Google Translation avaliable here. Use at your own risk; some translation may be incorrect or misleading:

Kunjungilah Trakteer SGPC untuk mendapatkan konten-konten akses dini dan eksklusif, serta mendukung blog ini secara saweran. Support us through SGPC’s Trakteer and get early access and exclusive content.

Pusat Grafika Indonesia (Pusgrafin) adalah nama lama dari Politeknik Negeri Media (Polimedia) sebelum 2008 yang saat ini berdomisili di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, nyaris dekat dengan kampus Universitas Indonesia. Nyaris sama dengan Polimedia sekarang, Pusgrafin merupakan instansi yang bertugas menyediakan pendidikan di bidang percetakan dan kegrafikaan. Tetapi Polimedia punya wewenang lebih besar dalam pendidikan media, tak melulu percetakan dan grafika.

Pusgrafin yang dibahas di Setiap Gedung Punya Cerita adalah gedung lamanya yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto Kav. 42-43, berdekatan dengan kantor Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan Kedubes Hungaria. Sekarang, gedung satu struktur tersebut sudah dipecah menjadi dua kavling dan ditempati oleh dua usaha yang berbeda dengan nasib yang berbeda jua.

Pusat Grafika Indonesia, 1994
Pusat Grafika Indonesia pada tahun 1994 alias dua tahun sebelum pindah ke Srengseng Sawah. Foto oleh Majalah Konstruksi, November 1994.

Iklan

Sejarah Gedung Pusat Grafika Indonesia: Gedung Soejoedi baru dibangun empat tahun setelah didirikan

Awal dari kelahiran Pusat Grafika Indonesia tak ujug-ujug lahir gedung karya Soejoedi Wirjoatmodjo yang lebih fenomenal. Ketika diresmikan sebagai sumbangan Belanda untuk insan grafika dan percetakan Indonesia pada 26 April 1969 (berdiri secara legal 1967), ia berkantor di Gatot Subroto Kav. 40 alias kantor Dinas Pendidikan DKI Jakarta sekarang. Tetapi karena aktivitas di gedung tersebut sangat terbatas, maka Pusgrafin harus cari lahan baru.

Tak ada catatan kapan sebenarnya gedung baru Pusgrafin di Gatot Subroto Kav. 42-43 dibangun; beberapa sumber seperti Majalah Konstruksi edisi November 1994 dan literatur arsitektur semacam buku Budi A. Sukada mengenai Soejoedi menyebut bahwa proyek Pusat Grafika Indonesia Gatot Subroto bertahun 1971, kemungkinan tahun desainnya. Kita asumsikan saja mulai dibangun di tahun tersebut.

Pembangunannya berlangsung dua tahun dengan asumsi tersebut, yang akhirnya diselesaikan juga dengan bantuan Belanda pada bulan Agustus 1973 sekaligus diresmikan oleh Menteri Negara bidang Kesejahteraan Rakyat (Menegkesra) Prof. Soenawar pada tanggal 20 Agustus 1973. Gedung tersebut bernilai Rp. 117,5 juta (1973), memiliki dua lantai dan menampung beberapa aktivitas baru seperti manajemen, typesetting (penyusunan huruf dengan mesin) dan penjilidan bersama dengan aktivitas eksisting seperti reproduksi dan cetak offset.

Pusat Grafika Indonesia pada tahun 1980 alias dua tahun sebelum pindah ke Srengseng Sawah. Foto oleh Majalah Cipta No. 55/1981.

Namun, aktivitas dunia grafika Indonesia terlalu kencang buat gedung ini, terkhusus sejak Belanda menyerahkan sepenuhnya Pusgrafin kepada Pemerintah Republik Indonesia sejak 25 Maret 1976. Pada bulan Maret tahun 1980, Pusat Grafika Indonesia memulai pembangunan gedung tambahan berlantai dua di belakang gedung rancangan Soejoedi dengan prakiraan biaya Rp. 111,1 juta (1980), yang peletakan batu pertamanya diresmikan oleh Sekjen Departemen Pendidikan & Kebudayaan Umar Ali pada 18 Maret 1980. Direncanakan rampung pada Oktober 1980 setelah menjalani 7 bulan konstruksi, Gubah Laras mencatat bahwa proyek tersebut baru berjalan dari 1982-1983.

Pusgrafin berkegiatan di Jalan Gatot Subroto selama 23 tahun. Tidak ada informasi kapan lembaga pendidikan negeri tersebut pindah ke kawasan Srengseng Sawah, tetapi SGPC menemukan pengumuman di harian Berita Yudha edisi 18 November 1996 yang mengumumkan pelelangan sarana grafika kepada umum, dimana alamat Pusat Grafika Indonesia sudah berlokasi di Srengseng Sawah, serta buku Daftar Nama Alamat dan Pejabat-Pejabat tahun 1992 yang mencatat Pusgrafin masih mengadakan kegiatannya di Gatot Subroto, sehingga klaim Budi A. Sukada di bukunya yang menyebut Pusgrafin Gatot Subroto diambil alih swasta pada 1980an salah besar. Kami rasa aman untuk menyebut Pusgrafin pindah sejak awal 1996 hingga data baru ditemukan.

Pasca-pindahnya Pusgrafin, gedung karya Soejoedi tersebut dijual dan terbelah menjadi Kav. 42 dan Kav. 43. Dalam catatan SGPC, Kav. 42 sebelum 2015 menjadi spa dan klub kesehatan yang kini telah kosong, sementara Kav. 43 ditempati oleh Best Agro Internasional, perusahaan agribisnis kontroversial. Pada tahun 2018, Best Agro menambah gedung berlantai 5 di bekas gedung (gudang) berlantai satu.


Iklan

Arsitektur Pusat Grafika Indonesia memang tiada duanya

Pusat Grafika Indonesia, 1970an. Gedung berbentuk kotak dengan atap datar.
Gedung Pusgrafin pada tahun 1980 atau akhir 1970an. Bisa dilihat celah di antara dua balok yang dinaungi atap “selubung bidang”. Foto oleh Majalah Konstruksi, Oktober 1980

Seperti yang kita bahas sebelumnya, gedung utama Pusat Grafika Indonesia di Jalan Gatot Subroto Kav. 42-43 dirancang sepenuhnya oleh Soejoedi Wirjoatmodjo dari Gubah Laras (karya-karya seangkatan lainnya: Gedung Sekretariat ASEAN, Kedutaan Besar Perancis dan Manggala Wanabakti), dan perluasannya dilakukan oleh biro arsitek yang sama. Dengan gedung yang hanya berlantai dua dengan luas lantai 1.200 m2 menurut halaman resmi Gubah Laras, ia bukan gedung yang menonjol, sebaliknya ia dipandang positif di kalangan arsitektur sebagai sebuah monumen 10-15 tahun setelah kehadirannya.

Itu semua berpunca dari pengolahan bentuknya yang diklaim oleh Budi A. Sukada “orisinalitas proyek ini [Pusgrafin Gatot Subroto] memang tidak ada duanya” karena tidak ada bangunan lain di Indonesia yang menerapkan desain seperti ini. Ia menjelaskan bahwa Soejoedi memosisikan gedungnya ke arah Jalan Gatot Subroto yang saat itu belum bersimpangan dengan Jalan H.R. Rasuna Said dan Jalan Mampang Prapatan, dengan pendekatan “selubung bidang” alias dalam bahasa sederhananya, itu sebenarnya desain atapnya (Perlu dicatat, dalam versi buku Budi A. Sukada, ilustrasi selubung bidang dan persegi panjang tertukar) . Sederhananya,

  1. Dua “selubung” yang ukurannya berbeda disatukan dan menjadi atap yang berjenjang
  2. Atap tersebut diisi dengan empat balok. Dua ditumpuk, satu diciutkan ke dalam untuk memberi kesan melayang, dan ada yang dipisah. Hasilnya, ada celah yang dihasilkan dari pemisahan dua/tiga balok dengan balok itu untuk keperluan pencahayaan. Atau variasi saja? Foto yang discan oleh blog ini bisa menentang penjabaran versi Budi.
  3. Satu balok tertentu bisa mewakili kegiatan kegrafikaan. Konon mirip dengan teknik yang dimainkan arsitek-arsitek di Skandinavia dan Jerman.

Itu semua merupakan spekulasi yang paling masuk akal berdasarkan pandangan mata Budi A. Sukada pada proyek-proyek Soejoedi lainnya yang ada di era 1970an seperti Kedutaan Besar Perancis serta PLTA Sutami di Malang dan konsep selubung berjenjang yang merupakan lanjutan konsep teritisan datar dengan konstruksi cantilever (gantung) yang marak di era 1950an-60an. Pada September 1994, dalam sebuah seminar yang diadakan Ikatan Arsitek Indonesia Jakarta, Han Awal, salah satu peserta seminar, berpendapat bahwa Gedung Pusat Grafika Indonesia adalah sebuah pendopo, merujuk ke atap yang panjang itu.

Karena dianggap memiliki penyelesaian yang baik, penggunaan yang optimal, sederhana dan ekonomis, maka arsitek gedung ini yaitu Gubah Laras menerima penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia dalam kongres IAI di Balai Kota Jakarta pada Oktober 1980 bersama dengan Arkonin (Walikota Jakarta Pusat), Perentjana Djaja (Gedung Pede), Atelier 6 (Dealer Volkswagen Kemayoran, eks. Gedung Datascrip), Encona Engineering (PPM Manajemen) dan Han Awal & Partners (Unika Atmajaya Gedung I.J. Kasimo).

Diantara kedua potongan gedung utama eks Pusat Grafika Indonesia di Gatot Subroto, potongan Gedung Best Agro jauh lebih terawat, walau pihak perusahaan mengisi bagian celah sebagai pintu masuk dan tambahan ruang perkantoran. Sementara di Kav. 42, sebagai klub kesehatan, gedung ini sudah teroplas keseluruhannya dan bahkan pintu masuknya sudah ditutup.


Iklan

Selengkapnya mengenai garis besar gedung era 1950an hingga 1970an dapat anda baca di artikel ini

Data dan fakta

AlamatJalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 42-43 Setiabudi, Jakarta Selatan, Jakarta
ArsitekSoejoedi Wirjoatmodjo (Gubah Laras) (tahap 1)
Lama pembangunan1971 – 1973 (tahap 1)
1982 – 1983 (tahap 2)
Diresmikan20 Agustus 1973 (tahap 1)
Jumlah lantai2 lantai
Biaya pembangunanRp. 117,5 juta (1973), Rp. 11,4 milyar (inflasi 2023) (tahap 1)
Rp. 111,1 juta (1980), Rp. 3,2 milyar (inflasi 2023) (tahap 2)
SignifikasiArsitektur (karya Soejoedi Wirjoatmodjo)

Referensi

  1. Sukada, Budi A. 2012. “Membuka Selubung Cakrawala Arsitek Soejoedi.” Jakarta: Gubah Laras. Halaman 130-131
  2. Rahmi Hidayat (1994). “Karya arsitek Soejoedi: Sarat Makna, berkarakter dan bersejarah.” Majalah Konstruksi No. 199, November 1994, hal. 13-16
  3. Laman resmi Gubah Laras, diarsip 7 Januari 2007
  4. ANTARA (1969). “Pusat Grafika Indonesia dibuka resmi.” KOMPAS, 28 April 1969, hal. 1
  5. ams (1973). “Peresmian gedung baru Pusat Grafika Indonesia.” KOMPAS, 21 Agustus 1973, hal. 4
  6. ms (1976). “Pemerintah Belanda serahkan bangunan dan peralatan Pusat Grafika Indonesia.” KOMPAS, 26 Maret 1976, hal. 1
  7. sts (1980). “Diresmikan, Perluasan Gedung Pusat Grafika Indonesia.” KOMPAS, 19 Maret 1980, hal. 6
  8. “Gedung PGI diperluas.” Suara Karya, 19 Maret 1980, hal. 8
  9. Departemen Penerangan (1992). “Daftar nama dan alamat pejabat-pejabat negara Republik Indonesia.” Jakarta: Departemen Penerangan, hal. 308
  10. Berita Yudha, 18 November 1996, hal. 11 (Pengumuman di pojok kiri bawah)
  11. Mengenal Pusgrafin.” Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Diarsip 23 Agustus 2007
  12. Halaman resmi Politeknik Negeri Media Kreatif, diarsip 31 Desember 2011
  13. “Enam biro arsitek dapat penghargaan.” Majalah Konstruksi, Oktober 1990, hal. 90-92

Video Arsip Nasional Republik Indonesia mengenai Pusat Grafika Indonesia

Lokasi

Kunjungilah Trakteer SGPC untuk mendapatkan konten-konten akses dini dan eksklusif, serta mendukung blog ini secara saweran. Bila anda perlu bahan dari koleksi pribadi SGPC, anda bisa mengunjungi TORSIP SGPC. Belum bisa bikin e-commerce sendiri sayangnya....


Bagaimana pendapat anda......

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *