Setiap Gedung Punya Cerita

Blog Sejarah Gedung-Gedung Indonesia

Iklan

Segitiga Senen: Millennium Mall, Cowell Tower dan Hotel Lumire Senen

Segitiga Senen adalah sebuah superblok yang berada di dalam kawasan “Segitiga” di Senen, Jakarta Pusat, dekat dengan Pasar Senen, segi empat Kalilio alias kawasan Mitra Oasis, dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, atau RSPAD.

Proyek yang dikembangkan oleh Grup Ongko dalam rangka penataan kembali kawasan Segitiga Senen tersebut terdiri dari kompleks rukan, Millennium Mall Senen (bekas Plaza Atrium), Hotel Lumire Senen dan gedung perkantoran Cowell Tower (bekas Graha Atrium) yang dibangun secara bertahap dari 1990-1994.

Gedung tinggi Atrium Senen
Hotel Lumire dan Graha Atrium. Foto oleh mimin SGPC

Iklan

Sejarah Pengembangan Segitiga Senen, tekadnya bulat sejak 1974

1960an – Oktober 1988

Segitiga Senen zaman dahulu, 1985
Suasana Segitiga Senen sekitar 1984-85 yang merupakan kawasan padat penduduk. Fotografer tidak jelas; diambil dari Jakarta (1987).

Proyek peremajaan kawasan yang dulunya merupakan ruko-ruko kumuh dari era Belanda bernama Vinckepasser sudah dicanangkan dan direncanakan sejak 1962 atau 1965, bergantung sumber, saat PT Pembangunan Jaya bekerjasama dengan Pemerintah DKI Jakarta ingin merombak kawasan Senen. Tidak ada informasi lebih lanjut mengenai bagaimana tata loka dari kawasan Senen di tahun 1960an yang dicanangkan Jaya dan Pemda DKI, terutama ditengah kondisi politik yang bergejolak.

Baru pada tanggal 15 Juli 1974, Walikota Jakarta Pusat, Eddy Djadjang Djajaatmadja, sudah mencetuskan ide tersebut secara serius. Saat itu, pihak pemda menyarankan membangun sekumpulan gedung berlantai 3 hingga 4 dengan pencakar langit di posisi menghadap Jalan Kramat Raya. Demi menunjang rencana tersebut, Pemerintah DKI melebarkan Jalan Kalilio (sekarang Jalan Stasiun Senen) dan Jalan Senen Raya.

Konsep berubah lagi pada tahun 1976. Bersamaan dengan pembangunan Pasar Senen Tahap III, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin lagi-lagi menyebutkan rencana Segitiga Senen yang dibahas oleh Eddy Djajaatmadja. Sedikit perbedaan diantara Sadikin dan Djajaatmadja adalah blok perkantoran dan perumahan yang diusulkan Sadikin adalah 10 lantai. Hambatan terbesar dari proyek ini adalah modal yang disetor sangat tinggi, 10 milyar rupiah (1976) dan bangunan sementara untuk menampung eks penghuni Segitiga Senen.

Baru pada bulan Juli 1977, muncul seberkas sinar di balik kegelapan proyek Segitiga Senen. Saat itu, Pemerintah DKI Jakarta menginventarisasi tanah yang akan dibangun untuk revitalisasi kawasan itu, setelah selesainya proyek pelebaran Jalan Stasiun Senen dan Senen Raya. Setelahnya, tidak ada informasi lagi sampai pada Maret 1984, lagi-lagi Pemprov DKI Jakarta mengumumkan bahwa pembangunan dan pengosongan akan dimulai pada Mei 1984.

Segitiga Senen zaman dahulu, 1989
Suasana di sekitar Pasar Senen sekitar 1988-89. Foto oleh Majalah Konstruksi (Mei 1989)

Nyatanya, seberkas sinar di proyek Segitiga Senen, hanya menjadi judul lagu Nike Ardilla (catatan: Nike baru berusia 8 tahun saat proyek ini diumumkan dan lagunya sendiri baru dirilis di tahun 1990an). Seperti biasanya, alasan klasik berupa biaya pembebasan lahan menjadi batu ganjalan proyek ini. Inilah yang membuat Pembangunan Jaya berhasrat untuk mengembalikan wewenang pengembangan revitalisasi kawasan itu ke Pemda DKI pada tahun 1985.

Seperti yang diprediksikan, pada bulan April 1988, Pembangunan Jaya menyerah, dan wewenangnya dikembalikan ke Pemda DKI. Sebulan kemudian, PD Pembangunan Sarana Jaya (ingat kata “Sarana”) menerima mandat untuk peremajaan. Dengan modal studi awal sejak 1985, kredit murah dari Departemen Keuangan dan panji Jaya Raya, Proyek tersebut sudah menemukan seberkas cahayanya.


Iklan

November 1988 – Agustus 1992

1988 merupakan masa “nyalakan tanda bahaya” bagi penghuni Segitiga Senen. Beberapa pedagang disana khawatir, bila mereka diperintahkan untuk pindah tanpa jaminan mendapatkan tempat di ruko revitalisasi, usaha mereka akan terganggu.

Ketar-ketir yang mereka sampaikan di KOMPAS inilah yang terkonfirmasi saat mimin SGPC ini menanyakan seorang sopir taksi yang pernah tinggal di dekat Segitiga Senen soal nasib pedagang tersebut; hampir semua eks pengusaha daerah tersebut sudah tidak lagi melanjutkan usahanya di lokasi revitalisasi alias berpencar.

Per 15 Desember 1988 telah berlangsung pembayaran ganti-rugi penghuni Segitiga Senen, dan berakhir per Februari 1989. Pasca-pembayaran, kawasan tersebut dikosongkan dan digaruk. Bangunan yang tidak dihancurkan adalah Gedung Jaya Gas, yang sekarang menjadi kedai Pizza Hut dan tiga toko berlantai 2 di dalam blok-blok ruko. Karena ketiga ruko ini berlokasi jauh dari jalan utama, Gedung Jaya Gas sering dikira merupakan satu-satunya bangunan yang tersisa dari eks Vinckerpasse.

PT Indokisar Djaya terpilih sebagai pengembang Segitiga Senen setelah mengalahkan 19 pengembang lain dalam sebuah tender yang diadakan Pemda DKI Jakarta. Proyek tersebut dimulai dengan peletakan batu pertama pada tanggal 31 Januari 1990, dengan rukan mendapat prioritas. Saat pembangunan berlangsung, rukan yang dibangun nantinya akan ditujukan untuk bekas pebisnis yang terusir dari Segitiga Senen.

Setelah proyek rukan, secara bergiliran pembangunan gedung di kawasan Segitiga Senen direalisasikan, mulai dari Graha Atrium, sekarang Menara Cowell, Plaza Atrium dan terakhir adalah Hotel Dai-Ichi Jakarta yang sekarang bernama Hotel Lumire. Proyek rukan sendiri selesai sekitar 1991; pada tanggal 6 November 1991, fotografer KOMPAS Hasanuddin Assegaff melaporkan bahwa rukan Segitiga Senen mulai ditempati pedagang.


Iklan

Cowell Tower dalam pembangunan, Juni 1991. Jakarta tempo dulu.
Graha Atrium dalam tahap pembangunan, 1 Juni 1991. Foto oleh Majalah Konstruksi.

Pembangunan Graha Atrium dan Plaza Atrium dilakukan nyaris bersamaan. Khusus gedung perkantoran Graha Atrium, konstruksinya digarap oleh Total Bangun Persada mulai September 1990 hingga selesai dibangun pada akhir Agustus 1992; sementara Plaza Atrium dibangun oleh pemborong swasta Duta Graha Indah mulai bulan Januari 1991 dan selesai dibangun pada bulan Juli 1992.

Yang dibangun terakhir adalah adalah Hotel Dai-Ichi. Ia dibangun oleh J.O. Wijaya Karya dengan pemborong dari Jepang Tekken Corporation, mulai Oktober 1991 hingga rampung pembangunannya pada bulan November 1993. Ongko Group yang sebelumnya memiliki proyek ini bersama Grup Gemala merogoh biaya Rp 130 milyar rupiah untuk mengembangkan proyek ini.

Hotel Lumire Senen konstruksi zaman dahulu.
Konstruksi tahap akhir Hotel Dai-Ichi (Lumire) Senen, 2 Februari 1993. Foto oleh Majalah Konstruksi.

Plaza Atrium, bersama dengan perkantorannya, diresmikan pada tanggal 21 Agustus 1992. Sementara Hotel Dai-Ichi diresmikan terlambat pada awal Desember 1993. Pembangunan keseluruhan melibatkan 46 pemborong, 3 ribu tenaga kerja konstruksi dan dana sebesar Rp 400 milyar, setara dengan 4,2 triliun rupiah nilai 2020; dengan rincian Hotel Dai-Ichi Rp. 130 milyar (1993), Plaza Atrium Rp. 80 milyar (1992) dan Graha Atrium Rp. 80 milyar (1992).


Iklan

Pascakonstruksi (1992-sekarang)

Rukan Segitiga Senen, Graha Atrium/Bunas Center, Hotel Lumire d/h Hotel Dai Ichi Senen, 1995
Suasana segitiga Senen sekitar 1994-95. Foto tidak diketahui, disadur dari Jakarta: 50 Tahun dalam Pengembangan dan Penataan Kota, 1995

Graha Atrium

Baik Graha Atrium dan Mall Plaza Atrium Senen diresmikan bersamaan pada tanggal 21 Agustus 1992 oleh Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto.

Sebulan pasca-peresmian, Bank Umum Nasional (BUN) milik Grup Ongko yang berafiliasi ke pengembang Segitiga Senen pindah ke gedung ini dan menjadi kantor pusatnya hingga krisis moneter 1998 membekukan operasional bank ini, mengganti namanya menjadi Bunas Centre. Sebelumnya, BUN berkantor pusat di Jalan Prapatan.

Millennium Mall Senen

Seperti yang dibahas di bagian Graha Atrium, Mal Plaza Atrium yang sebelumnya bernama The Atrium, juga diresmikan oleh Wiyogo Atmodarminto pada tanggal 21 Agustus 1992. Dalam waktu yang bersamaan, beberapa tenant seperti Yaohan, bioskop Cineplex 21 Atrium, Church’s Texas Fried Chicken, KFC dan California Fried Chicken mulai membuka gerainya di The Atrium.

The Atrium pada awalnya menyasar kalangan menengah ke atas dengan dibukanya department store asal Jepang Yaohan. Tetapi, ada masalah besar di mall ini. Stigma Senen sebagai kawasan untuk kawasan menengah ke bawah dan kesemrawutan lalu lintas membuat tak banyak pengunjung kelas menengah atas yang datang ke mal ini; mulai pertengahan 1995, Yaohan, yang saat itu dalam keadaan sakit berat, angkat kaki dari Atrium Senen. Sebagai penggantinya adalah Matahari Department Store yang sampai saat ini berada di Atrium. Kebijakan tersebut memaksa reposisi pasar The Atrium seperti yang terlihat saat ini.

Plaza Atrium pernah diserang oleh teroris tiga kali, semuanya terjadi di masa gejolak politik pasca-krismon. Pertama terjadi pada tanggal 11 Desember 1998, merusak eksterior ATM BCA Plaza Atrium, tetapi tidak sampai merusak anjungan tunai mandiri sendiri. Dua orang terluka dalam kejadian ini.

Sementara serangan kedua dan ketiga terjadi pada waktu nyaris bersamaan. Pada 1 Agustus 2001, bom berjenis TNT meledak di pintu masuk utama Atrium, melukai 6 orang dan merusak plafon sekitar lokasi ledakan. Kelompok teroris Abbas disebut mengeksekusi serangan bom yang dilakukan oleh 3 orang yang terluka oleh bom berdaya ledak rendah ini. Lebih dari sebulan kemudian, 23 September 2001, sebuah bom mobil meledak di gedung parkir Plaza Atrium, merusak 8 kendaraan. Tidak ada korban jiwa maupun luka dalam peristiwa ini.

Sejak tutupnya Grup Ongko hingga 2023, Plaza Atrium, seperti halnya Cowell Tower, dimiliki oleh Cowell Development. Namun, krisis yang membelit perusahaan properti tersebut memaksa Cowell melepas mall yang saat itu berusia 31 tahun kepada PT Nusa Mandiri Properti, perusahaan properti milik taipan gula dan batubara Timothy Savitri sekitar September 2023.

Nama “Plaza Atrium” akhirnya pensiun pada 7 Juni 2024, saat mall tersebut berganti nama menjadi Millennium Mall dengan mengusung mall gaya hidup gaya jejepangan – setidaknya mengembalikan sebagian spirit lama The Atrium era 1992-95. Dalam waktu yang bersamaan, dibuka pujasera (Foodcourt) berkonsep baru di lantai empat (5 struktur).

Hotel Lumire Senen

Setelah memulai operasionalnya pada 1 Desember 1993, hotel di kawasan Segitiga Senen tersebut dikelola oleh jaringan hotel dari Jepang Dai-Ichi Hotels, dengan nama Dai-Ichi Hotel Jakarta selama lima tahun. Kontrak pengelolaannya berakhir pada 1 Juli 1998, dan selanjutnya pengelolaan diambil alih Grup Aston International Hotel & Resort pada bulan Mei 1999.

Pengelolaan Aston dan nama Aston Hotel & Convention Centre pun bertahan 10 tahun; mulai 1 Mei 2009, hotel ini resmi meninggalkan Grup Aston dan berganti nama menjadi Lumire Hotel & Convention Centre (Agoda), atau singkatnya, Hotel Lumire.


Iklan

Segitiga Senen mencoba melanjutkan warisan perdagangan emas

Kawasan Segitiga Senen, dengan luas lahan 6,1 hektar, saat ini memiliki 4 tipe bangunan: rukan, kantor, hotel dan pusat perbelanjaan. Kawasan tersebut dirancang oleh tim arsitek dari Atelier 6, dengan Ir. Nina Achdiat M. Arch IAI, sebagai perancangnya.

Idenya adalah ingin menlanjutkan warisan dari perdagangan emas yang menjadi penggerak ekonomi kawasan dengan paduan aktivitas yang lebih modern dan lebih bersahabat dengan pejalan kaki; kenyataannya, rukan yang awalnya diperuntukkan untuk toko-toko emas beralih guna menjadi perkantoran dan sedikit rumah makan.

Sebagai salah satu superblok generasi awal di Jakarta, bahkan Indonesia, Segitiga Senen dirancang saling mendukung dan terhubung antar fungsi bangunan, dari ruko, mall, hotel dan perkantoran.

Ruko/Rukan

Rukan Segitiga Senen pada tahun 1992. Ruko Jakarta tempo dulu
Rukan Segitiga Senen pada tahun 1992. Foto: Kushindarto/Majalah Warta Ekonomi, 14 September 1992

Ruko/rukan Segitiga Senen merupakan blok yang pertama dibangun di kawasan perdagangan ini. Dibangun mulai 1990 dan selesai 1991, blok ini memiliki 164 unit dengan luas lantai total 66.760 meter persegi, dan ditujukan untuk rumah dan pertokoan dalam satu unit. Tiga unit di rukan ini adalah peninggalan sebelum revitalisasi Segitiga Senen.

Desain arsitektur ketiga blok ini dipisah menjadi tiga; modern, betawi dan tempo doeloe, mewakili trend arsitektur di Jakarta. Awalnya ditujukan bagi toko-toko yang sebelumnya menempati kawasan Segitiga Senen; saat ini rukan lebih didominasi oleh perkantoran.

Cowell Tower

Graha Atrium
Foto oleh mimin SGPC

Cowell Tower adalah gedung kedua yang dibangun di kawasan Segitiga Senen setelah rukan. Ia juga dikenal bernama Menara Cowell, Graha Atrium,Bunas Center, atau Gedung Bunas (Bank Umum Nasional). Gedung berlantai 16 dengan luas lantai 32 ribu meter persegi sudah termasuk parkiran ini dirancang oleh tim arsitek dari Atelier 6, dan strukturnya dirancang oleh Limaef.

Desain gedung perkantoran Cowell Tower sebelum direnovasi oleh pihak Cowell, memang dirancang lebih selaras dengan daerah sekitarnya, terutama podiumnya yang mengikuti dominasi bentuk segi empat pada gedung-gedung sekitarnya (Millennium Mall, Hotel Lumire dan pertokoannya).

Berlanggam pascamodern, Menara Cowell sebelumnya memiliki ornamen segitiga yang melambangkan tahapan kelanjutan usaha. Finishing menggunakan keramik berwarna abu-abu yang langsung terpasang pada beton cetak, seperti halnya Apartemen Sultan yang panel keramiknya menyatu dengan beton cetak (precast).

Secara posisi, Menara Cowell tidak mengikuti rencana yang dituang oleh Pemerintahan Ali Sadikin di tahun 1970an; posisi Kramat Raya diambil oleh pusat perbelanjaan dan pada akhirnya diposisikan ke Jalan Senen Raya.

Menara Cowell
Setelah direnovasi (oplas). Foto oleh mimin SGPC

Direnovasi pada tahun 2015, pihak Cowell menambahkan satu lantai pada podium, struktur baja dan mengganti lapis keramik dan jendela cokelat dengan lapis kaca, stereotip arsitektur neomodern abad 21. Sayangnya, tidak ada catatan mengenai arsitek desain Cowell Tower ini.

Struktur gedung menggunakan pondasi tiang bor (bored pile) dengan kedalaman maksimum 25 meter, dan yang berdekatan dengan Hotel Lumire berfungsi sebagai tiang tensioner (tension pile), sementara struktur atas menggunakan rangka dengan konstruksi beton bertulang dan pre-stressing untuk bentang panjang.


Iklan

Millennium Mall Senen

Millennium Mall d/h Plaza Atrium Senen
Plaza Atrium – sekarang Millennium Mall. Foto oleh mimin SGPC

Millennium Mall adalah bangunan kedua yang dibangun di kawasan Segitiga Senen. Pusat perbelanjaan ini berlantai 6 dengan 1 basement, dengan luas lantai mencapai 66 ribu meter persegi alias ada kemungkinan sudah diperluas. Berbeda dengan rukan, hotel dan perkantoran, The Atrium Senen, nama lama mal ini, dirancang oleh Denton Corker Marshall melalui anak usahanya PT Duta Cermat Mandiri.

Millennium Mall d/h Plaza Atrium Senen
Atrium Millennium Mall. Foto oleh mimin SGPC

Mal dengan tenant utama Matahari Department Store, Foodmart, dan bioskop XXI ini memiliki atrium terpanjang di Asia Tenggara di zamannya, yaitu 150 meter. Lantai dasar dari atrium tersebut digunakan untuk arena pameran dan event-event hiburan menarik.

Di mall yang kini berkepala 3 tersebut, kurang lebih 130 toko baik tenant anchor maupun tenant non-anchor, 50 rumah makan, 30 toko ponsel pintar dan 100 toko onderdeel kendaraan menggelar dagangannya di Millennium Mall.

Secara eksterior, mall rancangan Budiman H. Hendropurnomo ini didominasi bentuk geometris berupa kotak, bahasa arsitektur resmi kawasan Segitiga Senen, divariasikan dengan lapis kaca dan warna abu gelap, abu terang dan lembayung.


Iklan

Hotel Lumire Senen

Hotel Lumire Senen
Foto oleh mimin SGPC

Terakhir adalah Hotel Lumire Jakarta. Hotel berlantai 16 lantai dengan 2 basement tersebut memiliki 343 kamar yang terdiri dari 4 jenis kamar, yaitu Superior (37 m persegi), Executve (38 m persegi), Suite (74 m persegi) dan Presidential Suite (187 m persegi). Website resmi Lumire mengklaim sebagai yang terluas bila dihitung rata-rata luas kamar.

Dengan label “Convention Centre”, Hotel Lumire memiliki sebuah ballroom berkapasitas 1000 orang dan seluas 725 meter persegi di lantai 1, pusat bisnis di lantai dasar, lounge eksekutif di lantai 15 dan kolam renang di lantai 3, berlokasi sedikit keluar dari towernya. Hotel ini memiliki 6 rumah makan dan bar; T’ang Chinese Restaurant dan Niwa Japanese Restaurant tidak berubah nama sejak dibuka.

Hotel rancangan tim arsitek dari Atelier 6 ini masih melanjutkan ciri khas tetangganya sebagai bagian dari Segitiga Senen, yaitu dominasi bentuk kotak pada podium, tetapi berbeda dengan tetangga sebelahnya, yaitu Menara Cowell, desain towernya jauh lebih luwes dengan lengkungan dan fungsional agar bisa memaksimalkan ruang yang ada. Senada dengan Cowell Tower, secara posisi hotel ini sejajar dengan Jalan Senen Raya.


Iklan

Data dan fakta

Cowell Tower

Nama lamaBunas Centre
Graha Atrium
AlamatJalan Senen Raya No. 135 Senen, Jakarta Pusat, Jakarta
ArsitekAtelier 6 (arsitektur)
Limaef (struktur)
PemborongTotal Bangun Persada
Lama pembangunanSeptember 1990 – Agustus 1992
Diresmikan21 Agustus 1992
Jumlah lantai16 lantai
2 basement
Referensi: Majalah Konstruksi #173 September 1992

Millennium Mall Senen

Nama lamaThe Atrium
Plaza Atrium
AlamatJalan Senen Raya No. 135 Senen, Jakarta Pusat, Jakarta
ArsitekDenton Corker Marshall (arsitektur)
Duta Cermat Mandiri (architect of record)
Wiratman & Associates (struktur)
PemborongDuta Graha Indah
Lama pembangunanJanuari 1991 – Juli 1992
Diresmikan21 Agustus 1992
Jumlah lantai6 lantai
1 basement
Biaya pembangunanRp 80 milyar (1992)
Rp. 833 milyar (inflasi 2020)
Referensi: Majalah Konstruksi #174 Oktober 1992; KOMPAS 22/8/1992

Hotel Lumire Senen

Nama lamaHotel Dai-Ichi Jakarta
Aston Hotel & Convention Centre Senen
AlamatJalan Senen Raya No. 135 Senen, Jakarta Pusat, Jakarta
ArsitekAtelier 6 (arsitektur)
Wiratman & Associates (struktur)
Pemborong (J.O.)Wijaya Karya
Tekken Corporation
Lama pembangunanOktober 1991 – November 1993
Dibuka1 Desember 1993
Jumlah lantai16 lantai
2 basement
Jumlah kamar343
Biaya pembangunanRp 130 milyar (1993)
Rp 1,2 triliun (inflasi 2019)
Referensi: Majalah Konstruksi #190 Februari 1994

Referensi

General dan ruko/rukan

  1. hw (1974). “”Kompleks Segitiga Senen” Segera Dibangun.” KOMPAS, 16 Juli 1974.
  2. hw (1976). “Peremajaan “Segitiga Senen” Belum Dapat Segera Dilaksanakan.” KOMPAS, 4 Mei 1976.
  3. hw (1977). “”Segitiga” Senen Segera Diremajakan.” KOMPAS, 26 Juli 1977.
  4. tsp (1984). “Segitiga Senen segera dipugar.” KOMPAS, 10 Maret 1984.
  5. pr (1984). “Pembebasan Segi Tiga Senen Dimulai Mei 1984.” KOMPAS, 21 Maret 1984.
  6. cp (1988). “Para Pedagang Segi Tiga Senen Belum Terjamin Peroleh Tempat.” KOMPAS, 4 November 1988.
  7. cp (1988). “Mulai 15 Desember Ganti Rugi Tanah STS Dibagikan”. KOMPAS, 2 Desember 1988.
  8. KOMPAS, 29 Desember 1988, hal. 3 (foto oleh Hasanuddin Assegaff)
  9. ush (1990). “Mau Diresmikan, tapi IMB STS Belum Selesai”. KOMPAS, 26 Januari 1990.
  10. mon (1990). “Bekas Warga STS Dapat Kesempatan Pertama.” KOMPAS, 17 November 1990.
  11. KOMPAS, 7 November 1991 (foto).
  12. ush (1992). “Proyek Segi Tiga Senen Senilai Rp 350 Milyar Diresmikan.” KOMPAS, 22 Agustus 1992.
  13. Rahmi Hidayat (1990). “Segi Tiga Senen: Meremajakan bagian kota”. Majalah Konstruksi No. 145, Mei 1990.
  14. Saptiwi Djati Retnowati; Dwi Ratih (1992). “Perkantoran Segi Tiga Senen: Berangkat Dari Acuan Perencanaan Blok Keseluruhan”. Majalah Konstruksi No. 173, September 1992.
  15. Saptiwi Djati Retnowati; Dwi Ratih (1992). “Pusat Perbelanjaan Atrium: Kejelasan Tata Letak Unsur Penentu Keberhasilan”. Majalah Konstruksi No. 174, Oktober 1992.
  16. Saptiwi Djati Retnowati; Dwi Ratih (1994). “Hotel Dai-Ichi Jakarta: Suatu Kelihaian untuk Siasati Lahan Terbatas.” Majalah Konstruksi No. 190, Februari 1994.

