. Halaman 67-71
- as (1990). “Kelapa Gading Plaza senilai Rp. 14 milyar segera diresmikan.” Bisnis Indonesia, 19 Maret 1990, hal. 8
- mi-44 (1990). “Kelapa Gading Plaza Beroperasi 24 Maret.” Media Indonesia, 19 Maret 1990, hal. 3
- mi-44 (1990). “Gubernur Resmikan Kompleks Pertokoan Kelapa Gading Plaza.” Media Indonesia, 26 Maret 1990, hal. 9
- P-Hnd (1990). “Gubernur Wiyogo Atmodarminto Resmikan Kelapa Gading Plaza.” Berita Buana, 26 Maret 1990, hal. 6
- Marvellyno Vedhitya (2023). “Re-Uniqlo Studio pertama di La Piazza Kelapa Gading.” Marketeers, 8 November 2023. Diakses 16 Desember 2023 (arsip)
Leave a Reply