Google Translation avaliable here. Use at your own risk; some translation may be incorrect or misleading:

Kunjungilah Trakteer SGPC untuk mendapatkan konten-konten akses dini dan eksklusif, serta mendukung blog ini secara saweran. Support us through SGPC’s Trakteer and get early access and exclusive content.

Rukan dan hotel di Kota Semarang – sebuah sejarah kronologis

Semarang adalah kota besar berpenduduk 1,7 juta jiwa yang merupakan ibu kota dari provinsi Jawa Tengah, salah satu provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Kota ini berada di tengah-tengah antara kota-kota besar pesisir Pulau Jawa seperti Jakarta maupun Surabaya; namun merupakan salah satu lokomotif perekonomian daerah dan juga ekonomi Tanah Air.

Simpang Lima
Mini karena mengalah dengan pesawat. Foto oleh mimin SGPC

Sebagai kota metropolitan, Semarang ternyata bukan kota yang secara “cityscape” bagus. Untuk urusan ke-pencakar langit-an, kota ini dianggap kalah kelas dan tidak mentereng karena disandera peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, terutama menyangkut keselamatan penerbangan. Soal arsitektur, bangunan bersejarah warisan penjajahan Belanda masih memonopoli lini masa sejarah kota ini, sementara pertengahan abad 20 kurang dan era Orde Baru tidak pernah ditanggapi serius bahkan dianggap tidak signifikan bagi pembentukan kota.

Namun, ini Setiap Gedung Punya Cerita, kami tidak peduli gedung itu meong atau singo. Kami hanya peduli semua gedung di Semarang, terutama yang lebih modern, terdata dengan rapi. Segmen ini ditulis khusus menampung gedung-gedung yang informasi datanya masih kurang dari standar blog yaitu 300 kata plus referensi dan data/fakta. Ini merupakan bagian dua dari tiga bagian, dipecah menurut penggunaannya: kantor, rukan dan hotel serta pusat belanja.


Iklan

Ruko pun SGPC lahap di Bumi Lumpia

Seperti halnya kota-kota lain di Indonesia, di kota Semarang banyak berdiri ruko-ruko yang dibenci banyak orang karena desainnya yang membosankan, tidak kreatif dan repetitif, namun diminati karena skala ekonominya yang sangat baik dibandingkan gedung perkantoran biasa semacam Wisma HSBC. Hal ini dibantu oleh kebijakan Pemerintah Kota Semarang yang tidak begitu tertarik untuk memperketat koefisien lantai bangunan dan membatasi tinggi minimum gedung perkantoran.

Ditengah banjir kebencian tersebut, untuk laporan SGPC mengenai Semarang, ruko mendapat jatah yang sangat besar karena saat dalam tahap penelusuran di koran Suara Merdeka, berita maupun profil gedung seperti ini ternyata banyak juga, yang sayang kalau tidak dijadikan bahan.

1992: Siliwangi Plaza, Jalan Jenderal Sudirman No. 187-189

Sekitar Oktober tahun 1992, berdiri sebuah gedung perkantoran, lebih cocok dikatakan sebuah rukan berlantai 3 dengan gaya teritisan ala kantor Gubernur Jawa Tengah, di Jalan Jenderal Sudirman yang bernama Siliwangi Plaza. Bila berdasarkan iklan ucapan selamat, kemungkinan besar arsiteknya adalah Ir. Johnny Hendrawan S. dan Ir. Antonius Adrianto dari JHS Akitek. Namanya asing bagi anda dan kami di SGPC.

Rukan tersebut menyediakan sekitar 43 unit rukan (cacah manual mimin) untuk segala kebutuhan investasi, dari kantor sampai minimarket. Jadi, banyak kantor bank dan Indomaret (untuk konteks 2020an) yang membuka usahanya di Siliwangi Plaza.

1993: Bangkong Plaza, Jalan M.T. Haryono No. 864-866

Sepertinya di dekade 1990an ini Semarang memang banjir. Banjir proyek-proyek ruko yang datanya cukup mendalam untuk standar SGPC. Ruko yang berlokasi di Kecamatan Semarang Selatan ini berlokasi di pojok Jalan M.T. Haryono dengan Jalan Brigadir Jenderal Katamso, dikembangkan oleh PT Tunjung Bhirawa dan dibangun mulai tahun 1992[mfn]Pemberitaan Suara Merdeka di beberapa versi terlihat kontradiktif. Pemberitaan tanggal 4 Maret 1993 menyatakan proyeknya dimulai September 1992, tetapi di profil Rukan Bangkong Plaza di Warta Papan Suara Merdeka 3 Februari 1994 menyebut proyeknya dimulai Maret 1992[/mfn] hingga selesai sekitar akhir 1993 atau awal 1994. Perancangannya konon juga memperhitungkan feng shui.

Ia menyediakan 35 unit rukan yang fungsinya juga untuk segala kebutuhan. Saat ini, fungsinya cukup variatif dan melebar dari bank, toko optik sampai bahkan hotel. Hotel Qub di blok C7 ini sepertinya mencuri mata para fanatik arsitektur, karena ini dirancang oleh tim arsitek Tamara Wibowo Architects, dan dibuka sejak 2021 alias ditengah-tengah pandemi Covid-19 lagi galak-galakknya minta banyak nyawa di Tanah Air. Penampilannya terlalu unik karena banyak bermain bingkai jendela dengan “box” warna hitam, seakan memberontak pada penampilan ala zaman Dilan yang terkesan “kaku.” SGPC tidak bahas banyak karena hotel 10 kamar ini fasilitasnya tidak banyak.


Iklan

1993: Cendrawasih Indah, Jalan Cendrawasih

Lanjut ke jantung kota tua, sekitar 100 meter-an dari kantor BNI M.T. Haryono adalah rukan Cendrawasih Indah yang hanya terdiri dari 18 unit – 6 unit lantai tiga dan 12 unit lantai dua. Ia dikembangkan oleh PT Buana Saphala Duta dan dibangun di tahun 1993-94. Gaya arsitekturnya mungkin dianggap ketinggalan zaman buat era 1990an. Saat ini, proyek Cendrawasih Indah terhenti sampai di sana walau ada rencana membangun tambahan unit sebanyak 18 buah, alias total 30 unit. Sepertinya tanah yang kelak jadi ruko itu kemungkinan beralih fungsi menjadi hotel yang sekarang Golden City Hotel.

1993: Tanjung Mas Abadi, Jalan Usman Janatin

Rukan yang lokasinya dekat dengan Pelabuhan Tanjung Emas ini ternyata punya sejarah singkatnya juga, sebagai sebuah rukan. Rukan yang dikembangkan oleh PT Tanjungmas Abadilestari ini lahir dari prospek menampung perusahaan-perusahaan perkapalan dan ekspedisi yang mengadakan aktivitasnya di Pelabuhan Tanjung Perak Semarang, sekaligus mendukung pengembangan salah satu pelabuhan utama di Pulau Jawa itu. Pihak pengembang juga memilih pembangunan di daerah Jalan Usman Janatin ini karena harga tanahnya murah.

Proyek tersebut dimulai konstruksinya pada tahun 1991, dan tahap pertamanya selesai dibangun pada akhir tahun 1992, dan diresmikan penggunaannya oleh Kepala Cabang Perumpel III Semarang Chalid Taher, pada 17 April 1993. Tahap keduanya, yaitu rukan lagi, selesai dibangun di awal 1994, karena data yang tersedia cuma visual dari Suara Merdeka edisi 10 Februari 1994.

Rukan Tanjung Mas Abadi yang berdiri hanya dua tahap itu memiliki 28 unit rukan berlantai 3, dengan gaya arsitektur yang cukup menarik khas Indonesia. Hanya saja, setelah hampir 30 tahun berlalu, gedung rukan ini kini dalam kondisi mengenaskan. Beberapa perusahaan yang menempati rukan ini sudah banyak yang keluar dan lokasinya kini tidak semenarik saat pertama berdiri.

