Kompleks Wisma Mandiri, yang awalnya kantor pusat Bank Dagang Negara, dimiliki oleh PT Usaha Gedung Mandiri dan berlokasi di Jalan M.H. Thamrin No. 5. Gedung Wisma Mandiri bisa dikatakan merupakan pionir pembangunan gedung bertingkat banyak lainnya di Jakarta bahkan Indonesia, selain Sarinah, Hotel Indonesia dan Wisma Nusantara, dan secara teknologi cukup menggebrak, terutama gedung tingginya yang dibangun 1986.
Dalam blog Setiap Gedung Punya Cerita akan dibahas kedua gedung tersebut dari sumber yang tidak ada di internet sebelumnya.
Tambahan 10 Agustus 2021 untuk kejadian saat mulai pemancangan perdana
Wisma Mandiri I d/h Gedung Bank Dagang Negara
Gedung ini merupakan gedung tinggi keempat di Jalan M.H. Thamrin yang dibangun dan diresmikan, setelah Hotel Indonesia (1958-1962), Hotel Asoka (1960-1962) dan Pusat Perbelanjaan Sarinah (1962-1966). Gedung BDN, begitu nama asli gedung setinggi 56,5 meter ini, dirancang oleh tim arsitek Perentjana Djaja dengan struktur ditangani oleh baginda teknik sipil Indonesia, Ir. Roosseno, dan mulai dibangun 25 Maret 1964 melalui upacara pemancangan perdana oleh Presiden Soekarno setelah direncanakan sejak sekitar 1959-1960.
Sebelumnya, BDN bermarkas di kawasan Kota Tua (Jalan Pintu Besar Utara No. 5) warisan Escomptobank yang sudah tak mumpuni. Saat awal dibangun, Gedung BDN bernama Gedung BPU Perusahaan Dagang Negara dan Bank Dagang Negara, yang berlantai 14. Upacara pemancangannya, dilakukan di tengah panasnya hubungan Indonesia dan Malaysia dan politik dalam negeri, diisi oleh pidato anti-Barat oleh Soekarno.
Proyek Gedung Bank Dagang Negara memang tersendat-sendat karena iklim ekonomi dan politik Indonesia yang panas – inflasi tinggi hingga 600 persen, peristiwa G30S/PKI dan lahirnya Supersemar – membuat proyek yang awalnya memiliki 17 lantai ini nyaris mangkrak. Andaikata pemodal asing dari AMCO Asia Corporation tidak membentuk kerja sama modal dengan Bank Dagang Negara, sudah pasti gedung ini tidak akan selesai dibangun hingga 1970an. Ketika pembangunan dilanjutkan kembali, malam 26 Desember 1966 proyek BDN terbakar karena korsleting listrik. Regu damkar dari Sarinah dan Gambir dengan sigap mencegah kebakaran proyek BDN membesar.
Struktur bangunan seluas 17.778 meter persegi ini sudah jadi per 1967, tetapi mekanik dan listriknya belum dipasang sampai 1969. Baru pada 30 Agustus 1969, Presiden Soeharto meresmikan Gedung Bank Dagang Negara. Salah satu kolumnis di harian KOMPAS, Drs. R.J. Kaptin Adisumarta, dalam tulisannya mengenai layanan perbankan, mengucapkan rasa bangganya dengan kehadiran Gedung BDN, tetapi ia mengingatkan perbankan di Indonesia untuk memperbaiki kualitas layanan mereka.
Renovasi yang dilakukan oleh biro arsitek awal……… (1990)
Perentjana Djaja yang merancang gedung ini kembali datang untuk merancang oplasan gedung karya mereka sendiri, mengacu pada gedung baru yaitu Menara BDN yang baru saja pembangunannya kelar.
Direncanakan sejak 1987, proses renovasi gedung yang saat itu baru berusia 18 tahun ini dimulai awal 1988 dan selesai sekitar 1991, karena renovasi interior dan kelistrikan memakan waktu lebih lama. Perombakan total eksterior dan interior Gedung BDN ini dipimpin oleh Raysoeli Moeloek – tokoh yang sama dibalik Wisma Kosgoro dan Duta Merlin yang kontroversial – dan Irsal Said dari Perentjana Djaja. Bank Dagang Negara menggelontorkan Rp. 5 milyar, nilai 1990 (setara Rp. 64 milyar nilai 2020), untuk renovasi total seisi gedung. Langkah ini diambil karena BDN menganggap renovasi gedung menghemat biaya ketimbang membangun baru, dan khusus kelistrikan, gedung ini memerlukan perbaikan besar-besaran.
Pascarenovasi, Gedung BDN sempat berganti nama menjadi Gedung Bank Syariah Mandiri pasca-peleburan hingga 2009, dan sekarang bernama Wisma Mandiri I.
Selengkapnya mengenai garis besar gedung era 1950an hingga 1970an dapat anda baca di artikel ini
Wisma Mandiri II d/h Menara Bank Dagang Negara
Gedung berlantai 27 ini, bagi dunia teknik sipil Indonesia, adalah sebuah gebrakan. Pertama, curtain wall struktural yang memberi ruang kantor yang lebih lega, kedua adalah panel komposit dengan lapis cat florokarbon, dan yang paling menonjol, adalah gedung ini betonnya dicetak (prefab). Menara BDN dirancang oleh tim arsitek Encona Engineering bersama dengan sebuah tim proyek yang dipimpin oleh Raysoeli Moeloek. Pemancangan tiang pertama Menara BDN dilakukan pada 11 April 1984 bertepatan dengan HUT BDN ke-24. Tercatat pembangunan selesai kira-kira Oktober 1986, menghabiskan 2,5 tahun pekerjaan. Pekerjaan dilakukan oleh pemborong negara Wijaya Karya.
Ada cerita menarik dalam pembangunan gedung ini. Konon, menurut majalah Southeast Asia Building, dalam merancang gedung ini, tim arsitek Encona Engineering kelenger dalam mencari dokumentasi asli rancang bangun Gedung BDN, sehingga harus memanggil tim perancang aslinya untuk mencatat ulang rincian mengenai bangunan berlantai 11 itu dalam kaitannya pada gedung perluasan. Bahkan mereka harus menggali tanah parkir dan struktur kantor Gedung BDN unutk mencari data mengenai pondasi yang digunakan.
Gedung seluas 38 ribu meter persegi ini memiliki desain arsitektur yang banyak bermain vertikal, tetapi bergaya modernisme akhir; pertama bentuknya tidak sampai terlalu mengotak, gagah dan berbeda dari sekitarnya. Lapis luarnya adalah aluminium berlapis cat floropolimer diimpor dari PPG Industries, Pittsburgh, AS (sebelumnya direncanakan menggunakan lapis berwarna putih dan kaca hitam bersama oplasan gedung lamanya), dan lapis kaca struktural tanpa terhalang aluminium struktur. Keduanya adalah pionir penggunaan material tersebut pada bangunan di Indonesia.
Secara struktural, Menara BDN ini bukan yang pertama yang memanfaatkan precast dan prefabrication, Wisma Hayam Wuruk yang pertama menggunakannya, tetapi bagi Wijaya Karya, ini merupakan sebuah kebanggaan, karena penggunaan precast telah mempercepat lama pembangunan dan irit biaya, sekaligus membuktikan bahwa WIKA sudah mampu dalam membangun gedung di atas 50 meter dan kini telah banyak gedung tinggi yang dibangunnya. Struktur yang merupakan precast dari gedung ini adalah pelat, balok dan tangga, sementara core/inti dan kolom dan balok lantai induk pratekan dicor di tempat.
Gedung berketinggian 113 meter ini menghabiskan biaya sebanyak Rp. 24,5 milyar rupiah (1986). Menara BDN diresmikan pada minggu kedua Januari 1987.
Selengkapnya mengenai garis besar gedung era 1980an dapat anda baca di artikel ini
Data dan fakta
Alamat | Jalan M.H. Thamrin No. 5 Menteng, Jakarta Pusat, Jakarta |
Wisma Mandiri I
Nama lama | Gedung BPU Perusahaan Dagang Negara & Bank Dagang Negara Gedung Bank Dagang Negara Gedung Bank Syariah Mandiri |
Arsitek (Desain awal) | Perentjana Djaja |
Arsitek (Renovasi) | Ir. Raysoeli Moeloek Ir. Irsal Said (Perentjana Djaja) |
Lama pembangunan | Maret 1964 – 1969 |
Lama renovasi | 1988 – 1991 |
Jumlah lantai | 11 lantai |
Tinggi gedung (KOMPAS) | 57 meter |
Signifikasi | Struktural (struktur bangunan ditangani Roosseno) |
Wisma Mandiri II
Nama lama | Menara Bank Dagang Negara |
Arsitek (J.O.) | Encona Engineering Ir. Raysoeli Moeloek bersama team |
Pemborong | Wijaya Karya |
Lama pembangunan | April 1984 – Oktober 1986 |
Diresmikan | minggu kedua Januari 1987 |
Jumlah lantai | 28 lantai 2 basement |
Tinggi gedung (Majalah Konstruksi) | 113 meter |
Biaya pembangunan | Rp 24,5 milyar (1986) Rp 418 milyar (inflasi 2020) |
Signifikasi | Arsitektural (gedung pertama di Indonesia dengan panel aluminium) |
Referensi
- Muhammad Zaki; Urip Yustono; Ir. Komajaya et al (1986). “Pembangunan proyek perluasan Kantor Pusat BDN: Tepat waktu dan hemat biaya, sekitar 13,5 persen”. Majalah Konstruksi No. 102, September 1986.
- Rahmi Hidayat (1990). “Renovasi BDN: Hemat dan berkarakter, sama dengan lingkungan”. Majalah Konstruksi No. 147, Juli 1990.
- tp (1966). “Bank Dagang Negara njaris terbakar habis”. KOMPAS, 27 Desember 1966.
- thn (1969). “Presiden pada peresian gedung BDN: Kelambanan Tata-kerdja Bank2 Dapat Mengatjaukan Pelita”. KOMPAS, 1 September 1969.
- Drs. R.J. Kaptin Adisumarta (1969). “Komentar Peristiwa Ekonomi: Membangun Bank Untuk Membangun Rakjat”. KOMPAS, 6 September 1969.
- Web resmi PT Usaha Gedung Mandiri d/h Usaha Gedung BDN, diakses 16 Agustus 2019. (arsip)
- Max Wangkar; Tempo Biro Jakarta (1987). “Mengukur Efisiensi”. Tempo, 24 Januari 1987.
- Merdeka (1964). “Revolusi Indonesia Adalah Jang Paling Besar & Modern Tjotjok dgn Ampera.” Merdeka, 26 Maret 1964, hal. 1
- Bank Dagang Negara (1985). “Bank Dagang Negara 1960-1985”. Jakarta: Bank Dagang Negara. Hal. 41-42, 48
- “Jakarta’s Highrise Extension” (Gedung tinggi perluasan di Jakarta). Southeast Asia Building, Desember 1985, hal. 65-67
Tinggalkan Balasan