The Sultan Hotel, dahulu terkenal dengan nama Hotel Hilton Jakarta, adalah sebuah hotel mewah yang berlokasi di pojokan antara Jalan Jenderal Sudirman dan Jenderal Gatot Subroto di Jakarta Pusat. Hotel rancangan tim arsitektur Ed Killingsworth ini, per 2020, memiliki 694 kamar (data Tripadvisor) di tower Lagoon dan tower Garden. Pembangunan gedung-gedung di Hotel Sultan berlangsung secara bertahap mulai 1971 hingga selesai keseluruhan pada tahun 1993 dengan rampungnya tower Lagoon.
Sejarah Hotel Sultan
Data jumlah kamar di bagian artikel ini sering tidak konsisten di setiap sumbernya. Renovasi interior yang tidak tercatat dalam sumber yang didapatkan SGPC juga mempengaruhi jumlah kamar yang dilaporkan dari masa ke masa.
Sayangnya, jalan sejarah Hotel Sultan menjadi sangat kontroversial dan sarat politik setelah Presiden Soeharto mundur pada Mei 1998.
Sebelum 1971, tanah yang sekarang merupakan Hotel Sultan adalah sebuah tanah milik negara untuk Gelora Bung Karno. Gubernur Ali Sadikin menyerahkan tanah tersebut dalam bentuk hak guna bangunan ke keluarga Ibnu Sutowo melalui Indobuildco miliknya. Dalam persidangan kasus korupsi HGU Hotel Sultan, Ali Sadikin baru mengetahui status perusahaan Indobuildco tepat saat Wakil Presiden Sri Sultan Hamengkubuwono IX memberitahu Ali Sadikin perihal perusahaan tersebut.
Pembangunan dilakukan oleh perusahaan Inggris, Cementation Company, yang saat dibangun sudah menjadi bagian dari Trafalgar House. Saat itu, pembangunan Hilton Jakarta adalah Hilton kelima yang dibangun Cementation Company selama beberapa tahun terakhir sebelum tahun 1972. Menurut Killingsworth kepada majalah Architecture California, ketika awal dibangun Hotel Hilton di Jakarta juga menggunakan dana dari Inggris, sehingga material pembangunan dan sumber daya manusianya wajib didatangkan dari Inggris.
Sliga Jaya khusus membangun Executive Club yang menjadi pusat apresiasi arsitektur Indonesia karena bentuk segitiga yang rendah menghasilkan sebuah desain yang apik.
Gedung pertama yang dibangun di kawasan Hotel Hilton, adalah Lanais Lagoon dengan 31 unit dan Indonesian Bazzar, keduanya dibuka pada tahun 1974. Laporan dari surat kabar Suara Karya menyebutkan bahwa lanai (alias rumah Hawaii) menjadi populer di kalangan para pengusaha asing yang berkantor di Jakarta. Selanjutnya adalah Executive Club yang selesai dibangun sekitar bulan November 1975, dan Main Tower yang berlantai 16 selesai dibangun pada tahun 1976, dan operasionalnya dimulai 15 Oktober 1976, diawali dengan operasional 396 kamar. Beberapa kamar belakangan ditambah sehingga hingga pada tahun 1984, Hotel Hilton menjadi 451 kamar.
Pada September 1983, untuk mengantisipasi meningkatnya kebutuhan kamar hotel mewah, Hilton Jakarta membangun perluasan hotelnya, yang diberi nama Garden Tower. Dibangun oleh Shimizu Handara, Garden Tower tutup atap pada 8 September 1984 dan dibuka sekaligus diresmikan pada tanggal 1 Februari 1985 oleh Menteri Pariwisata Postel Achmad Tahir, menyumbang 213 kamar tambahan untuk hotel milik Indobuildco kala itu menjadi 664 kamar. Penthouse di Garden Tower inilah yang sering menjadi tempat menginap orang-orang penting di bidang politik, sosial, kebudayaan hingga olahraga.
Bersamaan dengan dibangunnya Garden Tower, pengelola juga menambah fasilitas seperti restoran grill, perluasan kolam renang dan lapangan tenis dan mempersiapkan konstruksi apartemen kembar. Tak lama berselang, pada bulan September 1985, Indobuildco membangun apartemen kembar Hilton Residences, yang selesai bertahap, 1987 untuk tower pertama dan 1989 untuk tower kedua. Apartemen tersebut adalah yang pertama untuk sebuah Hilton. Beberapa hari setelah apartemen pertama dibuka, Hotel Hilton Jakarta menerima gelar bintang lima berlian dari Departemen Parpostel pada 5 Oktober 1987.
Sebagai penutup pembangunan Hotel Hilton Jakarta, pada 1991, kompleks Lanais Lagoon dihancurkan untuk dibangun Lagoon Tower, dibangun oleh Tatamulia Nusantara Indah. Dengan 489 kamar, Lagoon Tower selesai dibangun pada Juli 1993, dengan total kamar mencapai 1153 buah.
Grup Hotel Singgasana mulai mengelola hotel ini sejak tahun 1996 – sebagai joint venture Indobuildco-Hilton International – menggantikan grup Hilton, menjadikan hotel ini independen dari Hilton. Tetapi, Grup Singgasana tetap merenovasi, memperbarui dan menggunakan nama Hotel Hilton; masing-masing pada tahun 2000 dan 2003, Garden Tower dan Main Tower direnovasi. Lagoon Tower juga direnovasi, tetapi SGPC tidak mendapatkan data pastinya.
Kontrak franchise Hilton yang dihormati Grup Singgasana selama 30 tahun selesai pada Agustus tahun 2006, dan berganti nama menjadi Sultan. Per 2012, jumlah kamar susut menjadi 694, dan dikabarkan Main Tower tidak digunakan walau sulit untuk diverifikasi karena ketiadaan informasi. Pada tahun 2018 dan 2019, masing-masing Golden Ballroom dan penthouse Garden Tower yang ikonik selesai direnovasi.
Sejak tahun 2013, tanah Hotel Sultan diklaim telah dikembalikan ke negara setelah gugatan kasus tanah HGB tersebut dimenangkan negara, tetapi karena beberapa banding dari pihak Indobuildco/Singgasana, pihak Pemerintah Republik Indonesia baru bisa memastikan status tersebut mulai 2023 setelah pengajuan kembali oleh pihak Indobuildco di Pengadilan Tata Usaha Negara ditolak. Selama banding, Indobuildco menunggak kontribusi ke Kementerian Sekretariat Negara selaku tuan tanah kawasan GBK. Sebagai akibat dari kalahnya Indobuildco atas hak tanah hotel ini, Pemerintah berencana akan menyerahkan kontrak baru kepada pihak lain, setelah kontrak pengelolaan saat ini berakhir sekitar Maret-April 2023.
Tentang Hotel Sultan Jakarta
Arsitektur: Proyek terluas Ed Killingsworth
The Sultan Hotel Jakarta, dengan luas mencapai 13,3 hektar, salah satu yang terluas di Asia Tenggara, dirancang oleh Ed Killingsworth, pada tahun 1976 bersama dengan Jules Brady, dan sejak 1982, dibawah nama “Killingsworth, Stricker, Lindgren, Wilson & Associates”. Architect of record untuk Main Tower digarap oleh Atelier 6, terutama Yuswadi Saliya (Archnet: Adhi Moersid) dengan Executive Clubnya yang berbentuk geometris dan simpel. The Sultan Hotel Jakarta menjadi proyek terluas yang dibesut Killingsworth semasa karirnya.
Museum Arsitektur, Seni dan Desain Universitas California Santa Barbara, kurator arsitek Edward Killingsworth, mencatat bahwa saat masih bernama Hotel Hilton Jakarta konsep arsitekturalnya mengusung tradisionalisme Indonesia ke dalam suasana resort; tradisionalisme tersebut dibawa dari penggunaan unsur kerajinan tangan lokal di dalam kawasan ini, mayoritas diterapkan di lantai terbawah dan podium hotel keseluruhan, sementara gedung tingginya didominasi elemen vertikal. Sementara itu hanya penthouse Garden Tower, dan sebagian Lagoon Tower yang berbentuk L yang memiliki balkon. Bersama lanskapnya yang bernuansa resort dan laguna buatan di utara hotel, yang menampilkan arsitektur lokal Indonesia, penerapan ini merupakan titik plus Jakarta Hilton, nama lain lama hotel ini.
Dalam wawancara dengan redaksi majalah Architecture California, Killingsworth mengatakan bahwa lobi bersuasana tradisional tersebut terinspirasi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, karena dianggapnya mewakili kehangatan dan keelokan arsitektur Indonesia. Ide tersebut didukung arsitek interior London (Robinson & Conn), tetapi tim interior Atelier 6 keberatan, sehingga Killingsworth melampiaskan kekesalannya mengenai pandangan arsitek Indonesia yang saat itu terdidik di Eropa atau Amerika namun enggan mengadopsi arsitektur asli Nusantara di majalah terbitan American Institute of Architects cabang Kalifornia itu.
Alasan Ibnu Sutowo menunjuk Ed Killingsworth merancang hotel ini, kepada majalah Swasembada, karena menurutnya arsitek lokal hanya bisa merancang gedung secara estetis tapi tidak memahami tata letak hotel. Atelier 6, architect of record Hilton Jakarta, sebenarnya secara langsung membantah penilaian Sutowo lewat Hotel Nusa Dua Beach yang mereka rancang sendiri, atau rivalnya PRW Architects melalui Hotel Sahid Jaya di tahun yang sama saat Lanais Hilton dibuka.
Pada medio tahun 1974 sampai 1991, Hotel Hilton memiliki cottage lanais. Rumah bergaya modern tersebut memiliki 2 lantai, 31 unit dan berbentuk seperti tangga-tangga balkon miring. Konsep lanais ini diwariskan ke penerusnya yang berlantai 18, untuk 4 lantai terbawah.
Hotel: terdiri dari tiga menara utama
Hotel Sultan (Agoda), dengan pengecualian apartemennya yang sudah dijelaskan secara terpisah, memiliki 3 gedung utama, bernama Main, Garden dan Lagoon; dan beberapa gedung pendukung. Gedung “Main Tower” adalah gedung tinggi pertama yang dibangun di kawasan ini, tetapi adalah gedung ketiga di kompleks keseluruhan karena Lanais Lagoon dan Indonesia Bazaar dibangun duluan pada tahun 1974. Ketika pertama dibangun, gedung ini memiliki 406 kamar. Beberapa versi menyebut 398 kamar, dan saat ini, walaupun sudah dipoles lebih cantik, blok ini seperti belum digunakan kembali.
Sisanya adalah Lagoon Tower dan Garden Tower yang masih digunakan. Keseluruhan keduanya memiliki total 707 kamar, yang terbagi ke dalam 10 kategori kamar (kecuali apartemen). Beberapa kamar memiliki kelebihan masing-masing seperti Lagoon Suite dengan pemandangan GBK dan laguna buatan, pengguna Executive Room yang bisa memanfaatkan lounge eksekutif di lantai 13, Royal Deluxe dan Grand Deluxe yang sama-sama mendapat pemandangan GBK. Lounge Eksekutif juga bisa dimanfaatkan penghuni kamar lain kelas suite. Lanais dengan 42 kamar, kini digabung ke Lagoon Tower.
Kategori Penthouse di Garden Tower adalah kategori paling luas (800 meter persegi), paling mewah dan tereksklusif karena hanya memiliki 1 unit, memiliki fasilitas tiada tandingnya seperti kolam renang rooftop, lounge, balkon dan pemandangan dua arah ke kawasan Sudirman dan Gatot Subroto. Penthouse ini juga bisa digunakan untuk mengadakan pesta, sama seperti ballroom.
Fasilitas yang ditawarkan oleh hotel saat ini, terdiri dari empat rumah makan, dua lounge dan sebuah bar. Soal rumah makan, Sultan Pizzeria yang dibuka kembali pada Agustus 2020 merupakan tempat makan paling bersejarah dan cukup diingat kalangan jetset 1990an di Jakarta, saat masih merupakan sebuah Hilton. Tempat lainnya, Lagoon Cafe dan Lagoon Lounge, menawarkan pemandangan laguna.
Fasilitas lainnya adalah balroom eksklusif seluas 725 meter persegi bernama Golden Ballroom, tenda Lagoon Garden untuk pesta pernikahan dan acara-acara sosial, dan ruang rapat. Di era 1970an, Hotel Sultan juga dikenal dengan Indonesia Bazaarnya, yang menjual barang-barang khas Indonesia. Kini hanya merupakan rumah makan
Dengan luas tanah yang begitu besarnya, hotel ini pasti memiliki banyak fasilitas olahraga: trek jogging 500 meter, 11 lapangan tenis yang bisa diubah menjadi tempat bermain futsal dan voli, dan kolam renang untuk dewasa.
Data dan fakta
Nama lama | Jakarta Hilton Hotel |
Alamat | Jalan Gatot Subroto Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jakarta |
Arsitek | Edward Killingsworth (arsitek) Atelier 6 (architect of record, Main Tower dan eks. Executive Club) |
Pemborong (Main) | Cementation Company |
Pemborong (Garden, J.O.) | Shimizu Corporation Handara Graha |
Pemborong (Lagoon) | Tatamulia Nusantara Indah |
Lama pembangunan (Main) | 1972 – Oktober 1976 |
Lama pembangunan (Garden) | September 1983 – Februari 1985 |
Lama pembangunan (Lagoon) | 1991 – September 1993 |
Jumlah lantai (Main) | 15 lantai |
Jumlah lantai (Garden dan Lagoon) | 16 lantai |
Jumlah kamar | 694 |
Referensi
- “Hotel Hilton Juga di Jakarta”. KOMPAS, 11 November 1972, hal. 13
- AA (1974). “Jakarta Tambah Mewah”. KOMPAS, 21 September 1974, hal. 3
- “Jakarta Hilton Opens”. Indonesia Observer, 15 Oktober 1976, hal. 7
- Francis Handayama (1996). “Lanais Lagoon Tower: Istimewanya Seorang Tamu”. Suara Karya, 16 Juni 1996, hal. 7
- LM (1976). “Jakarta Hilton Opens Today”. Indonesia Times, 15 Oktober 1976, hal. 2
- Mk (1974). “Jakarta Hilton Hotel Selesai Dibangun Agustus 1975”. KOMPAS, 19 Januari 1974, hal. 8
- nmp (1984). “Perluasan Hotel Jakarta Hilton”. KOMPAS, 10 September 1984, hal. 3
- Narliswandi (1989). “Hilton Jakarta Nomor Tiga di Dunia”. Majalah SWAsembada No. 3/V, Juni 1989, hal. 16-17
- Ikatan Arsitek Indonesia (1983). “Buku Ke-1 Karya Arsitektur Arsitek Indonesia.” Jakarta: Ikatan Arsitek Indonesia. Halaman 83-84
- Ary Satriyo Wibowo; Didi Jamaludin; Silawati; Deny Riady (1993). “Pertarungan di Hotel Makin Seru”. Majalah SWAsembada No. 5/IX, Oktober 1993, hal. 26-30
- “Architects of Asia”. Mulgrave, Australia: Images Australia. Halaman 44-45.
“Atelier 6….. Major Projects. ….. Hilton Executive Club, Jakarta 7,200 m2. Hilton Hotel, Jakarta 400 rooms, 14-storey“ - Edward Killlingsworth (arsitek). “Edward Killingsworth: Hilton Jakarta (Jakarta, Indonesia).” UCSB ADC Omeka. Diakses 5 Oktober 2020. (arsip)
- Foto oleh Wayne Thom. Diakses 5 Oktober 2020.
- ir (2006). “Hilton Jakarta Jadi The Sultan“. Detikcom, 22 Agustus 2006. (arsip)
- Dharmawan Sutanto (2013). “Cerita Ali Sadikin Mengaku Tertipu Ibnu Sutowo Soal Tanah Hilton“. Merdeka, 28 Oktober 2013. Diakses 5 Oktober 2020 (arsip)
- Yulistyo Pratomo (2013). “Sudi: Setelah kalah terus, Hotel Sultan 100 persen milik negara“. Merdeka, 4 Januari 2013. Diakses 5 Oktober 2020 (arsip)
- qom/ir (2007). “The Sultan, tetap survive setelah lepas dari Hilton.” Detikcom, 14 Februari 2007. Diakses 5 Oktober 2020. (arsip)
- aru (2006). “Pontjo Sutowo dan Ali Mazi Didakwa Rugikan Negara Rp 1,9 Triliun“. Hukum Online, 4 Oktober 2006. Diakses 5 Oktober 2020 (arsip)
- Laman resmi Atelier 6, diarsip 12 Februari 2010
- Laman resmi Hotel Sultan, diarsip 30 Maret 2012
- Laman resmi Hotel Sultan, diakses 6 Oktober 2020
- Laman resmi Hotel Hilton Jakarta: Renovasi Garden Tower, Renovasi Main Tower, Data Korporat
- Indira Rezkisari (2018). “Perpaduan Modern dan Antik di Ballroom Baru Sultan“. Republika, 13 Agustus 2018. Diakses 5 Oktober 2020 (arsip)
- “Intip Mewahnya ‘Penthouse’ Milik The Sultan Hotel & Residence“. Travelmaker, 21 April 2019. Diakses 5 Oktober 2020. (arsip)
- Laman Tatamulia Nusantara Indah, diarsip 22 Februari 2007
- RO/OL-10(2020). “The Sultan Hotel & Residence Hidupkan Kembali Sultan Pizzeria“. Media Indonesia, 10 Agustus 2020. Diakses 6 Oktober 2020 (arsip)
- cha (2018). “The Sultan Hotel Miliki 1000 Hunian Mewah untuk Asian Games 2018“. Indopos, 20 Maret 2018. Diarsip 23 Agustus 2018
- “Interview: Edward A. Killingsworth, FAIA.” Architecture California Vol. 6 No. 1, Januari-Februari 1984, hal. 20-23. Diakses via USModernist.org
- Dian Erika Nugraheny (2023). “Tiga Kali Menang Lawan Pontjo Sutowo, Pemerintah Akan Kelola Sendiri Hotel Sultan.” KOMPAScom, 3 Maret 2023. Diakses 4 Maret 2023 (arsip)
- Dian Erika Nugraheny (2023). “Pemerintah Konfirmasi Pengelolaan Hotel Sultan oleh Perusahaan Pontjo Sutowo Berakhir.” KOMPAScom, 3 Maret 2023. Diakses 4 Maret 2023 (arsip)
- “Hilton tops off its New Garden Tower” (Hilton Garden Tower tutup atap). Travel Indonesia Vol. 6 No. 10, Oktober 1984, hal. 11
- “Hilton’s new Garden Tower opening in February” (Hilton Garden Tower akan dibuka Februari ini). Travel Indonesia Vol. 7 No. 2, Februari 1985, hal. 8
- “Minister opens Hilton Garden Tower and sports facilites” (Menteri Parpostel resmikan Hilton Garden Tower beserta fasilitas olahraga). Travel Indonesia Vol. 7 No. 3, Maret 1985, hal. 10
- “Top 5-Star rating for Jakarta Hilton” (Bintang lima untuk Jakarta Hilton). Travel Indonesia Vol. 1 No. 3, September 1979, hal. 13-14
Tinggalkan Balasan