1994: Rukan Bubakan Baru dan Rukan Pemuda – Rukan yang dibenci fanatik bangunan antik

Kedua rukan ini mimin jadikan satu karena nasib kedua rukan ini sama, sama-sama jadi musuh pecinta bangunan antik dan sama-sama dibangun di tahun 1994. Jika anda belum sempat baca SGPC, blog ini sudah menjabarkan alasan di balik sikap fanatik bangunan antik tidak menyukai bangunan modern.

Pertama adalah Rukan Pemuda yang berdiri di bekas kompleks Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Tengah, Jalan Pemuda. Rukan kembangan PT Puri Sakti tersebut memiliki hanya 30 unit dan menyediakan lapangan parkir untuk puluhan kendaraan bermotor. Hal ini jelas kontras dengan Gedung Dinas PU Jateng lama yang ternyata tidak punya lapangan parkir kendaraan bermotor. Proyek tersebut diperkirakan selesai pada 1994.

Kedua adalah Rukan Bubakan Baru, yang berdiri di atas bekas Taman Hiburan Diponegoro. Proyek ini dikembangkan oleh PT Pratama Eradjaya Semarang, menyediakan kurang lebih 50 unit rukan dengan jumlah lantai bervariasi dari tiga sampai empat lantai. Pembangunannya berlangsung dari November 1993 hingga selesai sekitar Juni 1994 bila tepat waktu.


Iklan

Hotel dominan untuk bisnis

Secara historis, rata-rata hotel yang dibangun di kota Semarang adalah hotel untuk berbisnis, bukan hotel bertipe resort atau berlibur. Hal ini dimaklumi, untuk konteks 1990an, karena kota homebase PSIS ini adalah kota niaga, dan tidak memiliki kawasan wisata perkotaan yang menarik perhatian wisatawan asing, malah candi, wisata alam dan budaya yang justru menjadi spesialisasi kota tetangga seperti Surakarta dan Yogyakarta yang paling menarik perhatian sehingga hotel tipe resort/liburan ini banyak dijumpai di kota-kota tersebut.

Namun, dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup baik selama beberapa tahun terakhir, maka wajar bermunculan hotel-hotel baru yang menyasar tak hanya pengusaha dan pebisnis tetapi juga wisatawan, terutama dalam negeri. Hotel tersebut kebanyakan dibangun di dasawarsa 2000an, yang SGPC saat ini belum jadikan fokus penelitian.

Februari 1994: Hotel New Puri Garden, Jalan R.E. Martadinata

Foto oleh Hotel Puri Garden via Agoda.

Di Jalan Arteri Utara, terdapat sebuah hotel seluas 1,2 hektar (luas tanah) yang konsepnya macam seperti sebuah kompleks perumahan, yang diberi nama Hotel New Puri Garden. Dulu cuma diberi nama Hotel Puri Garden, hotel ini dibuka untuk umum sejak bulan Februari 1994, menyediakan 71 kamar yang dibagi menjadi lima tipe. Awalnya memiliki 80 kamar.

Seperti halnya hotel-hotel lainnya New Puri Garden juga memiliki dua ruang rapat yang paling banyak menampung 300 orang, sebuah restoran dan karaoke, semuanya di gedung berlantai dua dan tiga. Yang lebih menarik justru karena macam perum, tamu bisa memarkirkan kendaraannya di depan kamar hotel dan membuat hotel ini memiliki ruangan untuk taman-taman kecil. Asri walau mini.

Desember 1994: Hotel Grasia, Jalan Letjen S. Parman No. 23

Foto oleh Hotel Grasia via Agoda.

Hotel Grasia memang bukan hotel yang dikenal banyak orang sebagai hotel yang top, tetapi penginapan bintang tiga dengan 116 kamar ini ternyata punya sejarah singkat tersendiri.

