Setiap Gedung Punya Cerita

Blog Sejarah Gedung-Gedung Indonesia

Iklan

Royal Ambarrukmo Hotel

Hotel Royal Ambarrukmo adalah sebuah hotel modern bersejarah yang berdiri di Kecamatan Depok, Kab. Sleman, D.I. Yogyakarta, yang secara tradisi dianggap bagian dari Kota Yogyakarta. Hotel yang berdiri dan beroperasi sejak 1966 ini memiliki tujuh lantai dan sejak dibuka kembali pada tahun 2011 dan dengan beberapa renovasi, kini sudah menampung 247 kamar. Hotel ini dikelola oleh PT Mataram Indah Wisata, yang satu induk dengan pengelola Ambarrukmo Plaza, PT Putra Mataram Mitra.

Hotel Grand Ambarrukmo
Foto oleh mimin SGPC, kini termasuk balai sidang barunya.

Iklan

Hotel Royal Ambarrukmo awalnya sebuah hotel milik negara

Sejarah Royal Ambarrukmo Hotel diawali dari keinginan Sultan Hamengkubuwono IX – selaku juga Ketua Lembaga Pariwisata Indonesia – yang menginginkan Pemerintah untuk membangun hotel mewah setara Hotel Indonesia di wilayah kekuasaan Keraton Yogyakarta. Dalam merealisasikan hotel itu, Sultan mempersiapkan lahan seluas 5,5 hektar yang ditempati oleh pesanggrahan Keraton Yogyakarta Ambarrukmo, sebuah pesanggrahan yang sudah dibangun di abad 19.

Awal Januari 1957 pesanggrahan tersebut menjalani pemugaran guna mempersiapkan pembangunan sebuah hotel kerjasama antara Keraton dan Pemerintah melalui Natour. Pembenahan tersebut meliputi restorasi dan relokasi kantor pemerintahan Kabupaten Sleman ke lokasi baru. Pada tanggal 25 Agustus 1961 Presiden Soekarno mengesahkan keseluruhan perancangan dan rencana Ambarrukmo Palace Hotel, nama lama hotel ini, dan kurang lebih dua tahun kemudian konstruksinya telah dimulai. Proyek tersebut digarap oleh PT Pembangunan Perumahan dari perancangan hingga konstruksi. Untuk individu, arsiteknya adalah Ir. Hatmadi. Selain itu, Kanko Kikaku Sekkeisha Yozo Shibata & Associates membantu penanganan interior hotel ini.

Pembiayaan pembangunan hotel ini, termasuk dua hotel lainnya (Hotel Samudra Beach, Hotel Bali Beach dan Ambarrukmo Palace Hotel ini) bersumber dari dana pinjaman dari Jepang sekitar 14 juta dolar AS. Namun, beberapa sumber lebih suka menyebut pembiayaan tersebut sebagai dana pampasan perang. Pada tahun 1964 Jepang memberikan 2 juta dolar AS dana pampasan perang untuk menyelesaikan konstruksi hotel-hotel mewah ini. Pembangunan hotel ini dinyatakan sebagai proyek prioritas negara oleh pemerintah sejak 1963.

Konstruksi Ambarrukmo Palace Hotel berlangsung lancar di tengah ketidakpastian ekonomi, ketegangan politik dalam dan luar negeri dan gejolak sosial di Indonesia, selesai dibangun di pertengahan September 1965 melalui sebuah upacara penyerahan gedung antara PT PP-Taisei dan Menhubparpostel (Menteri Perhubungan, Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi) Letjen. Hidayat.

Kondisi politik dalam negeri pasca-pemberontakan G30S yang sangat panas kemungkinan menjadi penyebab peresmian hotel mewah tersebut tertunda dari rencana awal pada 15 Maret 1966. Syukurnya, hotel 105 kamar tersebut diresmikan pada 30 Maret 1966 oleh Paku Alam VIII, mewakili Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam kapasitas sebagai Wakil Perdana Menteri.

Awalnya, hotel milik negara ini dikelola oleh Okura Hotel dari Jepang hingga 1971, dan selanjutnya sempat berada di bawah payung Sheraton di akhir 1970an, sekitaran mengikuti induknya di Jakarta. Setahun usai merdeka dari pengelolaan Okura Hotel, Ambarrukmo Palace Hotel mulai membangun gedung tambahan, dengan kapasitas kamar 160 buah, pada April 1972. Proyek yang dikerjakan oleh Waskita Karya tersebut berlangsung hingga awal 1974, dalam rangka konferensi kebudayaan Asia dan konferensi UNESCO. Ekstensinya diresmikan pada 30 April 1974 oleh gubernur yang sama sekaligus merayakan sewindu (8 tahun) Ambarrukmo Palace Hotel, dan menambah jumlah kamar menjadi 265 buah.


Iklan

Diguncang gempa bumi dan habisnya masa kontrak

Kurun 1979 hingga 1981, Yogyakarta diguncang gempa sampai tiga kali, yaitu pada 2 November 1979, 16 April 1980 dan 14 Maret 1981. Saat diinspeksi oleh Departemen Pekerjaan Umum, terdapat kerusakan ringan pada gedung ekstensi berupa keretakan non-struktural pada tembok di lantai tujuh, sementara strukturnya yang dirancang dengan sistem beton bertulang dengan tembok geser tersebut tidak mengalami kerusakan yang berarti. Hal ini kontras dengan masih tangguhnya wing asli hotel rancangan Indonesia-Jepang. Namun, gedung ekstensi yang retak itu sudah direnovasi dan bisa dimanfaatkan seperti sediakala. Ketangguhan gedung ini terbukti lagi saat gempa tahun 2006, yang merusak banyak gedung-gedung lainnya di Yogyakarta.

Renovasi besar pertama Hotel Ambarrukmo Palace terjadi pada sekitar 1990-1992. Dalam renovasi besar pertama, pihak hotel menyegarkan interior kamar dan memperbarui sarana-sarana terutama telekomunikasi yang tidak pernah berubah selama 24 tahun eksistensinya, menghabiskan 4 milyar rupiah (1992, setara Rp. 43,2 milyar nilai 2023). Ada rencana untuk mengubah sebagian peruntukan kamar di lantai tujuh sebagai lantai eksekutif dengan pelayanan istimewa, yang bisa diartikan sebagai sebuah suite.

Kontrak lahan Hotel Ambarrukmo Palace antara Hotel Indonesia Natour dan Keraton berlangung sejak 1974 setelah gedung perluasannya diresmikan, melanjutkan kesepakatan sejenis tahun 1960 yang diteken setelah ada kepastian membangun Hotel Ambarrukmo. Kontrak tersebut berlangsung selama 30 tahun hingga tahun 2003. Pada tahun 1995, Hotel Indonesia dan Keraton sepakat untuk membentuk sebuah perusahaan patungan untuk menciptakan kerjasama yang lebih menguntungkan, terutama dengan pamor Ambarrukmo Palace yang menurun akibat persaingan dengan hotel-hotel swasta maupun BUMN yang berdiri di tahun 1990an. Sayangnya, kesepakatan ini sepertinya tidak berlanjut, terutama pasca-habisnya kontrak HII dan Keraton.

Akhirnya hotel bersejarah itu tutup sejak 1 Maret 2004 setelah kontraknya habis (Majalah Arcaka pernah menyebut Ambarrukmo Palace tutup karena bangkrut. Berdasarkan pemberitaan, hal ini tidak benar). dan baru dikembalikan kepada tuan tanahnya sebulan berikutnya karena faktor-faktor yang tidak dibeberkan oleh Hotel Indonesia. Pasca-pengembalian, diketahui bahwa hotel pemerintah tersebut tidak memberi manfaat bagi Keraton dalam bentuk kompensasi, yang diakui sendiri oleh pihak Hotel Indonesia karena tidak stabilnya pemasukan dari hotel berlantai delapan tersebut sehingga cukup sulit memberikan kompensasi yang terukur.

Di masa yang bersamaan, Keraton Yogyakarta ternyata mengincar kontrak baru dari swasta, yaitu PT Putra Mataram Mitra. Kontrak baru terealisasi dan Royal Ambarrukmo Hotel menjalani renovasi kedua di awal 2010an dan dibuka kembali, awalnya di bawah bendera Santika Indonesia Hotels & Resort milik konglomerat media KOMPAS Gramedia, pada 27 Oktober 2011. Beberapa saat kemudian, hotel ini dikelola secara mandiri tanpa membawa embel-embel apapun.


Iklan

Arsitektur dan profil Hotel Royal Ambarrukmo: Punya suasana keraton

Hotel Royal Ambarrukmo
Foto oleh mimin SGPC

Hotel Royal Ambarrukmo yang dirancang oleh Ir. Hatmadi ini dirancang dengan gaya arsitektur modern ala pertengahan abad 20, dipadu dengan pendopo yang dibangun di masa Sri Sultan Hamengkubuwono VI yang sekarang difungsikan sebagai museum dan juga sebagai tempat mengadakan acara. Sementara perluasannya yang berlantai tujuh adalah rancangan Ir. Muhammad Danisworo dari Encona Engineering dengan desain modern yang sama.

Menariknya, di dalam lantai 1 dan lantai delapan terdapat tiga instalasi karya seni rupa. Di lobi lantai satu terdapat ukiran beton bernama “Untung Rugi di Gunung Merapi” karya Harijadi Sumadidjaja bersama dengan tim di Sanggar Selabinangun, menggambarkan kehidupan masyarakat di kaki Gunung Merapi di masa revolusi; sementara lantai delapan dipercantik oleh instalasi mozaik oleh J. Soedhiono, yang menggambarkan kehidupan dan suasana alam di Yogyakarta dan Jawa Tengah masa itu.

Sayangnya, agak tidak banyak informasi yang digali dari desain hotel ini selain sejarah pendoponya. Per Januari 2023, Hotel Royal Ambarrukmo menyediakan 247 kamar yang terbagi ke dalam tiga tipe kamar (Deluxe, Premiere, Studio dan Family) dan tipe suite (Junior, Executive dan Ambarrukmo). Hotel ini menyuguhkan prasmanan dari Samazana dan Punika Deli, sementara Royal Garden berada di pendopo yang juga bisa difungsikan sebagai tempat pertemuan (khusus Gadri/Royal Dining Room dan Bale Kambang). Sebagian pendopo, terutama Ndalem Agung, menjadi museum Ambarrukmo, sementara kamar tidur Sultan Hamengkubuwono VII, tertutup untuk umum.

Untuk keperluan kerja dan acara-acara besar, terdapat dua balai sidang yaitu Kasultanan dan Karaton. Kasultanan tergolong baru karena mulai digunakan pada tahun 2014, tetapi jauh lebih luas (1.400 m2) dan menampung banyak tamu (2.000 orang) dibandingkan Karaton yang hanya menampung 750 orang dengan luas 600 m2, warisan dari saat pertama dibangun. Sementara ruangan rapat terdapat 10 ruang rapat dengan lima jenis (Pemandengan, Kencana, Srimanganti, Trajumas dan Pasewakan). Kapasitas dan luasnya beragam. Hotel ini juga menyediakan kolam renang, pusat bisnis dan sasana kebugaran.


Iklan

Data dan fakta

Nama lamaAmbarrukmo Palace Hotel
Hotel Ambarrukmo Sheraton
AlamatJalan Adisucipto No. 81 Depok, Kab. Sleman, DI Yogyakarta
Arsitek (gedung lama)Ir. Hatmadi (Pembangunan Perumahan)
Arsitek (gedung perluasan)Ir. Muhammad Danisworo (Encona Engineering)
Pemborong (gedung lama)Pembangunan Perumahan
Pemborong (gedung perluasan)Waskita Karya
Lama pembangunan (gedung lama)Maret 1963 – September 1965
Lama pembangunan (gedung perluasan)April 1972 – Maret 1974
Diresmikan30 Maret 1966
Jumlah lantai (gedung lama dan perluasan)8 lantai
Jumlah kamar247
SignifikasiSejarah (Hotel pampasan Jepang insiasi Soekarno)
Arsitektur (khusus pendopo)

Referensi

  1. “Bekas Pesanggrahan Ambarukmo Dijadikan Hotel Natour.” Kedaulatan Rakyat, 3 Januari 1957, hal. 2
  2. “Hotel Turisme di Ambarukmo Jogja.” Kedaulatan Rakyat, 29 Agustus 1961, hal. 1
  3. “Mangket Hotel di Ambarukmo.” Kedaulatan Rakyat, 30 Agustus 1961, hal. 1
  4. ANTARA (1962). “US 14 djuta dollar utk pembangunan 3 hotel.” Kedaulatan Rakyat, 5 April 1962, hal. 1
  5. “Peletakan Batu Pertama Hotel Pariwisata Ambarukmo.” Bintang Timur, 15 Januari 1963, hal. 2
  6. “4 Projek Hotel Dinjatakan Vital.” Kedaulatan Rakyat, 10 Mei 1963, hal. 1
  7. ANTARA (1964). “Pembangunan Ambarukmo Palace Hotel di Djogja.” Merdeka (BM Diah), 27 Juni 1964, hal. 2
  8. “Ditunda.” Berita Yudha, 11 Maret 1966, hal. 2
  9. “Telah Diresmikan Ambarukmo Palace Hotel, Hendaknja Pelajanan Hotel djangan mengetjewakan.” Berita Yudha, 2 April 1966, hal. 2
  10. “Struktur Jaringan Jalan.” Berita Yudha, 18 Maret 1981, hal. 1 dan 8
  11. Kelik Wahyu Nugroho (2022). “Kedaton Ambarrukmo, Wisata Sejarah Yogyakarta yang Tak Lekang oleh Waktu.” Kumparan, 1 Mei 2022. Diakses 7 November 2022 (arsip)
  12. Victor Mahrizal (2011). “Ambarrukmo Palace Hotel Pertahankan Struktur Bangunan Lama.” Tribun Jogja, 26 Oktober 2011. Diakses 7 November 2022 (arsip)
  13. Aloysius Budi Kurniawan (2011). “Hotel Bersejarah Ambarrukmo Palace Hotel Beroperasi Lagi.” KOMPAScom, 27 Oktober 2011. Diakses 7 Oktober 2022 (arsip)
  14. Henni T. Soelaeman (2016). “Harus Susanto, Sang Penerus Ambarukmo.” SWA, 4 Januari 2016. Diakses 7 November 2022 (arsip)
  15. Halaman resmi Hotel Royal Ambarrukmo, diakses 7 November 2022 (arsip)
  16. “Penjerahan Ambarukmo Palace Hotel.” KOMPAS, 13 September 1965, hal. 3
  17. “Pembangunan Hotel Ambarukmo Selesai.” KOMPAS, 18 September 1965, hal. 2
  18. “Kontrak dengan Hotel Okura.” KOMPAS, 15 Februari 1966, hal. 2
  19. jup (1972). “Hotel Ambarukmo Mulai Diperluas.” KOMPAS, 13 April 1972, hal. 3
  20. jup (1981). “Lantai ke tujuh Hotel Ambarukmo retak.” KOMPAS, 15 Maret 1981, hal. 1
  21. jup, pom (1981). “Keretakan Dinding Hotel Ambarrukmo ‘cukup memprihatinkan’.” KOMPAS, 18 Maret 1981, hal. 1
  22. jup (1981). “Disangsikan, Apakah Pembangunannya Sesuai Gambar Struktural.” KOMPAS, 20 April 1981, hal. 1
  23. Arsip halaman resmi KKS Group, diarsip 21 Oktober 2022
  24. “Hotel Ambarrukmo Kembali ke Keraton Yogyakarta.” KOMPAS Jawa Tengah, 1 Mei 2004, hal. A
  25. “Kesenyapan Hotel Tertua Menyimpan Polemik.” KOMPAS Jawa Tengah, 8 April 2004, hal. A
  26. Curricullum vitae Danisworo per 1975 dalam proposal perumahan murah Perumnas Jawa Tengah-DIY, Perumnas 1975. Diakses via Kementerian PUPR pada 1 Januari 2023 (arsip)
  27. Naomi Dian (2018). “Royal Ambarrukmo Yogyakarta: Berkolaborasi Dengan Sejarah.” Majalah Arcaka (Universtias Atma Jaya Yogyakarta) No. 9, Januari 2018, hal. 82-87
  28. Adhi Wargono (1992). “Ambarukmo Palace Hotel Lambang Pariwisata D.I. Yogyakarta.” Harian Ekonomi Neraca, 4 Mei 1992, hal. 5 (via Monumen Pers Nasional)
  29. “Tahun 2003, Hotel Ambarrukmo Diserahkan Kepada Keraton Yogyakarta.” Harian Berita Nasional (Bernas), 27 November 1991, hal. 1 dan 11
  30. ans (1995). “Untuk Kembangkan Ambarrukmo Palace Hotel, Keraton-HII Bentuk Perusahaan Patungan.” Harian Berita Nasional (Bernas), 11 Januari 1995, hal. 1
  31. hil (1993). “Usia 27: APH Hadapi Tantangan Besar di Masa Depan.” Harian Berita Nasional (Bernas), 14 Maret 1993, hal. 2

Lokasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *