Setiap Gedung Punya Cerita

Blog Sejarah Gedung-Gedung Indonesia

Iklan
Intiland Tower Jakarta, 2018

Intiland Tower Jakarta

Ditulis pada tanggal

oleh

Terbaru:

Intiland Tower Jakarta adalah sebuah gedung kantor yang berada di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Gedung berlantai 23 dengan tinggi sekitar 110 meter dengan gaya arsitektur tropis ini dirancang oleh Paul Rudolph, arsitek asal Amerika yang terkenal dengan desain Gedung Fak. Seni dan Arsitektur Universitas Yale, dengan bantuan J. Heru Gunawan (cat: Beberapa sumber menyematkan namanya Johannes Heru Gunawan, J.H. Gunawan atau Yohannes H. Gunawan. Untuk konsistensi di blog ini, nama J. Heru Gunawan digunakan), arsitek yang juga membantu arsitek-arsitek Jepang mendesain Wisma Harapan yang berdiri disebelah Intiland Tower; Gedung Harapan Motor/Gedung Bank Ganesha dan bersama dengan arsitek Amerika lain merancang Gajah Mada Plaza [info arsitektur bisa dibaca di subbab “Arsitektur”]. Ini adalah satu dari dua gedung karya Paul Rudolph dan juga Intiland Tower di Indonesia, yang termuda, pendek, dan gemuk ada di Surabaya.

Intiland Tower Jakarta, 2018
Intiland Tower. Foto oleh mimin SGPC

Iklan

Pembangunan dimulai pada 23 Februari 1983 melalui upacara pemancangan pondasi pertama oleh Hendro Gondokusumo, dan dihadiri oleh pejabat teras Pemprov DKI Jakarta. Pemancangan sesungguhnya dilaksanakan oleh PT Paku Bumi Semesta, pemborong pondasi lokal, dan gedung sudah bisa digunakan pada akhir 1987 (cat 2: Banyak versi dari lama berlangsungnya konstruksi Intiland Tower, mulai dari 1982-1988 (Arquitectura), 1987-1990 (CTBUH, Emporis dan Imelda Akmal) dan 1986 (Intiland dan Yayasan Paul Rudolph). Klaim Arquitectura, Intiland dan Yayasan Paul Rudolph dianggap mendekati catatan dari Majalah Konstruksi dan berita dari harian ABRI, Berita Yudha).

Pasca selesai dibangun, gedung ini menjadi kantor sewa, seperti biasa, dengan tarif USD 16-18 (Rp. 27-30 ribu) per bulannya per meter persegi, harga April 1988, selain menjadi kantor Group Dharmala hingga dihancurkan oleh malaise 1998. Salah satu tenant ternama gedung ini adalah stasiun televisi TV7 milik grup Kompas Gramedia hingga pindah kantor ke markas Transcorp.

Tidak pernah dijelaskan kapan Wisma Dharmala Sakti berganti nama menjadi Intiland Tower. Intiland saat ini menempati lantai penthouse sebagai kantor pusat mereka, dan per 2017, dilaporkan 88 persen ruang kantor netto 25 ribu persegi sudah terisi.

Gondola jatuh

Salah satu insiden yang menimpa gedung ini adalah insiden gondola jatuh pada 26 Oktober 2016. Sebuah gondola yang digunakan untuk kepentingan perawatan jatuh dan menewaskan penumpang gondola – seorang karyawan perawatan. Gondola tersebut tergolong baru namun Intiland, pengelola gedung, belum menggunakan gondola itu dan diperbaiki saat akan dipakai kembali oleh salah satu kontraktornya. Diduga gondola jatuh karena kerusakan mesin.


Iklan

Arsitektur Intiland Tower

Dengan desainnya yang memadukan gaya internasional dengan filosofi tropis yang benar-benar dipahami, wajar bila gedung ini sering dibahas di beberapa buku arsitektur Indonesia, dan blog-blog tentang arsitektur Indonesia, namun perlu ditekankan bahwa blog ini bersifat inclusive, membahas keseluruhan gedung, tidak hanya arsitektur dan strukturnya. Untuk bab ini, SGPC mengutipnya dari wawancara peliput majalah Konstruksi dengan Paul Rudolph yang terbit di Konstruksi edisi Maret 1983, laporan dari Konstruksi edisi April 1988, post blog Yayasan Paul Rudolph, dan Wikiarquitectura.

Filosofi yang diusung oleh Rudolph dalam desain gedung ini adalah menginginkan gedung yang sesuai dengan iklim dan psikologis tropis di Indonesia namun masih fungsional sebagai fungsi kantor, disimbolkan dengan keberadaan bidang miring, ehm, atap, pada setiap lantainya, ditambah dengan tanaman pada balkon. Fungsi tambahan dari atap tersebut adalah sebagai penangkal sinar matahari langsung, menciptakan efek pembayang sendiri menurut Ikaputra dan Agus Dwi Wicaksono di buku Tegang Bentang. Keberadaan pilar-pilar besar pada bagian depan Intiland Tower berfungsi memperkokoh gedung itu sendiri, dan kekokohannya terlihat bahkan dari sisi jalan.

Aspek tropis lain yang diterapkan pada Intiland Tower adalah pada atrium terbuka dan keberadaan teras di atrium terbuka, tujuannya simpel, sebagai jalan masuk sirkulasi udara alami, dan menjadi tempat berkumpul.

Selain itu, irama floorplate gedung yang tidak biasa membuat gedung ini tak hanya mudah dkenali, tetapi juga menciptakan luas lantai tambahan. Selain menambah ruang kantor, floorplate alternatif gedung dengan luas lantai bersih 25 ribu meter persegi ini dipercantik dengan tanaman rambat. Memang, walau menjadikan gedung ini menarik, tapi bagi pebisnis Tionghoa yang percaya feng shui, Intiland Tower adalah kutukan karena sudut tajam floorplate dan atap itu. Sampoerna Strategic Square, kompleks perkantoran seberang jalan Intiland Tower, memiliki cermin yang konon menangkal energi negatif dari Intiland Tower.

Desainnya sangat kokoh, hasilnya cukup indah, menjadikan gedung ini ikon Jalan Jenderal Sudirman, hingga Dharmala Intiland dan grup Dharmala menjadikan footprint gedung tersebut logonya. Pasca kolapsnya grup Dharmala, Intiland akhirnya jalan sendiri sekaligus berganti logo.


Iklan

Opini mereka mengenai Intiland Tower

Walau banyak apresiasi terkait desain tropis Intiland Tower, terdapat kritik pada gedung tersebut. Di buku “Jati Diri Arsitektur Indonesia” yang disusun oleh Ir. Eko Budiharjo, M.Sc. terbitan 1997, yang berisi kritikan terkait arsitektur Indonesia era Orde Baru kala itu, terdapat tulisan arsitek lokal Andi Siswanto, yang menilai desain arsitektur Paul Rudolph “hanya gedung bergaya internasional berpenghawa AC dengan atap miring khas tropis dan dianggap tidak memenuhi kaidah tropis Indonesia”.

Podium gedung Intiland Tower, atau kakinya.
Podium Intiland Tower. Foto oleh mimin SGPC

Kritikan lainnya datang dari Marco Kusumawijaya. Tokoh eks anggota TGUPP DKI Jakarta mengapresiasi podium gedungnya yang lebih terbuka terhadap keseluruhan lingkungan kota, sehingga menjadikan Intiland Tower Jakarta sebuah bagian dari Kota Jakarta. Tetapi ia menganggap atap Intiland Tower “ribut” dan “terpecah-pecah” sehingga “menjadi dekoratif pada bangunan ini”.

Sayangnya, kedua kritik tersebut punya kelemahan. Ikaputra dan Agus Dwi Wicaksono, dalam tulisan mereka di buku Tegang Bentang, mengatakan “tidak bijaksana jika arsiteknya membiarkan bangunan setinggi Wisma Dharmala Sakti untuk mengikuti hawa luar bangunan dan membiarkan angin menembus ruang”. Ikaputra dan Wicaksono menyebutkan bahwa AC menanggulangi panasnya hawa tropis, dan kecepatan angin untuk ketinggian Intiland Tower mencapai 30 km/jam lebih, akan membuat berkas kantor berterbangan saat jendela dibuka; faktor ini diabaikan Andi Siswanto dan Marco Kusumawijaya.

Bahkan, orang nomor satu Dharmala Intiland, Hendro Gondokusumo, mengatakan ke pentolan Arsitek Muda Indonesia, Ahmad Djuhara, bahwa desain Intiland Tower terbukti nyata memangkas ongkos listrik karena pemakaian AC dibanding gedung kotak kaca kontemporer.

Pukulan paling mencolok terlihat dalam paragraf akhir tulisan kedua dosen jurusan Teknik kedua universitas terpisah tersebut: “menghindari sekat sempit dalam justifikasi terhadap suatu karya arsitektur tanpa memberikan ruang dan waktu yang lebih lebar bagi eksplorasi ide dan bentuk.”


Iklan

Struktur Intiland Tower

Penampang baja SRC Intiland Tower
40 baja diameter 32mm, 4 tulang I-beam.
Sumber: Majalah Konstruksi, April 1988

Fungsi arsitektur gedung ini tidaklah hiasan belaka. Fungsi arsitektural gedung berlantai 24 ini berfungsi sebagai struktur gedung sesungguhnya. Secara sederhana, keberadaan pilar luar gedung itu ternyata memanfaatkan rangka steel reinforced concrete sampai lantai 7, untuk memastikan bahwa pilar luar yang dirancang benar-benar proporsional di mata arsitek, dan kokoh bagi insinyur teknik sipil dan orang biasa (lihat gambar). Selain itu, terdapat Teori Pengimbangan Gaya Geser, yang diterapkan Ir. Wiratman Wangsadinata – pendiri Wiratman & Associates – yang digunakan untuk pilar ini, dengan ide membuat pratekan dengan ruas kabel tertentu yang bisa menyeimbangkan gaya reaksi kedua pilar kembar itu. SGPC masih mencari literatur yang berisi bukti dari teori tersebut.

Susunan rangka lantai struktur Intiland Tower
Kiri: penampang lantai 5, 8, 11, 14, 17, 20
Tengah: penampang lantai 6, 9, 12, 15, 18
Kanan: penampang lantai 7, 10, 13, 16, 19
Sumber foto: Majalah Konstruksi, April 1988

Pondasi menggunakan tiang pancang baja karena kualitas terjamin, ramah lingkungan dan implementasi cepat, dan dengan pile cap alias poer sebagai penutup pondasi. Pengecoran poer dilakukan tidak sembarangan, agar tidak merusak beton karena tingginya selisih suhu permukaan beton dengan di dalam beton, sehingga strategi mengecor dengan papan catur, pemakaian air dingin dan pelaksanaan cor di malam hari menjadi masuk akal.

Intiland Tower, seperti gedung-gedung di Jakarta lainnya di era 1980an, didesain tahan gempa berdasarkan Peraturan Gempa Indonesia 1983. Perencanaan struktur Intiland Tower yang sangat kompleks dan susah dijelaskan dalam bahasa orang sehari-hari ini terkomputerisasi, menghabiskan waktu 2000 jam (83 hari) untuk penghitungannya.

Selengkapnya mengenai garis besar gedung era 1980an dapat anda baca di artikel ini


Iklan

Data dan fakta

Nama lamaWisma Dharmala Sakti (nama arsitektural, masih digunakan di literatur arsitektur)
Wisma Intiland
AlamatJalan Jenderal Sudirman Kav. 32 Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jakarta
ArsitekPaul Rudolph (desain)
J. Heru Gunawan (architect of record)
Wiratman & Associates (struktur)
PemborongJung Woo
Lama pembangunanFebruari 1983 – akhir 1987
Tinggi gedung (Majalah Konstruksi 3/1983)110 meter
Jumlah lantaiTower: 23 lantai
Podium: 5 lantai
Biaya pembangunanUSD 30 juta (1983) / Rp. 29,1 milyar (kurs 1983)
Rp. 624 milyar (inflasi 2023)
SignifikasiArsitektur (gedung dengan arsitektur terunik di Indonesia, satu dari dua mahakarya Paul Rudolph di Indonesia)
Struktural (gedung yang fitur arsitekturalnya berfungsi sebagai struktur bangunan)
Referensi: Majalah Konstruksi Maret 1983; Majalah Konstruksi April 1988

Referensi

  1. NN (1983). “Paul Rudolph, arsitek bertaraf internasional: Memang indah, arsitek tradisional Indonesia”. Majalah Konstruksi, Maret 1983.
  2. Urip Yustono; Muchammad Zaki; Vera Trisnawati (1988). “Wisma Dharmala Sakti: Hampir semua unsur arsitektur merupakan struktur”. Majalah Konstruksi, April 1988.
  3. Wikiarquitectura
  4. Yayasan Paul Rudolph
  5. Annual Report Intiland 2017
  6. Andy Siswanto, et. al. Editor Eko Budihardjo (1996). “Jati Diri Arsitektur Indonesia”, cetakan ketiga. Bandung: Penerbit “Alumni”. Halaman 163.
  7. David Oliver Purba (2016). “Gondola yang Jatuh di Intiland Tower Belum Pernah Digunakan Sebelumnya”. Kompascom, 26 Oktober 2016, diakses 22 Desember 2018.
  8. David Oliver Purba (2016). “Seorang Pekerja Tewas Terkena Gondola yang Jatuh di Intiland Tower”. Kompascom, 26 Oktober 2016, diakses 22 Desember 2018. 
  9. Asnida Riani (2016). “Bukan Tali Putus, Ini Dugaan Penyebab Gondola Jatuh di Sudirman”. Bintang, 28 Oktober 2016, diakses 22 Desember 2018.
  10. Marco Kusumawijaya (2000). “Gedung Jangkung di Poros Jakarta”. KOMPAS, 19 Maret 2000.
  11. Ikaputra; Agus Dwi Wicaksono (2012). “Wisma Dharmala Sakti: Sebuah Subjek Perdebatan tentang Tropikalitas – Rekonstruksi Debat Kecil Arsitektur Tahun 1985an.” Tegang Bentang, persembahan Pusat Dokumentasi Arsitektur Indonesia dan Intiland. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Halaman 132-133
  12. “Lagi, Gedung Perkantoran Baru Dibangun.” Berita Yudha, 24 Februari 1983, hal. 6. Diakses via Monumen Pers Nasional

Lokasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *