Wisma Tugu adalah kompleks dua gedung kantor yang berlokasi di Jalan H.R. Rasuna Said Jakarta, bersebelahan dengan Wisma Budi dan Menara Bank Danamon. Kompleks Wisma Tugu dibangun dalam dua tahap, yaitu gedung pertama yang berbentuk M dan gedung keduanya yang menonjol karena bentuk angka sebelasnya di akhir dasawarsa 1980an dan awal tahun 1990. Keduanya dirancang oleh Parama Matra Widya.
Aslinya Wisma Tugu dibangun sebagai kantor pusat Asuransi Tugu Pratama, yang saat itu adalah asuransi tertutup yang khusus melayani nasabah dari Pertamina (sekarang merupakan asuransi terdiversifikasi). Keputusannya membangun gedungnya sendiri didorong oleh faktor irit pengeluaran sewa kantor. Sebelumnya Asuransi Tugu dan anak-anak perusahaannya berkantor di Gedung Patra Jasa di Jalan Gatot Subroto, milik anak perusahaan Pertamina, Patra Jasa. Pada tahun 1986, Asuransi Tugu membeli lahan yang sekarang ditempati dari Jan Darmadi.
Wisma Tugu I adalah tahap pertama dari kawasan Wisma Tugu, dibangun selama 16 bulan oleh pemborong milik negara PT Pembangunan Perumahan mulai November 1986 sampai Februari 1988. Presiden Soeharto meresmikan penggunaan bangunan berlantai lima ini pada 26 Maret 1988, yang dimanfaatkan sepenuhnya oleh Asuransi Tugu Pratama dan anak-anak perusahaannya.
Sementara tahap keduanya, Wisma Tugu II yang difungsikan sebagai gedung kantor konvensional, dibangun mulai April 1989 hingga selesai pembangunannya pada 10 Maret 1990. Di hari tersebut, Direktur Utama Pertamina (induk usaha Asuransi Tugu Pratama) Faisal Abda’oe meresmikan penggunaan gedung berlantai delapan tersebut, bersama dengan beberapa pejabat Pertamina lainnya.
Kedua gedung mid-rise tersebut nyaris terancam dibongkar dan digantikan dengan bangunan yang merupakan bagian dari Pertamina Energy Tower rancangan Skidmore, Owings & Merrill (gedung karya SOM ketiga di Indonesia setelah Hotel Hyatt Surabaya yang dibangun pada 1979 dan Hotel Regent Jakarta yang pembangunannya berlangsung 1989-1995). Tetapi, dengan iklim bursa properti yang belum stabil, Pertamina urung membangunnya.
Wisma Tugu I
Gedung berlantai lima dengan tinggi 26,5 meter dan luas gedung total 13.400 meter persegi ini sebenarnya hanya rancangan arsitek lokal Parama Matra Widya (yang kini juga terjun ke dunia perborongan), dengan pemaknaan yang sarat dengan nuansa simbolisme Orde Baru.
Desain gedung ini dibuat monumental dan kokoh; saat dibangun kedua core melambangkan angka 11 dan tiga strip di sampingnya menandakan angka 3 (Maret), tanggal lahirnya Surat Perintah 11 Maret yang mengawali pemerintahan Orde Baru. Versi Majalah SWAsembada menyebut simbolisme 11 Maret menyimbolkan tanggal pendirian asuransi Tugu Pratama. Kedua core tersebut juga disimpulkan merupakan gerbang menuju Orde Baru. Atap pintu masuk gedung menandakan simbolisasi dari Asuransi Tugu dan percampuran desain vernacular Jawa dengan desain postmodernisme yang dianut gedung ini, walau gedung ini lapis luarnya memakai GRC yang memberi kesan terekspos.
Dengan dibangunnya Wisma Tugu II, makna kedua core gedung ini bergeser menjadi bulan Maret saja, walau masih mempertahankan kesan masif dan monumental.
Interior gedung ini memiliki atrium dan hanya memiliki escalator bak pusat perbelanjaan, maklum tim arsitek Parama Matra Widya ingin menyuguhkan suasana luar ruangan di dalam gedung. Makna atrium dan escalator ini juga sarat simbolisme-simbolisme Orde Baru, karena menurut tim PMW yang diwawancara Majalah Konstruksi, memberikan simbol menuju Orde Baru yang lebih cerah. Layout kantor yang open space, bermakna keterbukaan.
Struktur gedung memiliki kolom miring 25 derajat, seperti yang terlihat di gambar, sehingga menggunakan pre-stressing tie beam untuk menahan kolom-kolom miring ini. Gedung ini juga menggunakan anchor (angker) sebagai penopang tie beamnya, dimana angker juga berfungsi sebagai ornamen gedung.
Data dan fakta
Alamat | Jalan H.R. Rasuna Said Kav. C8-C9 Setiabudi, Jakarta Selatan, Jakarta |
Arsitek | Parama Matra Widya |
Pemborong | Pembangunan Perumahan |
Lama pembangunan | November 1986 – Februari 1988 |
Diresmikan | 26 Maret 1988 |
Jumlah lantai | 5 lantai |
Tinggi gedung | 26,5 meter |
Biaya pembangunan | Rp 14,3 milyar (1988) Rp 204 milyar (inflasi 2020) |
Wisma Tugu II
Mengikuti gedung pertamanya, Wisma Tugu II yang juga dirancang oleh Parama Matra Widya, kembali membawa panji Supersemar dalam perancangan desain bangunannya, terutama kedua bidang berbentuk angka 1 yang menghadap Jalan H.R. Rasuna Said. Untuk memperkokoh penampilan angka 1 tersebut lapis luarnya hanya menggunakan beton ekspos (elemen brutalist), tetapi langgam yang digunakan pada gedung perluasan ini tergolong modernisme akhir. Penampilan angka 11 inilah yang menggeser makna arsitektural Wisma Tugu I, kakaknya, ke huruf M (Maret).
Sisi utara gedung, sebagai penghormatan pada kakaknya, dibuat bidang miring, sisanya, di bidang selatan, hanya terdiri dari tembok kaca, sebagai reflektor terhadap Wisma Tugu I. Tak hanya itu, di bagian selatan terdapat skybridge yang menghubungkan Wisma Tugu I dengan Wisma Tugu II. Luas bangunan Wisma Tugu II adalah 13.500 meter persegi.
Strukturnya menggunakan pondasi Frankipile kedalaman 12-15 meter, dengan struktur utama beton bertulang berpratekanan, selain bidang miring di lantai 6-8 yang diberi vierendeel. Penulangan lantai didukung oleh lima core, empat core diantaranya adalah monumen berangka 1 tersebut.
Data dan fakta
Alamat | Jalan H.R. Rasuna Said Kav. C8-C9 Setiabudi, Jakarta Selatan, Jakarta |
Arsitek | Parama Matra Widya |
Pemborong | Pembangunan Perumahan |
Lama pembangunan | April 1989 – Maret 1990 |
Diresmikan | 10 Maret 1990 |
Jumlah lantai | 8 lantai |
Tambahan mengenai detail peresmian Wisma Tugu II pada 29 Maret 2023
Selengkapnya mengenai garis besar gedung era 1980an dapat anda baca di artikel ini, sementara untuk era 1990an dapat anda baca di artikel ini
Referensi
- Urip Yustono; Vera Trisnawati (1988). “Wisma Tugu: Gedung Miring Yang Sarat Simbol dan Sarat Makna.” Majalah Konstruksi No. 121, Mei 1988, hal. 19-25.
- Bambang Sukartiono (1988). “Wisma Tugu” (gambar). KOMPAS, 27 Maret 1988.
- Urip Yustono; Vera Trisnawati (1990). “Pengembangan Wisma Tugu: Menterjemahkan Semangat Supersemar”. Majalah Konstruksi No. 144, April 1990
- Urip Yustono (1987). “Gedung Tugu Pratama ditopang kolom-kolom miring”. Majalah Konstruksi No. 113, September 1987, hal. 13-15
- Danang K. Jati; Cut Keumala (1990). “Memancang Tugu di Kuningan.” SWAsembada No. 2/VI, Mei 1990, hal. 52-53
- Han (1990). “PT TPI [Tugu Pratama Indonesia] Raih Premi Rp. 252 milyar.” Harian Ekonomi “Neraca”, 12 Maret 1990, hal. 12
Tinggalkan Balasan