Awalnya, hotel ini merupakan hotel kedua yang dimiliki oleh perusahaan bernama PT Hotel Muria Walitama, yang sebelumnya memiliki Hotel Muria di Jalan Dr. Cipto. Konsep hotel yang akan diusung dikenal cukup konservatif budaya, yaitu larangan seks dan tidak menyediakan minuman beralkohol, tetapi mengadakan acara-acara siteran dan menyediakan wedang jahe. Pembangunan hotel tersebut berlangsung mulai November 1993 hingga selesai di bulan Desember 1994, dan memulai operasionalnya pada 20 Desember 1994. Hotel Grasia menghabiskan biaya 3 milyar rupiah lengkap dengan pembebasan lahan (1994, setara Rp. 34,5 milyar nilai 2023)

Hotel Grasia awalnya memiliki 47 kamar. Tetapi, tambahan-tambahan terbaru membuat hotel ini kini memiliki 116 kamar yang terbagi ke empat tipe. Sejak 2013, hotel ini sudah hijrah ke konsep hotel syariah dan halal, lanjutan dari batasan yang sudah ada sejak lahir di tahun 1994.

Referensi

  1. Iklan ucapan selamat penyelesaian Siliwangi Plaza Semarang. Suara Merdeka, 26 Oktober 1992 hal. 10
  2. “Bangkong Plaza: Bisnis pemilik ruko harus sadar lingkungan.” Suara Merdeka, 3 Februari 1994, hal. 7
  3. “Ruko Cendrawasih Indah: Janjikan keuntungan bagi konsumen.” Suara Merdeka, 24 Februari 1994, hal. 10
  4. “Ruko Tanjung Mas Abadi: Untuk Pengusaha Menengah dan Atas.” Suara Merdeka, 10 Februari 1994, hal. 10
  5. Hartono; Subakti AS (1994). “Bisnis Ruko Tak Hanya Andalkan Lokasi.” Suara Merdeka, 10 Maret 1994, hal. 11
  6. “Pembangunan di Bekas Gedung PU Menyelaraskan Lingkungan.” Suara Merdeka, 18 Februari 1994, hal. 2
  7. “Para Pengusaha Properti di Kawasan Pelabuhan Bisa Tekan Harga Jual.” Suara Merdeka, 17 April 1993, hal. 10
  8. “Bangkong Plaza Direncanakan Bulan Juli Sudah Beroperasi.” Suara Merdeka, 4 Maret 1993, hal. 11
  9. Halaman resmi QUB Rooms Semarang, diakses 21 Januari 2023 (arsip)
  10. Tamara Wibowo Architects (2021). “QUB Rooms/Tamara Wibowo Architects.” Archdaily, 24 September 2021. Diakses 21 Januari 2023 (arsip)
  11. Budi Surono (1994). “Bisnis Hotel di Jateng Masih Prospektif.” Suara Merdeka, 5 Januari 1994, hal. 10
  12. Asnida Riani (2022). “Kabupaten Semarang Masuk Jadi Destinasi Incaran Wisatawan Mancanegara di Jawa Tengah.” Liputan 6 SCTV, 31 Maret 2022. Diakses 22 Januari 2023 (arsip)
  13. Halaman resmi Hotel Grasia Semarang, diakses 22 Januari 2023 (arsip)
  14. “Muria Walitama Ekspansi Bangun Grasia Hotel Senilai Rp. 3 Milyar.” Suara Merdeka, 31 Desember 1993, hal. 10
  15. “Hotel Grasia Beroperasi.” Suara Merdeka, 19 Desember 1994, hal. 10
  16. Insetyonoto (2019). “Hotel Grasia Semarang terapkan konsep syariah dan halal.” GATRA, 1 Oktober 2019. Diakses 22 Januari 2023 (arsip)
  17. “Puri Garden, hotel berbintang di kawasan yang tengah berkembang.” Suara Merdeka, 8 Februari 1994, hal. 2
  18. “Puri Garden Hotel: Kenyamanan ruang dan lingkungan hijau.” Suara Merdeka, 10 Maret 1994, hal. 7

Lokasi

See full screen

Kunjungilah Trakteer SGPC untuk mendapatkan konten-konten akses dini dan eksklusif, serta mendukung blog ini secara saweran. Bila anda perlu bahan dari koleksi pribadi SGPC, anda bisa mengunjungi TORSIP SGPC. Belum bisa bikin e-commerce sendiri sayangnya….


Bagaimana pendapat anda……

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *