Ini adalah artikel khusus buat pembaca SGPC yang suka arsitektur murni, tidak seperti kami yang lebih suka menggali gedung-gedung tinggi yang dianggap tidak merakyat atau desainnya nggak ada yang spesial. Bukannya kami tidak sensitif dengan pandangan mereka, tapi di luar sana, pembahasan sejarah arsitektur sangat sukar lepas dari yang namanya politik, sosial dan keunikan desainnya.
Sekaligus ini adalah artikel yang mengajak anda untuk berwisata arsitektur yang kami sortir berdasarkan arsitek sebagai individual. Pertama, orang yang mimin sebut adalah favorit banyak orang karena populismenya yaitu Dipl. Ing. Yusuf Bilyarta Mangunwijaya. Jadinya ini adalah tulisan populis kedua SGPC setelah proyek Citra Niaga di Samarinda 3 tahun lalu.
Siapakah Yusuf Bilyarta Mangunwijaya?
Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, orang yang sering membaca dan belajar arsitektur, atau mania sastra biasanya kenal. Kami tidak karena kami biasanya melototi majalah teknik sipil atau baca buku tentang petualangan bisnis Sukamdani Sahid. Ia lahir di Ambarawa, Jawa Tengah pada 6 Mei 1929, merupakan anak sulung (tertua) dari 12 anak.
Ia menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar Bumiputera/Hollandsch-Indische School, sekolah menengah di Sekolah Teknik Listrik Yogyakarta dan di sebuah SMA hingga lulus sepenuhnya pada 1951. Pernah ditawari masuk sekolah arsitektur Institut Teknologi Bandung selepas lulus, namun Mangun tidak begitu berkeinginan dan memutuskan masuk seminari dan menjadi pastor.
Namun, setelah lulus dari seminari Sancti Pauli Yogyakarta pada 1957 dan menjalani masa persiapan sebagai pengabdi Katolik dua tahun kemudian, tiba-tiba Gereja memintanya untuk mendalami arsitektur di ITB. Setahun kemudian ia diutus lagi oleh Gereja untuk menimba ilmu di Rheinisch-Westfälische Technische Hochschule Aachen (Sekolah Tinggi Teknik Rhein-Wesfalia Aachen), Aachen, Jerman Barat, selama 6 tahun (1960-66).
Adanya revolusi ilmu arsitektur yang memaksa ilmu sosial dimasukkan ke dalam arsitektur saat itu, Majalah Konstruksi (#175, November 1992) berspekulasi bahwa ilmu inilah yang memengaruhi karya-karya arsitekturnya. Sejak lulus pada 1966, ia tidak hanya membuat karya-karya arsitekturnya yang dominan ditemukan di Yogyakarta dan Jawa Tengah, tetapi juga menulis buku yang memberi warna pada sastra di Indonesia.
Y.B. Mangunwijaya wafat pada tanggal 10 Februari 1999 di Jakarta, meninggalkan legasi kuat di jagat arsitektur nasional.
Apa saja karya-karya arsitekturnya?
Semua karya-karya Y.B. Mangunwijaya yang dirancangnya tidak ada yang bernilai niaga, tidak ada yang tinggi-tinggi dan megah seperti karya Soejoedi, Suwondo atau Silaban. Kebanyakan merupakan rumah dan proyek-proyek sosial seperti tempat ibadah dan proyek “untuk kaum papa”.
Data disarikan dari beberapa sumber. Hanya lokasi yang terbangun dan alamatnya teridentifikasi yang masuk di daftar ini demi kepuasan anda berwisata arsitektur ria, dan berhati-hatilah ketika mengunjungi rumah-rumah pribadi, hormatilah privasi pemilik rumah.
Karena lokasinya kebanyakan di Jawa Tengah bagian selatan dan D.I. Yogyakarta, mimin sarankan menginaplah di hotel-hotel daerah tersebut terkhusus di Yogyakarta, dan pesan melalui Agoda dan dapatkan harga menarik.
Nama proyek | Alamat (Geocode) | Tahun konstruksi/desain | Catatan |
JAWA TENGAH | |||
Gereja St. Perawan Maria di Fatima | Jalan Pattimura No. 2 Sragen, Jawa Tengah | 1967-68 | |
Gereja St. Maria Assumpta | Jalan Andalas No. 26 Klaten, Jawa Tengah | 1968-69 | |
Gereja St. Yusuf Jurukarya | Jalan Cenderawasih Ds. Plawikan, Kec. Jogonalan, Kab. Klaten, Jawa Tengah | 1969-70 | |
Gereja St. Petrus | Jalan Balaputradewa (50 meter timur Candi Borobudur) Ds. Borobudur, Kec Borobudur, Kab. Magelang, Jawa Tengah | 1970 | |
Gereja St. Inigo | Jalan A.M. Sangaji No. 27 Kec. Ps. Kliwon, Surakarta, Jawa Tengah | 1974-76 | Dibongkar 1999/2000. Gedung baru karya anak anggota paroki setempat. Data per blogspot gereja. |
Gereja St. Theresia dan Wisma Salam | Jalan Magelang-Yogyakarta, Ds. Salam, Kec. Salam, Kab. Magelang, Jawa Tengah | 1971-75 | 1975 per Dipl.-Ing. Gereja St. Theresia dibongkar 2020. |
Rumah Arief Budiman | Jalan Kemiri Candi No. 36 Kec. Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah | 1984-86 | Data per Suara Merdeka (14/2/1992). Rumah pribadi |
Pertapaan Bunda Pemersatu | Ds. Gedono, Kec. Getasan, Kab. Semarang, Jawa Tengah (pintu masuk dari Jl. Raya Salatiga-Solo) | 1984-88 1988-91 | |
Gereja Bunda Maria Sapta Duka | Jalan Mayor Kusen Ds. Mendut, Kec. Mungkid, Kab. Magelang, Jawa Tengah (dekat Hotel de Borobudur) | 1993-94 | |
Gereja Tyas Dalem | Ds. Mandungan, Kec. Srumbung, Kab. Magelang, Jawa Tengah | i.t.a. | |
D.I. YOGYAKARTA | |||
Gereja St. Albertus Agung | Jalan A.M. Sangaji No. 20 Kec. Jetis, Yogyakarta, D.I. Yogyakarta | i.t.a. | Lokasi paling mendekati versi SGPC. Disebutkan bahwa terdapat Wisma Unio, tetapi ada indikasi wisma tersebut sudah dibongkar. |
Gereja St. Lukas | Ds. Panjangrejo, Kec. Bantul, Kab. Bantul, D.I. Yogyakarta | 1970-71 | |
Gereja St. Yusuf | Jalan Dekso-Klangun Ds. Bogo, Kec. Kali Bawang, Kab. Kulonprogo, D.I. Yogyakarta | 1970-71 | Lokasi paling mendekati versi SGPC. |
Wisma Sang Penebus | Ds. Nandan, Kec. Ngaglik, Kab. Sleman, D.I. Yogyakarta | 1978 | |
Seminari Anging Mamiri | Jalan Kaliurang Km. 7 Ds. Ngabean Kulon Kec. Ngaglik, Kab. Sleman, D.I. Yogyakarta | 1977-78 | |
Perziarahan Gua Maria Sendangsono | Ds. Samagung, Kec. Kali Bawang, Kab. Kulonprogo, D.I. Yogyakarta | 1972-91 | Pemenang IAI Awards 1991 Kategori Khusus. Pembangunan konon tidak pakai bestek. |
Pemukiman Kali Code | Jalan Jenderal Sudirman, Kec. Gondokusuman, Yogyakarta, D.I. Yogyakarta (lokasi peta) | 1983-87 | Pemenang Aga Khan Award for Architecture 1992 |
Lab. Dinamika Edukasi Dasar | Jalan Affandi Gg. Kuwera, Ds. Mrican, Kec. Depok, Kab. Sleman, D.I. Yogyakarta | 1986-99 | Rony Sunaryo: “Wisma Kuwera”. Rumah pribadi Mangunwijaya. Sekarang tempat kursus pendidikan alternatif |
SD Eksperimental Mangunan | Jalan Kenanga Ds. Purwomartani, Kec. Kalasan, Kab. Sleman, D.I. Yogyakarta | 1993 | |
NUSA TENGGARA TIMUR | |||
Biara Redemptionist | Ds. Soba Wawi, Kec. Loli, Kab. Sumba Barat, N.T.T. | i.t.a. | Rony Sunaryo: Belum disurvei. Lokasi paling mendekati versi SGPC. |
DKI JAKARTA dan JAWA BARAT | |||
Bentara Budaya Jakarta | Jalan Palmerah Selatan No. 17 Kec. Tanah Abang, Jakarta Pusat, DKI Jakarta | 1985 | |
Gereja Salib Suci Cilincing | Jalan Tugu Raya No. 12 Kec. Koja, Jakarta Utara, DKI Jakarta | 1982-84 | Data per Dipl.-Ing. Kolaborasi bersama Han Awal. |
Seminari Fermentum | Jalan Citepus III Kec. Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat | 1996 |
Positif-negatif mengenai Mangunwijaya……
Positif | Negatif |
Populis, tergambarkan dari karya-karya dan pandangan politiknya | Kali Code, bila ditilik dari realita sosial-politik sekarang, adalah bentuk legalisasi penyerobotan lahan dan glorifikasi pemukiman kumuh |
Karya-karyanya dianggap memiliki nilai sosial dan kebudayaan yang kuat | Kiblat arsitekturnya masih diperdebatkan antara “neoprimitivisme” (Eko Budihardjo) pasca-modern (Hary Wahjono) atau modernisme (Budi A. Sukada) – Majalah Konstruksi #177, Januari 1993 |
Dianggap memenuhi kaidah “arsitektur Indonesia”. Kaidah ini adalah versi kolotnya menurut SGPC. | Mengingat torehan positifnya, ada kesan tabu untuk mengritik karya Y.B. Mangunwijaya secara negatif |
Memenangkan beberapa penghargaan seperti IAI Award dan Aga Khan Award for Architecture | Untuk Setiap Gedung Punya Cerita, sebagian pandangan positif Y.B. Mangunwijaya berpotensi bertentangan dengan tujuan dibuatnya blog ini. |
Referensi
- Rony Gunawan Sunaryo (2007). “Mengikuti Langkah Pikir Romo Mangun: Sebuah Tinjauan Mengenai Metode Perancangan Arsitektur Yusuf Bilyarta Mangunwijaya.” Dimensi Vol. 35 No. 1, Juli 2007. Surabaya: Universitas Kristen Petra. Hal. 41-45
- Moritz Henning; Eduart Kögel (ed. 2023). “Dipl.-Ing. Arsitek: German-trained Indonesian Architects from the 1960s.” Berlin: DOM Publisher. Hal. 152-157
- Rahmi Hidayat (1992). “Dipl. Ing. Y.B. Mangunwijaya: Pendekar kaum marjinal.” Majalah Konstruksi No. 175, November 1992, hal. 5-7
- Rahmi Hidayat (1993). “Telaah dan kritik karya arsitektur: Tradisional, Postmodern atau Neoprimitif?” Majalah Konstruksi No. 177, Januari 1993, hal. 8-12
Tinggalkan Balasan