Sejak pertama dibuat, Setiap Gedung Punya Cerita selalu menghitung ulang nilai ekuivalen proyek dan biaya-biaya terkait bangunan dan struktur yang dibangun di Indonesia dengan menggunakan kalkulator inflasi berdasarkan IHK (Indeks Harga Konsumen) bernama Inflation Tool.
Nah, dalam artikel ini akan dibahas dasar blog SGPC menggunakan kalkulator inflasi dalam menghitung harga ekuivalen sebuah proyek di masa lalu dengan prakiraan harga di masa kini.
Ditulis ulang total pada 13 Maret 2025
Definisi: apa itu inflasi?
Sebelum lanjut ke alasan teknis di balik hitung-hitungan uang di artikel-artikel SGPC, mari kita ketahui inflasi.
Setiap biaya hidup, baik dari kebutuhan sehari-hari hingga kebutuhan modal, bergantung pada harga barang dan jasa, dan bobot (weight) setiap pengeluaran rumah tangga. Untuk menghitung pergerakan inflasi, pemerintah mengadakan jajak pendapat untuk mengetahui kumpulan barang dan jasa yang umum dikonsumsi, dan melacak pergerakan harga tersebut. Pergerakan kumpulan (basket) harga inilah yang dibanding-bandingkan dengan tahun dasar (base year) sebagai indeks harga konsumen (IHK). Presentase perbedaan nilai IHK periode sebelumnya dengan periode berikutnya inilah yang dikatakan sebagai indeks inflasi konsumen.
Jadi, secara bahasa sederhana inflasi adalah rerata kenaikan harga barang dan jasa dalam periode tertentu di sebuah daerah.
Sisi baik dari inflasi adalah, bagi para ekonom, adalah untuk menggerakkan ekonomi dan sirkulasi uang. Masyarakat akan didorong bekerja untuk mendapatkan gaji dan mengeluarkan uang mereka untuk mendapatkan jasa, menghasilkan permintaan, lebih banyak permintaan, naiklah harga barang. Tapi sisi negatif dari inflasi adalah penurunan daya beli masyarakat dan berpotensi merusak ekonomi bila inflasi terjadi di luar kontrol.
Deflasi, kebalikan dari inflasi, juga tidak baik, karena memancing masyarakat menimbun uang dan menjadikan permintaan lemah, menurunkan harga.
Referensi
- James Chen (2020). “Inflation“. Investopedia, 26 Maret 2020, diakses 22 Juni 2020
- Sean Ross (2019). “When is Inflation Good for the Economy?” Investopedia, 9 Juli 2019, diakses 22 Juni 2020
- Ceyda Oner (2010). “Back to Basics: What is Inflation?” IMF Finance & Development, Maret 2010, hal. 44-45
Mengapa Setiap Gedung Punya Cerita memperhitungkan inflasi harga
Alasannya sudah disampaikan oleh tulisan di atas, oleh inflasi harga yang ada di publikasi cenderung tidak sesuai dengan keadaan sekarang. Semisal, harga minuman Capri-Sonne yang blog ini cantumkan iklannya, saat dikeluarkan pada 1988 harganya 200 rupiah. Uang 200 rupiah sekarang belum cukup untuk membeli permen Blaster yang dijual di warung-warung.


Perhitungan inflasi tersebut juga merupakan sarana edukasi dan berupaya untuk melemahkan romantisme yang marak beredar di kalangan masyarakat terkait dengan harga barang-barang dan produk di Indonesia. Terutama efek dari inflasi 1998 terhadap model perhitungan ulang inflasi pada blog ini.
Namun, tidak semua perhitungan disini akurat, menimbang beberapa asumsi. Inflasi yang dihitung berdasarkan indeks harga konsumen umum, tidak menghitung harga bahan bangunan, mesin dan jasa secara spesifik. Bisa saja harganya lebih murah atau lebih mahal dari estimasi SGPC. Selain itu, teman baik SGPC pernah mengatakan, terutama dalam konteks 1950an dan 1960an, sulit mengukur nilai tukar rupiah yang tepat dan mengalami inflasi tinggi, sehingga nilai proyek lebih sering disebut dalam nilai dolar AS.
Di luar faktor internal tersebut, SGPC menghadapi tantangan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia masih menolak pengukuran harga berdasarkan indeks harga konsumen, malah lebih menerima dasar nilai emas yang dipercaya stabil. Sebenarnya nilai emas sudah meroket sejak 2000an, kontras dengan era 1990an dimana harga emas diperkirakan tidak melebihi 1 juta rupiah ekuivalen dan bahkan sempat turun. Sikap ini ada hubungannya pada pandangan pengguna internet Indonesia yang kerap berseberangan dengan pemerintah.
Sebelum 2020, SGPC menggunakan model perhitungan inflasi lama yang dirasa kurang efisien. Saat itu, nilai inflasi paling lama hanya dari tahun 1979 dan untuk menghitung nilai ekuivalen terkadang harus merujuk pada nilai tukar Rupiah ke dolar AS pada masanya dan menghitung inflasi dolar AS. Hal ini sudah ditanggulangi oleh ketersediaan kalkulator inflasi lain yang menggunakan data dari 1960, walau akhirnya akurasi tak dijamin karena faktor historis.
Jika anda suka sejarah ekonomi, hitunglah nilai inflasi
Jika anda mengaku pecinta sejarah ekonomi dan bisnis, kalkulator inflasi adalah alat yang krusial dalam menghubungkan masa lalu dengan masa kini, di mana harga lama “disesuaikan” dengan harga yang didapat sekarang oleh inflasi. Tujuannya agar pembaca tidak terjebak dengan romantisme dan memberi gambaran yang tepat mengenai biaya hidup.
Setiap Gedung Punya Cerita
Leave a Reply