Kawasan gedung Danareksa, nama lamanya, adalah kompleks perkantoran yang menaungi dua proyek perkantoran bursa yaitu Gedung Bursa (Gedung Danareksa, kini sudah digusur) dan Gedung Danareksa (Gedung Garuda Indonesia dan selanjutnya Gedung Kementerian BUMN). Keduanya merupakan bagian dari pembangunan kawasan Medan Merdeka Selatan dan booming perkantoran di era Orde Baru.
Dalam sejarahnya, kedua gedung yang bertetangga dengan kantor Telkom Indonesia dan Wisma Antara tersebut digunakan sepenuhnya sebagai kantor operasional bursa saham yang awalnya dilaksanakan oleh Danareksa dari 1980 hingga pindah ke kantor baru di SCBD pada 1995; namun dengan perkembangan zaman, kantor tertingginya yaitu Gedung Danareksa menjadi kantor maskapai penerbangan negara Garuda Indonesia dan selanjutnya kantor Kementerian BUMN.
Agar tidak ambigu, Gedung Danareksa yang sebelumnya bernama Gedung Bursa menggunakan nama lama, dan nama Gedung Kementerian BUMN, nama terkini Gedung Danareksa berlantai 22 sejak 2007, tidak berubah.
Penelusuran kilat
Gedung Danareksa, d.h. Gedung Bursa
Kisahnya dimulai dari 15 Juli 1972. Menteri Keuangan RI Radius Prawiro di hari itu membuka Gedung Bursa dan Pasar Uang dan Modal sebagai bagian dari persiapan pembentukan Badan Pembina Pasar Uang dan Modal atau BAPEPAM. Namun ini baru babak awal dari penyelenggaraan kembali perdagangan pasar modal yang layu sejak 1958. Baru pada 10 Agustus 1977, Danareksa diresmikan operasionalnya oleh Presiden Soeharto sekaligus memulai perdagangan di pasar modal Indonesia.
Di balik layar, pemerintah pada 1973 sudah berancang-ancang mengadakan pembangunan sarana perdagangan bursa saham di Jakarta, berlokasi di samping gedung bursa saham yang pada medio 1977 digunakan Danareksa untuk menyelenggarakan perdagangan pasar modal. Gedung yang digunakan oleh Danareksa (lihat halaman 2) adalah kediaman Gubernur de Javasche Bank di era kolonial dan Wakil Presiden Muhammad Hatta pascakemerdekaan.
Perentjana Djaja ditunjuk untuk merancang desain Gedung Bursa yang mengusung gaya arsitektur internasional ini, didamping dan diawasi oleh tim dari Encona Engineering dan pemborongnya keseluruhan dilakukan BUMN, yaitu Nindya Karya untuk pondasi, Adhi Karya untuk struktur atas dan finishing, dan subkontraktor swasta lokal. Pembangunan diselenggarakan dari 1 Oktober 1978 sampai Oktober 1980, dan diresmikan penggunaannya oleh Menteri Keuangan pada 30 Oktober 1980.
Danareksa merogoh kocek Rp. 2,75 milyar rupiah nilai 1980 (Rp. 83 milyar nilai 2020), 80 persennya dari laba Danareksa selama 1977 sampai 1980, untuk mengadakan pembangunan Gedung Bursa. Bursa Efek Jakarta mengadakan program perdagangan modal dari gedung ini sampai pindah ke gedung baru di Sudirman Central Business District sejak 19 Mei 1995, yang merupakan akhir dari masa perdagangan saham dengan kertas, papan spidol dan pialang teriak-teriak. Sementara Danareksa sendiri berkantor di gedung ini hingga Gedung Danareksa 21 lantai alias Gedung Garuda Indonesia selesai dibangun.
Krisis ekonomi dan keuangan Danareksa memaksa BUMN broker saham itu harus balik kandang pada tahun 2002, setelah membatalkan penjualan gedung ini dengan Asuransi Ekspor Indonesia. Sayangnya, Danareksa merombak wajah depan gedung ini di tahun 2000an secara dramatis, mengubah desain gedungnya menjadi neoklasik. Danareksa beserta anak-anak perusahaannya meninggalkan gedung ini sejak Juni hingga Oktober 2019, dan sekitar akhir tahun 2019, Gedung Danareksa dibongkar.
Arsitektur dan struktur Gedung Danareksa, terinspirasi dari bursa efek London dan Seoul
Ketika gedung ini dirancang, tim arsitek konon mengadakan kunjungan kerja ke Seoul dan London untuk melihat contoh desain bangunan yang diterapkan pada gedung Korea Exchange dan London Stock Exchange. Alhasil rancangan yang didapat adalah interiornya yang mirip dengan kantor bursa London, dan eksteriornya mirip gedung bursa Seoul. Tak hanya itu, Danareksa mendapat dukungan seorang pejabat Pacific Exchange (Gabungan Pasar Modal San Francisco dan Los Angeles) dalam perencanaan interior.
Dilihat dari luar, Gedung Bursa pra-renovasi seperti kurang memiliki makna, tetapi sebenarnya makna itu ada, yaitu empat garis horisontal pada sudut kiri dan kanan bangunan melambangkan kestabilan keuangan, dan diperkokoh oleh empat silinder yang berfungsi fungsional sebagai penahan gaya lateral, selain juga membawa citra gedung bursa sebagai pusat perdagangan efek. Makna yang ditarik dari gedung ini, berdasarkan artikel Majalah Konstruksi yang penulis tangkap, adalah sistem moneter dan pasar modal Indonesia yang kokoh dan teguh menembus kerasnya terpaan sentimen ekonomi global
Finishing Gedung Bursa menggunakan lapis kaca hitam dan lapis keramik putih, lapis yang jamak di masa Orde Baru. Secara struktural Gedung Bursa menerapkan pondasi tiang pancang sebanyak 233 buah, serta tembok geser/shear wall untuk empat silinder.
Pasca-renovasi Gedung Bursa dipaksa mengemban langgam arsitektur neo-klasik, dan hal ini memunculkan persepsi yang berpotensi menyesatkan karena penulis sempat menemukan sebuah blog yang menyebut Gedung Bursa sebagai bangunan cagar budaya, ketika penulis mencari blog tersebut, diduga sudah tertutup berita soal pembangunan pengganti gedung ini.
Gedung Kementerian BUMN
Kala pembangunan Gedung Bursa selesai dilaksanakan, pihak perancang sudah memberi isyarat kepada wartawan Majalah Konstruksi bahwa pembangunan kompleks Bursa Efek di Jalan Medan Merdeka Selatan ini belum usai, dan telah direncanakan pembangunan gedung berlantai 22, yang sedianya digunakan sebagai pusat keuangan (Financial Centre).
Gedung tersebut bernama Gedung Danareksa yang pembangunannya dimulai pada tanggal 31 Mei 1982 dalam upacara penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Menteri Keuangan Ali Wardhana. Bila dihitung dari peletakan batu pertama, pemancangan seharusnya berlangsung sampai Juli 1983. Penjelasan pondasinya bisa dibaca di subbagian Arsitektur dan Struktur untuk gedung ini.
Gedung Danareksa, begitu nama awal gedung dengan ketinggian 89 meter ini, memang awalnya dirancang untuk menjadi perkantoran para pialang saham seperti yang disinggung pihak perancang kepada pewarta Majalah Konstruksi, harapan yang sama juga diutarkan pewarta majalah Uang & Efek pada Mei 1986 yang mewartakan penyewaan Gedung Danareksa.
Rencana tersebut sedikit meleset, karena saat Gedung Danareksa masih berusia satu tahun, maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia boyongan ke Gedung Danareksa dari kantor lamanya di Jalan Juanda mulai Juli hingga Agustus 1987, menempati 10 lantai dengan tagihan sewa istimewa USD 13,5/meter persegi, disusul beberapa BUMN lain dan lembaga dunia seperti Asian Development Bank. Danareksa menempati 2 lantai per Agustus 1989.
Pewarta Majalah Tempo menemukan bahwa walau “Menara Dolar”, begitu julukan yang diberi pewarta Majalah Tempo untuk Gedung Danareksa yang menjadikan gedung ini bahan berita, dengan tarif sewa bersahabat bagi kantong broker saham sekitar 15 USD/meter persegi, toh mereka ogah pindah ke Gedung Danareksa karena bakal menyedot laba bersih mereka. Gedung berlantai 22 itu diresmikan penggunaannya pada 6 Juni 1987, dan menghabiskan biaya Rp. 20 milyar nilai 1987.
Akuisisi oleh pemerintah: dari Garuda Indonesia hingga Kementerian BUMN
Tiga tahun usai Garuda boyongan, maskapai penerbangan milik negara tersebut sepertinya ingin mengelola sepenuhnya Gedung Danareksa demi melancarkan digitasi sistem reservasi tiket pesawatnya, serta pemasangan neon logo “Garuda Indonesia” yang kerap kali terhambat di tangan manajemen gedung.
Pada bulan Agustus 1989, saat ditanyakan awak media Harian Ekonomi Neraca, pihak Kementerian Keuangan sudah mendukung rencana Garuda itu, tetapi harus memikirkan proses akuisisinya. Pada 31 Mei 1990, Kementerian Keuangan resmi mengesahkan rencana akuisisi Gedung Daareksa oleh Garuda Indonesia. Kurang dari beberapa hari kemudian, tepatnya 3 Juni 1990, sistem reservasi yang bernama ARGA/ADEGA II (Automated Reservation Garuda/Automated Departure Garuda) di gedung ini mulai difungsikan.
Penandatanganan akta pembelian Gedung Danareksa oleh Garuda Indonesia, sekaligus mengganti namanya menjadi Kantor Pusat Garuda Indonesia atau Gedung Garuda Indonesia, dilaksanakan pada 30 Juli 1990, dengan tebusan Rp 60 milyar (1990, setara Rp 776 milyar nilai 2023) – Mayoritas media massa Indonesia, dalam konteks krisis Garuda Indonesia, memulai jalan sejarah Gedung Danareksa dengan kantor pusat Garuda. Berkat penjualan itu, Danareksa pindah kantor ke Atrium Setiabudi dan Plaza Bapindo sebelum kembali ke Ring 1 Gambir dengan menempati bekas Gedung Bursa.
Krisis keuangan yang menjerat Garuda Indonesia sejak krisis moneter dan restrukturisasi menjadi ironi, bila peristiwa sebelum Juli 1990 ikut direkam. Tahun 2007, gedung rancangan Perentjana Djaja ini dibeli balik Danareksa – pemilik awal – dari Garuda atas permintaan pemerintah dan diberikan cuma-cuma ke Kementerian Negara BUMN, dan Garuda mau tak mau harus meninggalkan gedung yang mereka tempati selama 20 tahun.
Sejak Kemneg BUMN masuk inilah nama gedung berubah lagi menjadi Gedung Kementerian BUMN. 7 tahun kemudian, Kementerian BUMN berencana menjual lagi gedung ini dengan alasan efisiensi, namun rencana ini memicu polemik yang akhirnya menjadi bahan empuk berita bohong dan disinformasi di media sosial beberapa tahun kemudian. Gedung Kementerian BUMN akhirnya tak jadi dijual, beber pihak Kementerian BUMN pada 31 Desember 2014, karena alasan keamanan.
Setelah kontroversi tersebut, Gedung Kementerian BUMN akhirnya dipermak ulang pada akhir 2018 dengan rancangan dari Alien Design Consultant (tanpa pendampingan dari Perentjana Djaja, arsitek lama gedung ini) dan pemborong Wika Gedung, memakan waktu 6 bulan dan diresmikan 5 Mei 2019, mengakhiri 32 tahun tampang sederhana, simpel dan formal Gedung Danareksa/Garuda Indonesia/Kementerian BUMN rancangan Perentjana Djaja, dan diganti dengan nuansa tech penuh kitsch dari Alien Design.
Arsitektur dan struktur Gedung Kementerian BUMN memanfaatkan pondasi berteknologi lokal
Gedung bergaya internasional ini awalnya dirancang memiliki 30 lantai atas kebutuhan Danareksa, tetapi pemerintah DKI menyarankan Gedung Kementerian BUMN dibangun 22 lantai, agar tidak menyaingi ketinggian Kantor Gubernur DKI Jakarta dan Monumen Nasional. Walaupun itu, bangunan dengan luas lantai sekitar 23 ribu meter persegi ini bukannya tidak punya fitur-fitur spesial dari perancangannya.
Dari segi perencanaan lanskap bangunan, Gedung Kementerian BUMN memiliki nilai plus berupa tamannya, alih-alih lapangan parkir, agar ada suasana hijau di dalam lokasi. Selain taman, Gedung Kementerian BUMN juga memiliki lantai dasar yang diangkat agar terlihat seperti di atas bukit, dan tapak bangunannya ditengahkan, menaikkan nilai jual gedung ini dari segi lanskap dan estetika. Gedung Kementerian BUMN dilengkapi dengan gedung annex sebanyak 4 lantai sebagai penghubung dengan Gedung Bursa. Sementara lapangan parkirnya disembunyikan di bawah taman.
Secara desain, Gedung Kementerian BUMN terlihat sangat kokoh, kekar, formal, sesuai dengan citra moneter yang harus kokoh, melanjutkan citra desain Gedung Bursa sebagai pusat pasar modal Indonesia. Finishing bangunan menggunakan keramik berwarna putih buatan Artistika Inkernas, jendela warna cokelat (smoked).
Secara struktur, Gedung Kementerian BUMN menggunakan struktur atas konstruksi beton bertulang ditopang 4 struktur kolom silinder dan 1 core, bebas kolom dan tulangan lantai diberi pratekan. Pondasinya menggunakan tiang pancang pratekan dalam, mengingat lokasi lahan di sekitar Kebon Sirih didominasi tanah lembek, laporan Majalah Konstruksi edisi Juni 1986 menyebut kedalaman tanah keras mencapai 40 meter.
Penyambung pondasi yang digunakan menggunakan sistem wedge joint JHS buatan Ir. Johan Hasiholan Simanjutak, yang dibuat untuk mengurangi kebutuhan impor sambungan pancang Hercules buatan Swedia, dan memiliki kelebihan tak diduga seperti lebih kaku dan sederhana dibandingkan pancang Hercules (no. paten Inggris GB8230628.3/GB2115467). Baik pemakaian mosaik asli Indonesia dari Artistika maupun pondasi wedge-joint tersebut membantah klaim salah satu sumber anonim di Harian Ekonomi Neraca pada Agustus 1989 yang mengklaim seluruh bahan bangunan yang digunakan membangun Gedung Kementerian BUMN sepenuhnya diimpor.
Pasca-oplas pada Desember 2018 lalu, Gedung Kementerian BUMN akhirnya dipaksa “mengikuti zaman”. Tidak lagi menggunakan lapis keramik Artistika, dan tak lagi berjendela cokelat yang menjadi simbol arsitektur era 1980an, Gedung Kementerian BUMN kini berlapis kaca berwarna biru, lapis aluminium dan crown-nya yang kental nuansa “kawaii” dengan nuansa arsitektur yang sangat murahan, mainstream dan membosankan, ciri umum dari aristektur Indonesia di zaman Dilanowcy.
Selengkapnya mengenai garis besar gedung era 1980an dapat anda baca di artikel ini
Data dan fakta
Gedung Danareksa
Nama lama | Gedung Bursa |
Alamat | Jalan Medan Merdeka Selatan No. 14 Gambir, Jakarta Pusat, Jakarta |
Arsitek | Ir. Sukandar Argadinata (Perentjana Djaja) |
Pemborong | Nindya Karya (pondasi) Adhi Karya (struktur utama) |
Lama pembangunan | Oktober 1978 – Agustus 1980 |
Diresmikan | 30 Oktober 1980 |
Dibongkar | 2019 |
Jumlah lantai | 5 lantai |
Tinggi | 23 meter |
Biaya pembangunan | Rp. 2,75 milyar (1980) Rp. 81 milyar (inflasi 2023) |
Gedung Kementerian BUMN
Nama lama | Gedung Danareksa Gedung Garuda Indonesia Kantor Pusat Garuda Indonesia |
Alamat | Jalan Medan Merdeka Selatan No. 13 Gambir, Jakarta Pusat, Jakarta |
Arsitek (desain awal) | Perentjana Djaja |
Arsitek (renovasi) | ALIEN Design Consultants |
Pemborong (desain awal) | Pembangunan Perumahan |
Pemborong (renovasi) | WIKA Gedung dan Bangunan |
Lama pembangunan (desain awal) | Mei 1982 – Mei 1986 |
Lama pembangunan (renovasi) | Juli – Desember 2018 |
Jumlah lantai | 22 lantai |
Tinggi gedung | 89 meter |
Biaya pembangunan | Rp. 20 milyar (1987) Rp. 320,7 milyar (inflasi 2023) |
Referensi
Gedung Danareksa
- NN (1980). “Gedung Bursa akan dilengkapi bangunan 22 lantai”. Majalah Konstruksi, November 1980.
- NN (1972). “Gedung Bursa dan PUM Diresmikan”. KOMPAS, 17 Juli 1972.
- Website resmi Danareksa (arsip) + BSP/CH (1977). “Bursa Saham PT Danareksa diresmikan hari ini”. KOMPAS, 10 Agustus 1977.
- Editorial (1980). “Tajuk rencana: Gedung Bursa”. KOMPAS, 1 November 1980.
- NA (1995). “Perdagangan Secara Manual di BEJ Berakhir”. Merdeka, 20 Mei 1995.
- Pemberitahuan dari Danareksa Investment Management (arsip) dan Danareksa Sekuritas (arsip)
- Wahzary Wardaya; Pramayanti Meitisari; Neda Tanaga et. al. (2009). “Creating Value: 32 Tahun Danareksa.” Jakarta: Danareksa. Halaman 77-78, 126
Gedung Kementerian BUMN
- NN (1986). “Gedung Danareksa, seolah-olah berdiri di atas bukit”. Majalah Konstruksi, Juni 1986.
- (1986). “Penyewaan Gedung Danareksa 22 Lantai”. Uang & Efek, Juni 1986.
- Max Wangkar; Biro Tempo Jakarta (1987). “Menara Dolar”. Tempo, 20 Juni 1987.
- DS (1990). “Gedung Danareksa Dibeli Garuda”. KOMPAS, 1 Agustus 1990.
- “Kementerian BUMN Pindah ke Gedung Garuda Oktober“. Tempo.co, 5 Juli 2007. (Arsip)
- Sumber-sumber berita untuk penjualan Gedung Kementerian BUMN sbb:
- Royke Sinaga; Ella Syafputri (editor) (2014). “Gedung BUMN Dijual Demi Efisiensi“. ANTARA, 15 Desember 2014. (Arsip)
- Heru Andriyanto (2014). “Penjualan Gedung BUMN Adalah Ironi Sejarah“. BeritaSatu, 17 Desember 2014. (Arsip)
- Christie Stephanie (2014). “DPR Protes Rencana Rini Soemarno Jual Gedung BUMN“. CNN Indonesia, 16 Desember 2014. (Arsip)
- Aribowo Sasmito (2018). “[SALAH] Gedung Kementerian Pun Akan Dijual“. Masyarakat Anti Fitnah Indonesia, 12 Mei 2018. (Arsip)
- Septian Deny (2014). “Masuk Kawasan Ring I, Gedung Kementerian BUMN Tak Dijual“. Liputan 6 SCTV, 31 Desember 2014. (Arsip)
- Instagram resmi perusahaan
- Yudho Winarto (2019). “Gedung Kementerian BUMN Kini Menjelma Jadi Perkantoran Modern“. KONTAN, 5 Mei 2019. (Arsip)
- NN (1983). “Sistem sambungan tiang pancang beton dengan baji”. Majalah Konstruksi, Mei 1983.
- DS (1987). “Garuda Pindah ke Gedung Baru”. KOMPAS, 21 Juli 1987.
- Wahzary Wardaya; Pramayanti Meitisari; Neda Tanaga et. al. (2009). “Creating Value: 32 Tahun Danareksa.” Jakarta: Danareksa. Halaman 37, 77-78, 85-86, 101
- ANTARA (1982). “Dibangun Gedung PT. Danareksa Berlantai 22 di Merdeka Selatan.” Suara Karya, 1 Juni 1982, hal. 3
- “Danareksa resmikan gedung baru, seluruh ruang sudah tersewa.” Bisnis Indonesia, 8 Juni 1987, hal. 2
- “Pemerintah setuju Garuda beli Gedung Danareksa – Menteri Sumarlin: Syarat Jual-Beli masih dipikirkan.” Harian Ekonomi “Neraca”, 12 Agustus 1989, hal. 1
- “Garuda membeli Gedung Danareksa Rp. 62,3 milyar.” Harian Ekonomi “Neraca”, 31 Mei 1990, hal. 1
- “Melalui ARGA/ADEGA II, Garuda tingkatkan lagi pelayanannya.” Harian Ekonomi “Neraca”, 2 Juni 1990, hal. 1 dan 10
- “Garuda mulai operasikan sistem reservasi baru.” KOMPAS, 4 Juni 1990, hal. 2
Tinggalkan Balasan