Kembali ruas Rasuna Said yang digali oleh SGPC. Gedung Granadi adalah gedung kantor berlantai 12 dan 2 ruang bawah tanah yang kini dimiliki negara. Dahulu, ia dibangun untuk yayasan-yayasan milik Presiden RI Soeharto dan beberapa perusahaan niaga.
Gedung Granadi dirancang oleh tim arsitek Atelier 6, baik arsitektur dan strukturnya, dan dibangun oleh pemborong independen PT Exotica, dengan Inti Karya Persada Teknik, perusahaan yang lebih identik membangun kilang minyak dan pabrik-pabrik, mengelola proyek pembangunan. Pembangunannya dilakukan selama 22 bulan, dari Juni 1990 hingga April 1992.
Sebulan setelah pembangunan rampung, Presiden Soeharto meresmikan gedung tersebut pada 20 Mei 1992. Biaya pembangunan gedung tersebut menghabiskan 32 milyar rupiah dan dibiayai secara bergotong-royong oleh yayasan Supersemar, Dharmais, DAKAB, Amal Bhakti Muslim Pancasila, Purna Bhakti Pertiwi dan Pensiunan Pertamina. Keenam yayasan tersebut selanjutnya menempati Gedung Granadi, seterusnya hingga krisis moneter meruntuhkan pemerintahan Orde Baru. Selain yayasan-yayasan yang disebutkan, beberapa perusahaan berkantor di gedung ini, termasuk pengelola bangunan PT Granadi.
Gedung Granadi disorot karena merupakan aset hasil korupsi
Pasca turunnya Presiden Soeharto, Gedung Granadi mulai disorot karena nuansa korupsi di dalam yayasan-yayasan yang dikelola oleh Soeharto, yang maksudnya merupakan yayasan sosial dan pendidikan, dananya diselewengkan ke perusahaan milik anak-anak Soeharto dan kroni-kroninya, menurut penyelidikan kejaksaan tahun 1998.
Ada dugaan uang gotong royong pembangunan Gedung Granadi sebesar 32 milyar rupiah (nilai 1992) berasal dari dana negara yang diselewengkan, bahkan diketahui oleh pihak kejaksaan, tanah yang digunakan adalah tanah negara dengan hak pakai, kontradiktif dengan pidato yang disampaikan Soeharto pada 20 Mei 1992, terbit di harian Kompas besoknya, dan Majalah Konstruksi edisi Juni 1992, yang mengatakan bahwa keseluruhan gedung berasal dari susah payah yayasan.
Karena pihak Kejaksaan pada tahun 2000 gagal mengadili Soeharto dan yayasannya melalui jalur pidana karena hal yang tidak diharapkan, yayasan Supersemar diadili lagi pada 2007 melalui jalur perdata, dan sebagian tuntutan Kejaksaan diterima, yaitu ganti rugi USD 315 juta dan Rp 139,2 milyar. Soeharto lolos dari tuntutan karena dianggap memanfaatkan Yayasan Supersemar untuk mengambil uang negara. Yayasan Supersemar balik melawan hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung pada 2010, dimana pemerintah menang lagi dalam kasasi, namun tidak dieksekusi karena kesalahan pengetikan fatal dalam nilai ganti rugi.
Tahun 2015, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali dengan memperbaiki kesalahan pengetikan fatal itu. Mahkamah Agung, pada 9 Desember 2016, memutuskan PK kasus Yayasan Supersemar secara bulat. Pihak yayasan melawan kembali, tetapi kandas dalam Peninjauan Kembali. Inilah yang membuka kesempatan penuh bagi Kejaksaan Agung menyita Gedung Granadi sebagai ganti rugi, walau ditentang sejumlah pihak baik dari fans club Soeharto hingga kuasa hukum keluarga besar Cendana, bahkan menyangkal menjadi pemilik bangunan dengan luas lantai hampir 30 ribu meter persegi. Kejaksaan tak bergeming, Gedung Granadi disita beserta salah satu tenant gedung tersebut, Grup Humpuss. Gedung sitaan kejaksaan tersebut kini dinyatakan sebagai aset negara.
Punya balai sidang khas Jawa
Desain gedung berlantai 12 ini dirancang oleh tim arsitek dari Atelier 6. Ir Tresnowati, salah satu dari sedikit srikandi arsitektur Indonesia, mendesain gedung bergaya modernisme akhir ini. Tresnowati mengatakan pada Majalah Konstruksi bahwa “bangunan sayap sengaja dibuat rendah dari bangunan muka karena skyline yang dikehendaki adalah merendah ke arah perumahan yang berada di belakang site.” Atau sederhananya, gedung Granadi didesain seirama dengan daerah sekitar.
Desainnya yang mayoritas membulat juga dipengaruhi oleh keberadaan gedung Kedutaan Aljazair di utara Granadi. Tidak pada umumnya, gedung ini memiliki dua core, karena menurut Tresnowati, memang tak ada alternatif lain karena sirkulasi ke tengah sudah digunakan sebagai akses ke balai sidang Graha Paramita, selain memecah corenya ke kiri dan kanan gedung muka.
Wartawati majalah Femina, Erlita Rachman, melihat sisi lain. Ia menyukai keberadaan dekorasi – cornice alias motif pada lis plafon, tembok maupun kolom – pada bagian pintu masuk gedung, yang menurutnya memberi kesan dekat dengan tanah, dan orang yang melewati gedung ini akan mudah tercuri pandangannya tanpa perlu mendongak.
Pada interior, sudah dijelaskan bahwa gedung ini memiliki balai sidang Graha Paramita, berkapasitas 1000 orang dan seluas 875 meter persegi. Posisi lantai balai sidang diangkat lebih tinggi agar terlihat “wah” dari segi mata awam. Interior balai sidang yang sering dipakai acara dan resepsi pernikahan ini baik interior dan eksteriornya memiliki nuansa arsitektur Jawa yang khas. Selain balai sidang, Gedung Granadi juga dilengkapi tiga ruang rapat, ruang pamer, dan ruang audiovisual. Fasilitas ini tidak dimiliki gedung perkantoran niaga lain.
Finishing bangunan utama terdiri dari panel aluminium putih dan kaca berwarna hijau ringan untuk lapis gedung utama, dan lapis gedung podium, dua lantai terbawah, didominasi granit.
Struktur bangunan utama terdiri dari portal terbuka beton bertulang ber-ductile dengan dinding geser (shear wall) pada core. Atap gedung serbaguna/balai sidang menggunakan kuda-kuda baja sistem rangka batang, dan pelat lantainya di-pratekan cantilever (gantung). Pondasi bangunan menggunakan tiang pancang pratekan pre-cast.
Selengkapnya mengenai garis besar gedung era 1990an dapat anda baca di artikel ini
Data dan fakta
Alamat | Jalan H.R. Rasuna Said Blok X1 Kav. 8-9 Setiabudi, Jakarta Selatan, Jakarta |
Arsitek | Atelier 6 (arsitektur, struktur dan interior) Arnan Pratama (mekanik dan kelistrikan) |
Pemborong | Inti Karya Persada Teknik (manajemen konstruksi) Exotica (arsitektur dan struktur) |
Lama pembangunan | Juni 1990 – April 1992 |
Jumlah lantai | 12 lantai 2 basement |
Biaya pembangunan | Rp 32 milyar (1992) Rp 338 milyar (inflasi 2019 |
Signifikasi | Sospol (kasus korupsi Presiden Soeharto) Wedding |
Referensi
Sejarah gedung dan kasus korupsi Yayasan Supersemar
- osd (1992). “Presiden Resmikan Gedung Granadi”. KOMPAS, 21 Mei 1992.
- Caesar Akbar (2018). “Gedung Granadi Disita, Ini Kronologi Kasus Yayasan Supersemar”. Tempo.co, 20 November 2018. (arsip)
- M Rosseno Aji (2018). “Belasan Orang Pro Soeharto Amankan Gedung Granadi”. Tempo.co, 17 Desember 2018. (arsip)
- Andita Rahma (2018). “Kata Kuasa Hukum Keluarga Cendana Soal Gedung Granadi yang Disita.” Tempo.co, 19 November 2018. (arsip)
- Ferdinan; M Guruh Nuary (2018). “Perjalanan Kasus yang Bikin Gedung Granadi Disita Negara.” Detikcom, 19 November 2018. (arsip)
- Ferdinan (2018). “Gedung Granadi Disita, Nilainya Masih Ditaksir.” Detikcom, 19 November 2018. (arsip)
- Raga Imam et al (2018). “PN Jakarta Selatan Sita Gedung Granadi Terkait Kasus Supersemar”. Kumparan News, 19 November 2018. (arsip)
- Darin Atiandina et al (2018). “Gedung Granadi yang Disita PN Jaksel Berdiri di Atas Tanah Negara”. Kumparan News, 21 November 2018. (arsip)
- Aryo Sumbogo (2021). “Setelah TMII, Aset Keluarga Cendana yang Diambil Pemerintah: Gedung Granadi dan Vila Megamendung“. Kompas TV, 17 April 2021. Diakses 17 April 2021 (arsip)
Profil bangunan
- Retnowati, Saptiwi Djati; Dwi Ratih (1992). “Gedung Granadi: Berusaha Kontekstual dengan Lingkungan”. Majalah Konstruksi No. 170, Juni 1992.
- Erlita Rachman (1994). “‘Koridor’ Rasuna Said, Jalur Wisata Arsitektur di Jakarta.” Femina No. 25/XXII, 30 Juni 1994, hal. 103-106
Leave a Reply