Kementerian Luar Negeri adalah lembaga kementerian negara Republik Indonesia yang bertugas melayani warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri serta menjalin hubungan diplomatik dan politik internasional dengan negara mitra dan organisasi terkait. Kemlu berkantor di Jalan Pejambon di sepasang gedung berwarna putih, yang berpasangan dengan gedung bersejarah bernama Gedung Pancasila. Kami cukup sebut dengan nama Gedung Kementerian Luar Negeri.
Gedung yang dibahas oleh SGPC adalah gedung perluasannya di Jalan Pejambon. Ia dibangun sebagai bagian dari ekspansi operasional Kemenlu, menggantikan gedung lama yang dianggap sudah tak lagi representatif untuk kebutuhan organisasi kementerian. Dirancang oleh tim arsitek Perentjana Djaja, gedung bergaya modernis dengan dominan lapis cokelat dan putih ini mulai dibangun pada 7 Januari 1971, dengan peletakan batu perdana dilakukan oleh Menlu Adam Malik.
Sebagai imbas dari pembangunan kantor Kementerian Luar Negeri yang baru, sebagian organ operasional Departemen Luar Negeri dipisah ke Senayan dan Jalan Sam Ratulangi. Tidak hanya Deplu yang terimbas, Departemen Kehakiman (kini Kementerian Hukum dan HAM) juga harus minggir ke Jalan Hayam Wuruk karena kompleksnya sudah dialokasikan untuk Deplu.
Awalnya, kantor Departemen Luar Negeri, memiliki 4 blok. Pertama, gedung berlantai 10, gedung operasional Deplu/Kemlu, selesai dibangun 1975, dua blok sayap yang menampung perpustakaan Kemenlu (kini bernama Perpustakaan Ali Alatas, menempati gedung bekas BP7), dan kantor pejabat Deplu di sayap timur, estimasi selesai 1974 dan sayap barat yang awalnya merupakan kantor Sekretariat Nasional ASEAN, selesai 1972.
Blok keempat adalah gedung eks-Volksraad/Dokuritsu Junbi Cho-sakai, yang direnovasi menjadi Gedung Pancasila, mulai direnovasi 1973 dan rampung 1975. Sayang, rencana balai sidang yang diperkirakan akan berbentuk kubah, tidak terwujud. Keseluruhan proyek dikerjakan bersama (J.O.) antara Hutama Karya dengan PT Moeladi, dan dikabarkan Rp. 2,5 milyar sudah dianggarkan untuk pembangunan kantor baru Deplu per Agustus 1972.
Proyek Kementerian Luar Negeri selesai sepenuhnya pada 1975; Menlu Adam Malik meresmikan gedung tersebut, bersamaan dengan peresmian Gedung Pancasila oleh Presiden Soeharto yang berlangsung sejam kemudian, pada 19 Agustus 1975. Saat dibangun, gedung utama berlantai 10 tersebut diklaim adalah yang terbesar dan termegah di Asia Tenggara untuk sebuah kantor Departemen Luar Negeri.
Gedung utama terbakar
Gedung Kementerian Luar Negeri sempat diamuk si jago merah pada fajar 10 November 1988. Api membakar 10 ruang kantor Deplu di blok timur dan gedung utama, dimulai sekitar jam 7:30 pagi dan berhasil dipadamkan sejam kemudian dengan mengerahkan beberapa regu pemadam kebakaran dari Hotel Borobudur, PRJ Gambir, dan Kemendagri. Buntut kebakaran adalah kerusakan pada kantor akibat kobaran api, beberapa agenda Deplu yang harus pindah atau dibatalkan, termasuk agenda pertemuan Menlu Ali Alatas dengan Menlu Korea Selatan, Choi Kwang-soo.
Peristiwa kebakaran tersebut menjadi salah satu dasar dari diselenggarakannya renovasi kompleks Kementerian Luar Negeri pada 1990. Sementara itu, kepada awak media dari Majalah Konstruksi, Wakil Kepala Dinas Kebakaran DKI Jakarta, Drs. Nurhakim, menyesalkan mengapa laporan kebakaran baru sampai ke Dinas Kebakaran saat kebakaran gedung Kemenlu semakin menyebar.
Renovasi
Pasca-kebakaran, organisasi Kementerian Luar Negeri bisa dikatakan “seadanya”. Beberapa unit Deplu harus berpencar ke unit kerja Jalan Sam Ratulangi (Menteng), dan Jalan Sisingamangaraja (Kebayoran Baru). Keadaan disorganisasi dan kebakaran pada gedung pimpinan menjadi faktor dari rencana renovasi kompleks Kementerian Luar Negeri di Pejambon.
Proyek renovasi ini dikembangkan oleh Pasaraya Tosersajaya, pemilik Pasaraya Blok M yang mendapatkan tanah ruislag Deplu, yaitu sebuah kompleks flat Departemen Luar Negeri, dengan imbalan renovasi Gedung Kemenlu. Desain gedung yang diusung saat perluasan gedung dirancang serasi dengan gedung lama rancangan Perentjana Djaja pada 1970an, walau perencanaannya berada di tangan yang berbeda, yaitu oleh tim arsitek Parama Loka Consultants.
Faktor lain yang dicari arsitek adalah menghindari gedung Kemlu baru mencuri perhatian dari Gedung Pancasila yang bersejarah, faktor ini, menurut mimin blog ini, berhasil dilaksanakan karena foto yang beredar di Internet masih didominasi oleh Gedung Pancasila ketimbang kantor Kemenlu – tetapi spot foto bisa mengubah keadaan; hal ini bisa dilihat pada gambar di artikel ini. Finishing bangunan tidak berubah, hanya dicat, tetapi secara pewarnaan, gedung 10 lantai tak lagi memiliki aksen cokelat ciri khas Orde Baru 1970an, melainkan total berwarna putih khas 1990an.
Konstruksi bangunan dilaksanakan oleh pemborong swasta Total Bangun Persada. Renovasi dimulai Mei 1991 dengan pembersihan sayap timur dan pembuatan pondasi, dan selesai pada Agustus 1992, sebagai bagian dari persiapan KTT Gerakan Nonblok 1992, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 19 Agustus 1992. Pembangunan gedung ini menghabiskan biaya Rp. 40 milyar nilai 1992 (Rp. 416 milyar 2019).
Selengkapnya mengenai garis besar gedung era 1950an hingga 1970an dapat anda baca di artikel ini
Data dan fakta
Alamat | Jalan Taman Pejambon No. 6 Senen, Jakarta Pusat, Jakarta |
Desain orisinal (1975)
Nama lama | Departemen Luar Negeri |
Arsitek | Perentjana Djaja |
Pemborong (J.O.) | Hutama Karya-PT Moeladi |
Lama pembangunan (10 lantai) | Januari 1970 – Agustus 1975 |
Lama pembangunan (wing barat) | Januari 1970 – 1972 |
Lama pembangunan (wing timur) | Januari 1970 – ca. 1973 |
Dibongkar (wing timur) | sebelum 1990 |
Jumlah lantai (10 lantai) | 10 lantai |
Biaya pembangunan | Rp 2,5 milyar (dilaporkan, awal, 1972) Rp 317 milyar (inflasi 2020) |
Signifikasi | Sejarah (khusus Gedung Pancasila) |
Renovasi
Nama lama | Departemen Luar Negeri |
Arsitek | Parama Loka Consultant |
Pemborong | Total Bangun Persada |
Lama pembangunan | Mei 1991 – Agustus 1992 |
Jumlah lantai | 12 lantai |
Biaya pembangunan | Rp 40 milyar (1992) Rp 423 milyar (inflasi 2020) |
Signifikasi | Sejarah (khusus Gedung Pancasila) |
Referensi
- RB (1971). “Gedung Baru Dept. Luarnegeri”. KOMPAS, 8 Januari 1971.
- RB (1972). “Gedung Kemlu Terbesar di Asia Tenggara”. KOMPAS, 1 Agustus 1972.
- Aska (1975). “Bangunan Abad 19 Diremajakan Jadi Gedung Pancasila”. KOMPAS, 20 Agustus 1975.
- AS/CP/RIP (1988). “Sebagian Gedung Deplu di Jalan Pejambon Terbakar”. KOMPAS, 11 November 1988.
- Website resmi Kementerian Luar Negeri (arsip)
- Retnowati, Saptiwi Djati; Dwi Ratih; Sorita (1992). “Perluasan dan Renovasi Gedung Deplu: Pertahankan Gedung Pancasila Sebagai Elemen Dominan”. Majalah Konstruksi No. 174, Oktober 1992.
- Website resmi Total Bangun Persada (arsip)
- KOMPAS, 20 Agustus 1992 (foto)
- “as”, “rie”, “dar”, et al. “Menkeu: Ruislag Sah, Asalkan Prosesnya tak Rugikan Negara”. KOMPAS, 20 Agustus 1992.
- Esti Susanti (1988). “Menanggulangi Kebakaran harus berpacu dengan waktu”. Majalah Konstruksi No. 128, Desember 1988.
Tinggalkan Balasan