Google Translation avaliable here. Use at your own risk; some translation may be incorrect or misleading:

Dipl.-Ing. Arsitek, Arsitek Indonesia Lulusan Jerbar 1960an: Memperkenalkan yang baru, memperdalam yang sudah-sudah

Terlambat, tapi lebih baik daripada tidak sama sekali. 7 Januari 2023, atau enam hari menjelang tutupnya, empunya Setiap Gedung Punya Cerita, atas keinginan keluarga, terbang ke Jakarta tanpa bilang-bilang ke dedengkot YMAI untuk datang ke pameran Dipl.-Ing. Arsitek, yang memamerkan karya-karya, dokumen dan barang-barang pribadi milik para arsitek di Taman Ismail Marzuki. Isi lengkapnya, mulai dari kenapa ada pameran ini, apa itu Dipl.-Ing. Arsitek dan apa latar belakang serta hasil-hasil karyanya…… baca artikel ini sampai habis.

Disclaimer: 1. SGPC terlibat dalam membantu tim peneliti YMAI/SBCA Berlin menyelesaikan proyek ini, 2. Banyakin beli kuota internet, banyak foto berukuran gajah diartikel ini, 3. Bila ada kekurangan, kesalahan atau hal yang terlewatkan, SGPC mohon maaf

Dipl.-Ing. Arsitek
Kunjungan dadakan. Foto oleh mimin SGPC

Iklan

Dikala Indonesia-Belanda berantem, Jerman Barat pun jadi tempat berlabuh baru calon arsitek Indonesia

Pameran ini adalah bagian dari proyek kerjasama dari SBCA Berlin (Encounters with Southeast Asia Modernism) dengan Yayasan Museum Arsitektur Indonesia, didanai oleh Kementerian Luar Negeri Jerman dalam rangka 7 dasawarsa hubungan diplomatik bilateral Indonesia – Jerman (Barat) yang sudah terjalin sejak 1952, yang disusul dengan penerbitan bukunya yang sudah diadakan di Goethe Institut 1 Februari 2023 yang lalu.

Kisahnya sederhana. Semua diawali dari pertengahan 1950an, saat beberapa calon arsitek asal Indonesia yang menimba ilmu di Belanda akhirnya memutuskan menyeberang ke negara tetangga Jerman Barat, salah satu negara Barat yang dekat dengan Indonesia di zaman Demokrasi Liberal/Orde Lama.

Alasannya, berdasarkan pemberitaan KOMPAS daring, adalah soal beasiswa yang menggiurkan dari Jerman, dan juga di waktu yang bersamaan Indonesia dan Belanda sedang berantem soal nasionalisasi perusahaan milik pengusaha Belanda. Wajar mereka mencari ilmu di negeri lain yang politiknya cenderung lebih hangat ke Indonesia macam Jerman Barat. Dan, dunia arsitektur Jerman Barat lagi bersinarnya gara-gara proyek pembangunan kembali pasca-Perang Dunia II. Wajar bila pakem arsitektur mereka berkiblat ke Jerman, mengembang gelar diplom-ingenieur (Dipl. Ing.) – tajuk utama pameran ini.

Arsitek Indonesia yang karyanya dipamerkan ini lulusnya beragam, ada yang dari Technische Universität Berlin, ada dari TH Hannover dan cuma satu dari RWTH Aachen. Ada 12 arsitek yang diteliti oleh anak-anak SBCA/YMAI saat itu (dan jujur SGPC terlibat di beberapa bagian), yaitu Soejoedi Wirjoatmodjo, Suwondo B. Sutedjo, Han Awal, Mustafa Pamuntjak, Bianpoen, Herianto Sulindro, Oei Jan Beng, Y.B. Mangunwijaya, Eddy Heryadi, Oei King Han, Thung Po Hin dan Hoemar Tjokrdiatmo.

Delapan tokoh yang disebut duluan-lah yang tampil di pameran dalam bentuk dokumen, buku, foto-foto karya rancang bangunnya serta perabotan yang menjelaskan diri arsitek. Pameran ini berlangsung di Taman Ismail Marzuki, di gedung “kapal beton raksasa” Gedung Ali Sadikin dari 13 Desember 2022 hingga 13 Januari 2023.


Iklan

Dari kedelapan arsitek tersebut, apa saja yang mereka pajang dan temukan? Apa favorit SGPC?

Dari delapan arsitek yang dipajang, favorit SGPC adalah apapun yang karyanya bisa diulik oleh SGPC. Itu artinya, Suwondo B. Sutedjo, Han Awal, Soejoedi Wirjoatmodjo dan Mustafa Pamuntjak adalah pilihan mimin. Namun, di saat yang bersamaan blog ini bukan fans Y.B. Mangunwijaya, jadi jika anda anak arsitek sejati mungkin sikap Setiap Gedung Punya Cerita akan sangat mengecewakan, mengingat karya-karyanya kerap menghipnotis banyak orang. Subbagian ini adalah penjelasan yang sekuler; untuk tempat ibadah, yang banyak dipamerkan, akan dibahas di bagian berikutnya.

Dipl.-Ing. Arsitek: Suwondo B. Sutedjo
Mesin tik Suwondo. Lejen di pameran ini karena sering dijadikan mainan oleh pengunjung.
Dipl.-Ing. Arsitek: Suwondo B. Sutedjo
Dokumen terkait perannya di Ikatan Arsitek Indonesia dan UIA Working Group Habitat
Dipl.-Ing. Arsitek: Suwondo B. Sutedjo
Berita mengenai RS Pertamina di Cilacap, Sinar Harapan, 23 Mei 1977 hal. 6. Utuhnya ada di Monumen Pers Nasional, tetapi tidak ada di Perpustakaan Nasional RI.
Dipl.-Ing. Arsitek: Suwondo B. Sutedjo
Kliping Hotel Metro Semarang dan direktori pemegang saham PT Tetra Hedra, biro arsitek bentukan Suwondo

Di pameran ini, di panel Suwondo (TH Hannover) banyak menonjolkan sisi pendidikannya, tetapi dia juga ga kalah banyak karyanya. Beberapa karya gedungnya adalah R.S. Pertamina Cilacap (kliping Sinar Harapan tertanggal 23 Mei 1977, hal. 6 – anda bisa mendapatkannya di Monumen Pers Surakarta), Gedung Kemkop UKM, Gedung Dico Citas di Jalan Johar No. 5, dan Hotel Metro Semarang. Dokumen terkait saat masih jadi anggota Kelompok Kerja Pemukiman UIA plus pas terbang Aeroflot penerbangan Jakarta Halim – Moskwa dan dokumen IAI mengenai seminar UIA bertemakan hunian kampung Arab dipajang. Semuanya menggambarkan campur tangan Suwondo pada jagat hunian.

Dipl.-Ing. Arsitek: Soejoedi Wirjoatmodjo
Surat Robi Sularto ke Soejoedi mengenai paviliun Indonesia di Expo 1970 Osaka, Jepang.
Dipl.-Ing. Arsitek: Soejoedi Wirjoatmodjo
F/copy buku laporan pembangunan Manggala Wanabhakti.

Bagaimana dengan panel Soejoedi (TU Berlin)? Kebanyakan adalah karya, karya dan penghargaan. Baik dalam bentuk foto, cetak biru, laporan pembangunan, surat-surat antar arsitek, artikel di koran (Sinar Harapan juga dan Merdeka) dan majalah, termasuk majalah Konstruksi ed. Jan-Feb 1981 yang kebetulan SGPC juga pegang dan buku karangan Budi A. Sukada mengenai Soejoedi. Sumbangsihnya pada dunia arsitektur modern Tanah Air membuatnya diberi penghargaan oleh Presiden Soeharto dan Joko Widodo.


Iklan

Dipl.-Ing. Arsitek: Rumah Han Awal Kemang
Rumah Han Awal di Kemang dan Toyota Great Corolla, hasil ganti untung rumah Han Awal di Tulodong yang dibongkar buat KANTAS/SCBD.

Han Awal lebih bervariasi. Selain karya-karyanya, ada dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tinjauannya mengenai konservasi bangunan antik (seharusnya Han dielu-elukan para fanatik antik), keanggotaannya di Ikatan Arsitek Indonesia dan kesukaannya pada kuliner seperti penghargaan dan sebuah ketel. Ini yang mimin kecolongan pas kunjungan 7 Januari lalu.

Dipl.-Ing. Arsitek: Han Awal
Dokumen Han Awal terkait Pusat Dokumentasi Arsitektur Indonesia, Ikatan Arsitek Indonesia, lencana dan bahkan dasi.

Ada dokumen proposal kepada calon penyumbang dari Pusat Dokumentasi Arsitektur Indonesia (PDA) dan surat ke anaknya soal protes pembangunan SCBD yang membuat kediaman keluarga Han Awal di Tulodong turut digusur. Padahal, keluarga Han itu duitnya tebal, bisa bangun rumah mewah di Kemang, plus beli Toyota Great Corolla yang legendaris dari duit ganti untung yang diberi oleh Tomy Winata yang kontroversial itu.

Dipl.-Ing. Arsitek: Mustafa Pamuntjak
Gedung Femina, menampilkan Majalah Femina edisi 7 September 1982 yang ditemukan tim YMAI juga dari pasar liar.
Dipl.-Ing. Arsitek: Mustafa Pamuntjak
Multika Building dan Gedung Femina

Mustafa Pamuntjak ini ibarat F-117 Nighthawk (di IG kami sebutnya dalang di belakang layar). Orangnya ada, karyanya ada, tapi tidak terdeteksi radar media massa maupun oleh radar SGPC. Mungkin hanya buku dari Djambatan, majalah Asri atau Laras atau Indonesia Design yang biasanya mengulas karya-karya Pamuntjak. Tiba-tiba, nama Pamuntjak mimin baru tahu dari anak-anak YMAI, sementara mencari portfolionya di arsip blog ini hampir dikatakan macam cari jarum di tumpukan gabah padi.

Dipl.-Ing. Arsitek: Mustafa Pamuntjak
Griya-griya karya Pamuntjak

Banyak cetak biru yang dia buat mulai dari rumah-rumah mewah di penjuru Jabodetabek hingga Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, kantor Femina/Halodoc di Rasuna Said (yang dioplas oleh Pamuntjak sendiri anehnya) dan Multika Building yang menurut berita Properti Indonesia baru selesai dibangun pada tahun 1994. Ini arsitek favorit mimin, karena ada faktor kejutannya.

Dipl.-Ing. Arsitek: Y.B. Mangunwijaya
Dokumen tinjauan Aga Khan Award mengenai nominasi proyek penataan ulang Kali Code. Foto oleh mimin SGPC

Dan yag terakhir adalah Y.B. Mangunwijaya, yang bukan favorit mimin. Satu-satunya yang mimin lihat di luar gereja, adalah dokumen tinjauan penyelenggara Aga Khan Award terhadap proyek penataan ulang pemukiman di Kali Code, Jalan Jenderal Sudirman, Yogyakarta yang mimin tidak tertarik untuk membaca isinya.


Iklan

Pameran sarat peribadatan Kristiani

Mayoritas diantara arsitek yang karyanya dipamerkan disini adalah penganut Nasrani. Pamuntjak dan Soejoedi adalah salah dua tokoh yang merupakan penganut agama Islam yang sayangnya tidak pernah merancang masjid. Suwondo kemungkinan adalah satu-satunya Nasrani yang tidak merancang sebuah gereja. Kedua arsitek yang karyanya kebanyakan di Jerman itu, kami rasa juga tidak merancang gereja, atau tidak disebut agamanya. Artinya subbab ini adalah domain Han Awal, Mangunwijaya dan Bianpoen.

Dipl.-Ing. Arsitek: Y.B. Mangunwijaya
Gereja Salib Suci di Cilincing, karya Y.B. Mangunwijaya

Mangunwijaya adalah “master”nya, merancang ziarah Gua Maria di Sendangsono, Kab. Kulonprogo, D.I. Yogyakarta yang disebut tidak punya masterplan yang matang, dan merupakan pemenang IAI Awards 1991 dan beberapa gereja lain termasuk Gereja Salib Suci di Jalan Tugu Raya Koja, Jakarta Utara (difoto).

Terkhusus Bianpoen, semua karyanya hanya gereja di Jakarta, semisal Gereja Kristoforus di Jalan Satria IV Grogol, Jakarta Barat (sudah tinggal gambar, digusur 2021). Sebenarnya ada satu gereja lagi yang dipajang di pameran ini, tapi….. hanya saja itu saja yang SGPC ingat.

Dipl.-Ing. Arsitek: Han Awal
Panel Gereja St. Yakobus Kelapa Gading, Jakut, dari foto, buklet peresmian hingga naskah dan rancang bangun.

Sementara Han Awal lebih banyak lagi, dari restorasi Gereja Katedral hingga perancangan gereja St. Yakobus di Kelapa Gading (dekat Sekolah Intercultural Jakarta) dan Gereja Immanuel Ka Im Tong di Jalan Pasir Kaliki No. 61, Bandung, Jawa Barat.


Iklan

Yang SGPC tidak foto……

……. agak banyak. Entah kenapa mimin nggak memfoto karya Bianpoen dan juga dokumen yang berkaitan dengan kegiatannya sebagai anggota korps baju cokelat Pemprov DKI Jakarta (termasuk artikel majalah Konstruksi yang diambil dari arsip SGPC), tulisan-tulisannya mengenai masalah perkotaan, serta tumpukan koran-koran yang disebut merupakan gambaran mengenai pandangan sosial Bianpoen yang cenderung progesif. Karya arsitektur Bianpoen mimin sudah bahas sebelumnya karena karyanya cuma gereja.

Oei Jan Beng dan Herlianto Sulindro tidak punya sumbangsih ke arsitektur Indonesia. Sebaliknya, mereka berkarya di negara-negara berbahasa Jerman yaitu Jerman Barat dan Swiss, mulai dari apartemen dan proyek kolam renang yang tidak jadi di kota Fellbach, Baden-Württemberg, Jerman (OJB) dan proyek rumah-rumah gaya modern Eropa di Swiss (HS). Keberadaan OJB dan HS lebih pada perkenalan bagi segenap masyarakat Indonesia baik yang suka arsitektur atau bukan.

Y.B. Mangunwijaya, sudah mimin bilang, bukan favorit blog ini karena agak sulit membahas karya Mangunwijaya tanpa bahasa sastra yang memaksa pembaca rata-rata di Indonesia memeras otak. Mimin tidak memfoto cetak biru atau foto karya-karyanya seperti Bentara Budaya dan Sendongsono.


Iklan

Pameran ini menarik. Apa ini salah satu langkah menuju museum arsitektur?

Pameran ini ternyata cukup menarik, bergantung anda sukanya ke mana. Karena secara subyektif kami suka arsitek yang karyanya bisa dibahas di SGPC, maka Pamuntjak, Soejoedi, Suwondo dan Han Awal yang jadi pilihan. Kita juga bisa melihat, apa sih sumbangsihnya buat insan arsitektur Indonesia? Bagaimana hidup mereka? Bagaimana pengaruh Jerman pada arsitektur kita? Apa sih yang baru dari tokoh arsitektur yang sudah dikenal (Soejoedi, Han Awal, Mangunwijaya)? Pameran ini sebenarnya telah menjawab pertanyaan itu.

Selain itu, pameran ini memperkenalkan masyarakat Indonesia tentang Suwondo B. Sutedjo, Mustafa Pamuntjak, dan duo Jerman dan Swiss bernama Herlianto Sulindro dan Oei Jan Beng. Kok mimin bilang gitu? Om Wondo awalnya cuma dikenal di para mahasiswa arsitektur. Pamuntjak kurang dikenal seperti yang mimin singgung sebelumnya. HS/OJB? Hmmm, mereka tidak pernah mewarnai panggung arsitektur nasional.

Tapi, ada aspek yang kurang. Ini bukan museum permanen, ini hanya berlangsung sebulan. Sehingga muncul pertanyaan baru setelah pameran Dipl.-Ing. Arsitek, terutama di benak para profesional, apakah ini momen untuk membuka sebuah museum arsitektur yang tetap dan terbuka? Kami yakin jawaban mereka adalah YA. Sangat iya. Tidak peduli dananya dari pemerintah, lembaga tertentu, baik yayasan atau perusahaan besar, kecil, atau Ikatan Arsitek Indonesia dan Real Estate Indonesia, bila mereka juga satu suara dalam membentuk sebuah museum arsitektur yang murni, maka itu adalah sebuah kemajuan pesat dalam membangun pengetahuan masyarakat kita pada arsitektur di Tanah Air. Ya ga cuma sejarah gedungnya saja seperti blog tersayang ini.

Setiap Gedung Punya Cerita

Kunjungilah Trakteer SGPC untuk mendapatkan konten-konten akses dini dan eksklusif, dan bila anda perlu bahan dari koleksi pribadi SGPC, anda bisa mengunjungi TORSIP SGPC. Belum bisa bikin e-commerce sendiri sayangnya….


Bagaimana pendapat anda……

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *