Google Translation avaliable here. Use at your own risk; some translation may be incorrect or misleading:

Kunjungilah Trakteer SGPC untuk mendapatkan konten-konten akses dini dan eksklusif, serta mendukung blog ini secara saweran. Support us through SGPC’s Trakteer and get early access and exclusive content.

Sampoerna Strategic Square, dahulu Anggada Danamon atau Wisma Bank Danamon dan Wisma Danamon Aetna, adalah gedung kembar yang berlokasi di selatan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan dan selangkah dengan stasiun MRT Bendungan Hilir, dimiliki oleh Grup Sampoerna Strategic milik Putera Sampoerna, eks pemilik pabrik rokok HM Sampoerna, melalui anak usahanya Sampoerna Land sejak 2005.

Gedung perkantorannya sudah direncanakan setelah Bank Danamon membeli tanah dari Grup Summa. Rumor tersebut sudah beredar di majalah Prospek pada pertengahan 1992, menarik reaksi beragam dari beberapa pengusaha properti kelas kakap (dalam konteks kelebihan persediaan ruang kantor), dan pembangunannya, menurut versi arsitek Pei Cobb Freed, terealisasi pada 1993.

Gedung tersebut dirancang oleh tim arsitek dari Henry N. Cobb dan John Sullivan III dari Pei Cobb Freed & Partners bersama dengan konsorsium ARC, dan dibangun oleh Shimizu Dextam. Awalnya, konstruksi gedung ini sudah jadi per November 1996, dan mulai digunakan oleh Bank Danamon, pemilik lama gedung ini beserta sejumlah perusahaan lain, mulai Januari 1997 hingga tahun 2002 saat Danamon pindah ke Menara RDTX.

Kompleks Anggana Danamon awalnya, pasca selesai dibangun pada tahun 1997, dimiliki oleh Danamon Land. Sampoerna membeli Danamon Land dari Panin dengan banderol Rp.796 milyar nilai 2005, dan mempermak penampilan gedung ini mulai 2006 hingga 2008, dengan biaya Rp. 300 milyar (2007).

Saat ini, tenant yang tercatat menempati Sampoerna Strategic Square selain perusahaan afiliasi adalah Manulife (pindahan dari Pegangsaan Timur No. 1A), Organisasi Migrasi Internasional, Piaggio, serta berbagai perusahaan lain, juga beberapa gerai kopi dan cepat saji. Tenant lama selain Bank Danamon berikut grupnya, terutama saat masih bernama Anggana Danamon, terdiri dari Bank Mega dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional.


Iklan

Beda Kepribadian Arsitektur, Anggana Danamon dan Sampoerna Strategic Square

Anggana Danamon (1997-2006)

DSCN0377
Saat masih bernama Anggana Danamon. Foto oleh Vincent Wautelet

Membawa panji arsitektur pascamodernisme yang anggun, rancangan Sampoerna Strategic Square diarahkan untuk mengubah titik perhatian ke interior gedung, sehingga keterisolasian interior Sampoerna Strategic menjadi sejajar dengan bangunan lain di kawasan Sudirman. Sebelum dibongkar oleh Sampoerna, kawasan ini memiliki plaza dan gedung kecil berbentuk L yang menyambung ke kedua gedung berlantai 32 ini, dan tidak memiliki pagar dan pintu masuk yang dijaga ketat. Awalnya, gedung berbentuk L tersebut adalah kantor Bank Danamon.

Kedua gedung berlantai 32 tersebut berbentuk kotak tetapi bersatu dengan elemen lengkung untuk mendapatkan ruang perkantoran yang lebih banyak. Dan keduanya berbentuk mirip, hanya salah satunya diputar agar terlihat berbeda di setiap posisi. Finishingnya menggunakan granit dan lapis kaca.

Marco Kusumawijaya mengapresiasi perencanaan kawasan Sampoerna Strategic Square lama yang ia anggap menghormati visi perpaduan “towers in the park” dan “avenue of the skyscrapers”, dengan memundurkan gedungnya ke belakang dan menyajikan plaza di bagian depan gedung tersebut, yang secara langsung memindahkan dimensi umum bangunan ke luar ruangan. Tetapi mantan orang TGUPP DKI era Anies Baswedan ini mengkritik core gedungnya yang jauh lebih tinggi hanya agar terlihat lebih jangkung dibanding tetangganya.

Majalah Indonesia Design menyebut Sampoerna Strategic Square lama sebagai oase untuk masyarakat karena keberadaan plazanya yang ditata apik lengkap dengan air mancurnya, tetapi sayangnya dipenuhi pedagang kaki lima dan para komuter bus.

Sampoerna Strategic Square, sejak 2006

Sampoerna Strategic Square
Foto oleh mimin SGPC

Renovasi yang dilakukan Sampoerna, diusung oleh perancang anak bangsa Airmas Asri, menghilangkan elemen pascamodern tersebut dan menggantikannya dengan ciri khas neoklasik pada podium, dan menutup bagian atas gedung yang sebelumnya menjadi representasi simbol Bank Danamon dengan penambahan lantai. Selain itu, lahan yang digunakan untuk plaza diubah menjadi taman, dan dipagar.

Kota Sampoerna
Dari dekat, foto Ronniecoln CC-BY-SA 2.0

Podium bergaya neoklasik dan beratap kubah tersebut sering menjadi ajang pernikahan, rapat, hingga pameran. Terdiri dari dua balai sidang (yang salah satunya menghadap taman) dan bisa menampung hingga 2000 orang.

Walau terlihat banyak perubahan penampilan dari gedung ini menjadi “lebih indah” dan “hangat” dibanding presentasi dari Pei Cobb Freed yang dianggap oleh Sampoerna “dingin dan kaku,” beberapa orang berpendapat bahwa paduan desain neoklasik dan pascamodern Sampoerna Strategic Square terlalu memaksa, aneh, dan tertutup dari pemanfaatan masyarakat, karena adanya pagar.

Kritik lain lebih klenik. Karena alasan feng shui, Sampoerna Strategic Square memiliki 20 cermin di beberapa titik gedung, konon karena aura buruk yang dibawa oleh Intiland Tower, tetangga seberang jalan SSS. Kepercayaan feng shui menganggap bentuk atap tropis yang digunakan di Intiland Tower adalah shar, yang merusak keharmonisan para penghuninya, dan yang berada di sekitarnya selalu terbelenggu oleh konflik.

Ternyata, Pei Cobb Freed – tukangnya Anggana Danamon – tercatat tidak percaya feng shui. Kasus sejenis juga melanda karya Pei lainnya, Bank of China Tower di Hong Kong, yang dianggap seperti obeng yang membongkar kekayaan keluar dari Hong Kong. Agar energi negatifnya bisa ditangkal, praktisi feng shui memasang titik cermin ke posisi yang dianggap mampu menangkal kekuatan negatif Intiland Tower.

Tambahan pada awal mula pengembangan gedung pada 1992. (18/10/2021)


Iklan

Data dan fakta

Nama lamaAnggana Danamon
Wisma Bank Danamon
Wisma Danamon Aetna
AlamatJalan Jenderal Sudirman Kav. 45 Setiabudi, Jakarta Selatan, Jakarta
Jumlah menara2
Arsitek (desain asli)Henry N. Cobb dan John L. Sullivan III (Pei Cobb Freed & Partners, arsitektur)
ARC Consortium (architect of record)
Arsitek (renovasi)Airmas Asri
Pemborong (desain asli)Shimizu Dextam
Pemborong (renovasi)Pembangunan Perumahan
Lama pembangunan1993 – 1997
Lama renovasi2006 – 2008
Jumlah lantai (kedua gedung, CTBUH)32 lantai
Tinggi gedung (kedua gedung, CTBUH)158 meter
Referensi: CTBUH; Pei Cobb Freed; Shimizu Indonesia; Skyscrapercity

Referensi

  1. Arsip alamat resmi Pei Cobb Freed & Partners, diarsip 10 Juli 2004
  2. Arsip alamat resmi Shimizu Indonesia, diarsip 2 Agustus 2018
  3. Brosur Sampoerna Strategic Square, diarsip 17 April 2012
  4. Arsip alamat resmi Bank Danamon, diarsip 2 April 2003
  5. tat (1997). “Pembangunan Sektor Properti Masih Menggebu”. KOMPAS, 17 Januari 1997, hal. 17
  6. Joy (1997). “Didominasi Gedung Strata Title”. Majalah Properti Indonesia No. 35, Desember 1996, hal. 88
  7. KOMPAS, 24 Januari 1997 (iklan Bank Danamon)
  8. her/nas (2007). “Sampoerna Pasok Perkantoran Premium”. Investor Daily, 24 Juli 2007. Via Skyscrapercity
  9. Anissa S. Febrina (2006). “Feng shui mirrors ward off disaster at Sampoerna towers”. The Jakarta Post, 10 Oktober 2006. Via Skyscrapercity
  10. Skyscrapercity
  11. Halaman Cementaid, diakses 27 Maret 2021 + Skyscrapercity
  12. Marco Kusumawijaya (2000). “Gedung Jangkung di Poros Jakarta”. KOMPAS, 19 Maret 2000.
  13. Laman resmi Sampoerna Strategic (arsip)
  14. Rizka (2019). “Terjangkau, Ini 5 Rekomendasi Gedung Pernikahan di Jakarta”. Indozone.id, 18 November 2019 (diakses via LINE Today). (arsip)
  15. Karaniya Dharmasaputra, Multazam, Dara Meutia Uning, Rommy Fibri (2002). “Hura Hura di Wisma Danamon”. TEMPO, 22 September 2002.
  16. mly/nrl (2007). “Proses Hukum Tanah Eks Anggana Danamon Makan Waktu Tahunan“. detikcom, 5 November 2007. (arsip)
  17. BAR (1996). “Info Jabotabek: Gedung Anggana Danamon Terbakar”. KOMPAS, 28 Februari 1996.
  18. not (2005). “Sudirman Square Office Towers Jakarta”. Majalah Indonesia Design Vol. 2, No. 10, 2005. Hal. 80-84
  19. Agung Firmansyah; Nukman Luthfie; Robinson P. (1992). “Menerobos pada Masa Sulit.” Majalah Prospek, 20 Juni 1992, hal. 28

Lokasi

Kunjungilah Trakteer SGPC untuk mendapatkan konten-konten akses dini dan eksklusif, serta mendukung blog ini secara saweran. Bila anda perlu bahan dari koleksi pribadi SGPC, anda bisa mengunjungi TORSIP SGPC. Belum bisa bikin e-commerce sendiri sayangnya....


Bagaimana pendapat anda......

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *