Gedung Waskita Heritage adalah sebuah gedung tinggi berlantai 11 di kompleks kantor-kantor BUMN karya/kontraktor dekat simpang susun Cawang, Jakarta Timur. Gedung karya tim arsitek Atelier 6 ini merupakan kantor pusat dari BUMN karya Waskita Karya sejak 1991, dan sebagai kantor pusat BUMN karya seperti Gedung Wika, Hutama Karya, Nindya Karya dan Plaza PP, gedung ini dibangun sendiri oleh Waskita..
Gedung Waskita Heritage, menurut blog ini, merupakan gedung tinggi ketiga (setelah Wisma Hayam Wuruk, Kementerian ESDM, mendahului BI Semarang yang saat itu sedang dalam tahap konstruksi) yang membawa panji arsitektur brutalist di Indonesia, padahal paruh terakhir 1980an dan awal 1990an diwarnai oleh gedung dengan eksterior panel aluminium yang lebih ringan dan modern dibanding beton dan keramik lantai.
Sejarah Gedung Waskita Heritage: Didanai oleh proyek bandara Cengkareng
Ide dari pembangunan kantor pusat Waskita yang berdiri sekarang adalah soal klasik: kantor pusat sebelumnya, di Kebayoran Baru, tak mungkin diperluas, dan lahan parkirnya tak fleksibel karena milik Pemprov DKI. Lahan yang dipilih tidaklah jauh-jauh dari kompleks BUMN konstruksi di Cawang – dekat dengan Indra Karya, Hutama Karya, Yodya Karya dan Wijaya Karya.
Tim arsitek Atelier 6 melaksanakan perancangan gedung ini dari 1984 hingga 1985 dan dibangun secara mandiri oleh Waskita Karya mulai 1988 – menurut penuturan Maryadi Darmokumoro, mantan Dirut Waskita Karya pada 2015 – dan selesai dibangun awal 1991.
Biaya yang dikeluarkan Waskita dalam membangun gedung baru ini sebanyak Rp. 9,5 milyar nilai 1991, di luar sewa perlengkapan dan gaji buruh. Dana tersebut konon berasal dari pendapatan kontrak pembangunan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta yang diterima Waskita Karya.
Gedung Waskita diresmikan oleh Menteri PU Radinal Moochtar pada 5 Juli 1991. Waskita Karya kini mengubah total desain gedung, menghilangkan konteks brutalist bangunan ini, mulai semester kedua tahun 2019. Selain renovasi tersebut, nama gedungnya berubah menjadi Gedung Waskita Heritage.
Arsitektur Gedung Waskita Heritage pakai pencetak beton bekas proyek Halim
Gedung yang perancangannya dimulai di medio 1984 ini memiliki kesan brutalist karena kulit luar, struktur dan dalamnya menggunakan grid pencetak beton yang Waskita beli sendiri untuk proyek Halim Perdanakusuma, yang tidak jadi digunakan karena sesuatu hal dan akhirnya disimpan Waskita sewaktu-waktu dibutuhkan kembali.
Grid inilah yang memberi keluwesan dalam mengatur ruang dan bisa dikembangkan ke dalam modul-modul komponen eksterior maupun interior bangunan termasuk penempatan lampu dan jendela, bahkan grid lantai menjadi bagian struktur utama bangunan. Tak ayal, hal ini membuat nuansa beton terekspos ini cukup terasa. Inilah alasan Waskita tidak mengikuti saran Atelier 6 untuk menggunakan aluminium jendela warna kontras dengan lapis betonnya, agar suasana brutalisnya lebih mantap.
Gedung Waskita Heritage dirancang tahan gempa dengan standar gempa 1983, menggunakan pondasi tiang bor yang pemborong miliki sendiri. Struktur atas tidak menggunakan pratekan. Gedung setinggi 46 meter diatas permukaan laut ini memiliki ruang pertemuan berkapasitas 300 orang pada lantai 11, dengan atap seng, dan luas lantai total 11.830 meter persegi.
Selengkapnya mengenai garis besar gedung era 1990an dapat anda baca di artikel ini
Data dan fakta
Nama lama | Kantor Pusat Waskita Karya |
Alamat | Jalan M.T. Haryono Kav. 10 Jatinegara, Jakarta Timur, Jakarta |
Arsitek | Ir. Wiedarni Soeroso IAI (Atelier 6) |
Pemborong | Waskita Karya |
Lama pembangunan | 1988 – 1991 |
Jumlah lantai | 11 lantai 2 basement |
Tinggi gedung | 46 meter |
Biaya pembangunan | Rp 9,5 milyar (1991) Rp 110 milyar (inflasi 2020) |
Referensi
- Trisnawati, Vera (1991). “Gedung Kantor Pusat PT Waskita Karya: Gunakan grid dan beton ekspos, menunjang fleksibilitas”. Majalah Konstruksi No. 156, April 1991.
- Eko Sutrisno H.P. (2015). “Sejarah Gedung Waskita”. Walker and Goweser Jogja, 15 Februari 2015. (arsip)
- Prasasti peresmian via Google Maps
- ANTARA (1991). “Kontraktor asing terjun ke proyek menengah.” Bali Post, 6 Juli 1991, hal. 13
Tinggalkan Balasan