Cowell Tower

  1. Saptiwi Djati Retnowati; Dwi Ratih (1992). “Perkantoran Segi Tiga Senen: Berangkat Dari Acuan Perencanaan Blok Keseluruhan”. Majalah Konstruksi No. 173, September 1992.
  2. KOMPAS, 11 September 1992 (iklan BUNAS Center)
  3. Web resmi Cowell Development, diarsip 29 Juni 2016, diakses 13 Januari 2020
  4. Annual Report Cowell Development 2012
  5. ush (1992). “Proyek Segi Tiga Senen Senilai Rp 350 Milyar Diresmikan.” KOMPAS, 22 Agustus 1992.
  6. Situs resmi: CoHive, Bank Sumut, APL, Furuno, STIE Wiyatamandala

Millennium Mall Senen

  1. Saptiwi Djati Retnowati; Dwi Ratih (1992). “Pusat Perbelanjaan Atrium: Kejelasan Tata Letak Unsur Penentu Keberhasilan”. Majalah Konstruksi No. 174, Oktober 1992.
  2. Annual Report Cowell Development 2012
  3. ush (1992). “Proyek Segi Tiga Senen Senilai Rp 350 Milyar Diresmikan.” KOMPAS, 22 Agustus 1992.
  4. KOMPAS, 22 Agustus 1992 (iklan)
  5. xta (1998). “Dua ATM BCA Atrium Senen Diledakkan”. KOMPAS, 12 Desember 1998.
  6. ORS (2001). “Bom Atrium Senen Menggunakan TNT“. Liputan 6 SCTV, 3 Agustus 2001, diakses 7 April 2020 (arsip)
  7. p02; nic (2001). “Ledakan Keras Guncang Atrium Senen”. KOMPAS, 2 Agustus 2001.
  8. nic; drm (2001). “Ledakan Bom Kembali Guncang Atrium Senen”. KOMPAS, 24 September 2001.
  9. Web resmi Plaza Atrium, diakses 14 Januari 2020. (arsip)
  10. tom (1992). “Yaohan Hadir di Jakarta”. KOMPAS, 21 Agustus 1992.
  11. B11; B12 et al. (2002). “Imam Akui Terlibat Peledakan Atrium Senen”. KOMPAS, 3 Desember 2002, hal. 1
  12. Nukman Luthfie; Henni T. Soelaeman (1995). “Jatuh Bangun Pusat Perbelanjaan”. SWAsembada No. 4/XI, Juli 1995, hal. 78-81
  13. Joko Yuwono (1995). “Yang Tertahan dan Berjaya”. Majalah Properti Indonesia No. 17, Juni 1995, hal. 74-76
  14. Hilda B. Alexander (2024). “Diakuisisi pengusaha tambang, Plaza Atrium rebranding jadi Millennium Mall.” KOMPAScom, 9 Juni 2024. Diakses 10 Juni 2024 (arsip)
  15. Sufri Yuliardi (2024). “Akuisisi Plaza Atrium, PT Nusa Mandiri Properti ubah nama menjadi Millennium Mall.” Warta Ekonomi (daring), 7 Juni 2024. Diakses 10 Juni 2024 (arsip)

Hotel Lumire Senen

  1. Saptiwi Djati Retnowati; Dwi Ratih (1994). “Hotel Dai-Ichi Jakarta: Suatu Kelihaian untuk Siasati Lahan Terbatas.” Majalah Konstruksi No. 190, Februari 1994.
  2. Web resmi Hotel Lumire, diakses 15 Januari 2020 (arsip)
  3. eka/Odi (2009). “‘Lumire’, Wajah Baru Aston Atrium Senen“. Detikcom, 29 April 2009. Diakses 15 Januari 2020 (arsip)
  4. ika (1993). “Ongko dan Gemala Bikin Hotel Dai-Ichi”. Republika, 2 Desember 1993.
  5. Luwansa Hotel Group
  6. “Hotel Dai-Ichi Ganti Nama Jadi Hotel Atrium”. Warta Ekonomi, 24 Agustus 1998, hal. 55

Lokasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *