Apartemen Mangga Dua Court adalah apartemen kembar dengan 140 unit yang berdiri di sisi selatan kawasan proyek Mangga Dua, dikembangkan oleh Duta Pertiwi dalam rangka pengembangan Mangga Dua. Apartemen yang masing-masing memiliki 16 lantai ini dirancang oleh tim arsitek dari Perentjana Djaja dan dibangun oleh PT Pembangunan Perumahan mulai Juni 1992 sampai selesai dibangun pada Agustus 1993, menurut PT PP. Majalah Konstruksi melaporkan bahwa proyek selesai dilakukan pada Oktober 1993, sekaligus mengadakan serah-terima kunci unit apartemen.
Alasan dari pembangunan Mangga Dua Court didasari ide bahwa pengusaha di kawasan Mangga Dua memerlukan tempat kerja, dan ini yang diubah menjadi peluang bagi kelompok bisnis Eka Tjipta Widjaja, yang juga mengembangkan proyek-proyek terdekat di kawasan Mangga Dua seperti Mangga Dua Centre dan ITC Mangga Dua.
Proyek tersebut memang awalnya dikritik karena lokasinya yang dianggap tidak sesuai dengan rencana apartemen Mangga Dua Court. Hal menarik lain dari apartemen ini adalah status unit apartemennya yang bergelar strata. Toh, proyek seharga Rp 40 milyar tersebut cukup laku di pasaran dan bisa serah terima tepat pada waktunya.
Desain arsitektur Mangga Dua Court terklasifikasi sebagai pascamodern. Pihak pengembang mengatakan bahwa desain MDC mengekspresikan ciri khas modern tetapi “tidak meninggalkan rasa tinggal di rumah.” Untuk mewujudkannya, apartemen MDC memiliki atap genteng sebagai pucuk dan balkon di setiap unitnya. Interiornya dirancang lebih hangat dengan dominasi material kayu.
Secara properti, Mangga Dua Court memiliki 140 unit yang dibagi menjadi 5 tipe apartemen, yaitu tipe (dalam meter persegi) 140, 150, 185, penthouse 185 dan penthouse 240, dijual mulai 258-600 juta rupiah nilai 1992 (setara Rp 2,7-6,3 milyar nilai 2020).
Mangga Dua Court bergelut dengan drama meja hijau
Sayangnya, 14 tahun pasca serah terima kunci, Apartemen Mangga Dua Court, seperti halnya tetangga sebelah jalan yaitu ITC Mangga Dua, akan selamanya menjadi contoh textbook dari sengketa penghuni dengan pengembang dan menjadi gambaran pentingnya transparansi dalam penjualan dan pengelolaan apartemen.
Perpindahan pengelolaan
Masalah awal yang menjangkit MDC adalah transparansi pengelolaan. Kepada wartawan outlet media liberal Tirto, pada tahun 1995, Fifi Tanang, salah satu tenant MDC yang menjadi orang nomor satu di Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Mangga Dua Court (PPRS MDC), meminta pihak Duta Pertiwi untuk terbuka soal kepemilikan lahan dan pengelolaan apartemen berwarna pastel itu. Dukungan penghuni pun diraup melalui pintu-ke-pintu, dan dana segar 72 juta rupiah didapat untuk mendanai somasi kepada Duta Pertiwi.
Pertemuan berlangsung di kantor Duta Pertiwi di ITC Mangga Dua untuk menegosiasi keinginan penghuni Mangga Dua Court. Dengan negosiasi yang sangat alot, pihak Duta Pertiwi, dipimpin oleh Muktar Widjaja, menerima dengan menantang penghuni MDC agar mereka bisa mengelola apartemen tersebut dengan baik. Tantangan Widjaja diemban dengan baik oleh PPRS MDC, dan sejak pengelola baru (yang dianggap menguntungkan pihak penghuni) ditunjuk, Mangga Dua Court kini sudah dikelola mandiri.
Kontroversi tanah
Tetapi, setelah 11 tahun berlalu, PPRS MDC baru sadar bahwa apartemen Mangga Dua Court didirikan bukan murni di landbank Duta Pertiwi, melainkan di tanah HPL (hak pengelolaan lahan) milik Pemda DKI yang dikelola oleh Duta Pertiwi sejak 1984, saat mereka mengurus perpanjangan HGB. Akibatnya, HGB Mangga Dua Court dibatalkan, atau mereka harus membayar 24 milyar rupiah uang rekomendasi ke Pemerintah DKI.
Karena pihak Duta Pertiwi dituduh melakukan tindak penipuan terhadap calon pembeli MDC yang menjamin apartemen mereka dibangun di tanah HGB murni, alias landbank, Fifi Tanang, ketua PPRS MDC, menuntut Duta Pertiwi ke pengadilan pada Juni 2007.
Sengketa ini membutuhkan waktu sangat lama, 11 tahun, sudah termasuk beberapa gugatan balik dan banding. Dalam ronde pertama di PN Jakarta Utara, PPRS MDC mengalahkan Duta Pertiwi 2-0 (pertama mengenai klausul jual-beli jasa dan produk, dan kedua mengenai pencemaran nama baik), tetapi di ronde banding dan peninjauan kembali yang dilancarkan pihak PPRS MDC pada 2015, sebaliknya Duta Pertiwi menang (skor 2-3, skor bonus bagi yang menang PK).
Bagi PPRS MDC, kekalahan mereka di palagan meja hijau membuat mereka harus membayar biaya perpanjangan rekomendasi ke Pemda DKI, dan bagi Duta Pertiwi, ada kesempatan untuk merebut fasilitas apartemen yang mereka harus lepas pada 1995 lalu.
Data dan fakta
Alamat | Jalan Mangga Dua Raya Sawah Besar, Jakarta Pusat, Jakarta |
Jumlah menara | 2 |
Arsitek | Perentjana Djaja |
Pemborong | Pembangunan Perumahan |
Lama pembangunan | Juni 1992 – Oktober 1993 |
Jumlah lantai (kedua menara) | 16 lantai |
Jumlah unit | 140 |
Biaya pembangunan | Rp 40 milyar (1992) Rp 423 milyar (inflasi 2020) |
Signifikasi | Sospol (sengketa hukum) |
Referensi
- Saptiwi Djati Retnowati (1993). “Mangga Dua Court Condominium: Tidak Meninggalkan Kesan Rumah”. Majalah Konstruksi No. 186, Oktober 1993, hal. 38-42
- Agung Firmansyah; Nukman Luthfie; Robinson P.; Arfan A. Lewa (1992). “Tanda Tanya dari Mangga Dua”. Majalah Prospek, 4 April 1992, hal. 23-24
- Arsip web PT PP, diarsip 24 Februari 2004
- Reja Hidayat (2019). “Mereka Yang Sukses Melawan Developer Apartemen“. Tirto, 30 April 2019. Diakses 23 Juli 2020. (arsip)
- Reja Hidayat (2019). “Bom Waktu Kasus Apartemen di Jakarta: HGB di Atas Tanah Negara“. Tirto, 20 April 2019. Diakses 23 Juli 2020. (arsip)
- “Saling Sikat di Mangga Dua“. Hukum Online, 12 Maret 2008. Diakses 23 Juli 2020. (arsip)
- “Secercah Harapan Bagi Penghuni Apartemen Mangga Dua“. Hukum Online, 15 April 2008. Diakses 23 Juli 2020. (arsip)
Tinggalkan Balasan