Inilah gedung pertama yang dibahas oleh Setiap Gedung Punya Cerita – blog sejarah gedung Indonesia. Ia adalah sebuah gedung kosong menjulang yang menjadi buah bibir karena faktor yang sangat salah dan sarat mitos. Menara Saidah, gedung yang dimaksud, adalah sebuah gedung kantor berlantai 25 yang berlokasi di daerah strategis Jalan M.T. Haryono, Jakarta Selatan. Ia dirancang oleh Ketira Engineering baik arsitektur dan struktur dan dibangun dari tahun 1995 hingga 1997.
Penelusuran kilat
Sejarah Menara Saidah: Menyasar perusahaan yang pabriknya di Bekasi
Menara Saidah dibangun untuk menarik perusahaan yang punya pabrik di kawasan industri di Bekasi dan Cikarang. Menara Drassindo (Mayoritas media massa masih menyebut nama awalnya sebagai “Gedung Grancindo”) , nama gedung saat itu, dioperasikan oleh PT Mustika Ratu Adji, patungan Grup Drassindo dan Mustika Ratu (perusahaan kosmetik dan jamu ternama yang berkantor di Graha Mustika Ratu). Ini adalah proyek patungan kedua Drassindo-Mustika Ratu setelah Hotel Sheraton Mustika di Yogyakarta.
Gedung bergaya Greek Revival ini dibangun oleh pemborong milik negara Hutama Karya, bersama dengan Mustika Ratu Adji, mulai Juli 1995 hingga selesai dibangun November 1997, lebih cepat dari rencana awal rampung Juli 1998 berdasarkan laporan harian KOMPAS sekaligus bertepatan dengan malaise moneter nasional. (Beberapa sumber menyebut bahwa gedung ini mulai beroperasi pada 2001, contohnya bisa dibaca di laporan Brilio. Kemungkinan terkait dengan finishing yang dilakukan Gamlindo pasca-akuisisi) Pembangunan terlambat selesai selama dua bulan karena masalah kontraktor mekanik & listrik (M&E).
Kala selesai dibangun, gedung berstatus semi-strata dengan 36 persen gedung direncanakan disewakan dengan banderol awal USD 9-13/meter persegi (November 1997: Rp. 32.400-46.800/meter persegi, 2020 setara Rp. 233-337 ribu), dan ruang strata dijual seharga USD 1800/meter persegi (hampir 6,5 juta rupiah pada 1997, 2020 setara 47 juta rupiah). Biaya investasinya mencapai Rp. 100 milyar nilai 1997, dengan 70 persen (Rp. 69,9 milyar) diantaranya berasal dari dana sindikasi yang diberikan oleh Bank Universal dan Bank Putera Sukapura.
Majalah Eksekutif terbitan Januari 2001 menyebutkan bahwa proyek Menara Drassindo terhenti karena adanya krisis keuangan di tubuh Grup Drassindo sehingga mau tidak mau proyek kebanggaan grup itu harus dilego. Agaknya ini sedikit kontradiktif dengan yang dilihat di Majalah Konstruksi atau KOMPAS, dan ada kemungkinan ini terkait finishing interior dan fasilitas yang belum rampung sepenuhnya. Namun, pemberitaan ini juga mematahkan klaim media massa kontemporer bahwa Menara Drassindo awalnya memiliki 15 lantai sebelum jumlah lantainya ditambah dan direnovasi menjadi gaya Greek Revival.
Pada 1998, Menara Drassindo resmi dijual ke Grup Gamlindo dengan tebusan Rp. 150 milyar setelah tawar-menawar dilakukan antara Drassindo dan Sri Sriyati Mutiah, pemilik Grup Merial (singkatan Mencari Ridha Allah) dengan sayap propertinya, PT Gamlindo Nusa, yang berasal dari Aceh. Dana yang digunakan murni berasal dari tabungan dolar AS milik keluarga Abu Bakar Ibrahim, ayah Mutiah, menurut kabar majalah Eksekutif (Januari 2001). Pasca pembelian, Gamlindo Nusa mulai menambah fasilitas yang belum jadi. Nama “Menara Saidah” diambil dari nama ibu Mutiah.
Saat Pemilu 1999 berlangsung, Menara Saidah pernah menjadi kantor Panitia Pemilihan Indonesia dan bersidang menetapkan kursi DPR dari gedung ini. Selain Panitia Pemilihan, beberapa perusahaan swasta dan kementerian sempat berkantor di gedung ini seperti Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, saat menyewa bernama Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Indonesia Timur (Kemneg PPKTI), dari 2001 hingga 2004. Pengelolaan gedung ini tergolong konservatif; Merial melarang segala bentuk rumah makan yang memperdagangkan unsur-unsur haram dan hiburan malam menempati satu lantai pun di gedung setinggi 124 meter ini.
Menara Saidah adalah bangunan yang sarat mitos
Sayangnya, walau gedung ini secara arsitektural sangat indah, beredar kabar-kabar tidak sedap tentang Menara Saidah di dunia maya dan dunia nyata. Di dunia nyata, terjadi sengketa kepemilikan gedung yang memicu tingginya harga sewa sehingga para penyewa meninggalkan gedung tersebut dan kosong setelah BUMN perbankan BNI 1946, tenant terakhir, memutuskan angkat kaki dari gedung bergaya neoklasik itu.
Terdapat dua versi kapan Menara Saidah kosong – versi pertama adalah 2007 dan kedua adalah 2009. Sengketa muncul, berdasarkan klaim satpam yang diwawancara Detikcom, karena ada tiga perusahaan milik Merial Group yang sama-sama mengelola gedung dan memungut sewa sehingga menyebabkan harga sewa gedung semi-strata tersebut meninggi.
Kabar tak sedap lainnya adalah lift bekas dan lambat, diduga akibat ketidakberesan pengelolaan, bukan karena kondisi lift bekas. (Majalah Konstruksi menyebut kecepatan lift 150 meter/menit, mengutip insinyur M&E Ketira. Kemungkinan lift yang dipasang Gamlindo tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta Ketira Engineering) Gamlindo kemudian mengklaim bahwa Menara Saidah dikosongkan untuk alasan bisnis.
Di dunia maya, rumor lebih kejam berhembus, yaitu bahwa gedung dengan GFA 44 ribu meter persegi ini berhantu dan miring. Tudingan gedung ini miring sekitar 0,03 derajat sudah dibantah oleh pihak Pemerintah DKI, Gamlindo dan Hutama Karya. Pada tahun 2018, empat mahasiswa Institut Teknologi Bandung, membuktikan bahwa Menara Saidah tidak miring, memvalidasi bantahan dari Pemda DKI, Gamlindo dan Hutama Karya.
Rumor gedung berhantu juga mendera gedung ini seperti adanya makhluk halus di lift, wanita bergaun merah dan suara aneh di basement, dan konon dibangun di atas tanah pemakaman. Dalam peta Falk-Verlag (1979) dan Indo Buwana (1994) yang didapatkan oleh SGPC, tidak ditemukan ciri-ciri bahwa lahan di lokasi yang sekarang adalah Menara Saidah adalah pemakaman.
Akibat rumor-rumor tersebut, pengamat properti Ali Tringharda menyangsikan Menara Saidah bisa dilego ke investor, kecuali pihak calon investor mengadakan uji struktur pada bangunan untuk membantah rumor tersebut.
Arsitektur Menara Saidah: Penganut arsitektur kebangkitan kembali Yunani
Secara eksterior, struktural, dan kelistrikan, perancangan bangunan berlantai 24 ini dipercayakan kepada Ketira Engineering Consultants, sementara interior dan ukiran seninya dilakukan oleh salah satu studio interior dari Italia. Desain yang dianut, baik interior maupun eksterior, seperti yang dijelaskan di awal artikel ini adalah gaya Greek Revival (kebangkitan kembali Yunani), yang di majalah Konstruksi disebut dengan gaya arsitektur Romawi. Selain itu, lobi gedung dinaikkan sekitar 1,2 meter untuk memberikan kesan monumental dan masif.
Dari segi material, eksterior gedung menggunakan material GRC dengan finishing cat tekstur atau motif granit. Sementara interior, yang mengutamakan sentuhan perpaduan gaya klasik dan modern, menggunakan batu granit dengan jenis bervariasi dan finishing plafon dari “glass-reinforced gypsum”. Di lobi, keberadaan air mancur memang memberi suasana segar dan mengurangi rasa stres bagi para pengunjung kantor yang masuk Menara Saidah. Sayangnya, adaptasi gaya klasik ini menambah kesan horor dan mistis mengenai gedung ini.
Tidak ada deskripsi khusus dalam teknis pembangunannya, pondasi tidak terlalu dalam karena keadaan tanahnya tergolong baik, dan sistem konstruksi masih menggunakan sistem cor di tempat untuk semua fungsi (lantai dan core).
Selengkapnya mengenai garis besar gedung era 1990an dapat anda baca di artikel ini
Data dan fakta
Nama lama | Menara Drassindo |
Alamat | Jalan M.T. Haryono No. 30 Pancoran, Jakarta Selatan, Jakarta |
Arsitek | Ketira Engineering Consultants (arsitektur eksterior) |
Pemborong (J.O.) | Hutama Karya Mustika Ratu Adji |
Lama pembangunan | Juli 1995 – November 1997 |
Tinggi gedung (KOMPAS, 26/5/1997) | 124 meter |
Jumlah lantai | 24 lantai 2 basement 2 semi-basement |
Biaya pembangunan | Rp. 100 milyar (1997) Rp. 720 milyar (2020 inflasi) |
Signifikasi | Pop Culture (Pemilik gedung memiliki keterkaitan dengan pesohor, isu mistis) |
Referensi
- Saptiwi Djati Retnowati (1997). “Menara Drassindo, Tampil dengan Gaya Klasik Romawi”. Majalah Konstruksi No. 264, Desember 1997.
- “wij/hen” (2013), “Bukan Masalah Berhantu, Penyebab Menara Saidah Kosong karena Manajemen Buruk”. Detikcom, 29 Juli 2013. (arsip)
- Yudi Setiowibowo (2017). “Menara Saidah, Gedung Kosong Yang Dikabarkan Miring”. Sindonews (Seputar Indonesia), 13 Oktober 2017. (arsip)
- Kanavino Ahmad Rizqo (2017). “Melihat Menara Saidah, Gedung Perkantoran yang Tak Berpenghuni”. Detikcom, 13 Oktober 2017. (arsip)
- Zulfi Suhendra (2018). “Sisi Lain Menara Saidah Milik Suami Inneke Koesherawati”. Detikcom, 23 Juli 2018. (arsip)
- Eko Wahyu Putradinata (2018). “Disebut sarang kuntilanak merah, ini 5 kisah mistis di Menara Saidah”. Brilio, 23 Februari 2018. (arsip)
- “ose” (1997). “Mustika Investama masuk bisnis properti”. KOMPAS, 26 Mei 1997.
- Helmi Ade Saputra (2015). “Ternyata Menara Saidah Bekas Kuburan“. Okezone, 5 November 2015. (arsip)
- zal (2004). “Mengentas Kemiskinan Melalui Kementerian Miskin. KOMPAS, 2 Juni 2004.
- pep (1999). “PPI Gagal Tetapkan Kursi DPR”. KOMPAS, 1 September 1999.
- joe (1999). “PPI: 21 Parpol Peroleh Kursi DPR”. KOMPAS, 2 September 1999.
- Setiawan Adiwijaya (2019). “Pengamat Properti Tak Yakin Menara Saidah Laku Dilego“. Tagar, 2 Oktober 2019. Diakses 3 Oktober 2019. (arsip)
- Heri Andreas; Hasanuddin Zainal Abidin; Dina Anggreni Sarsito; Dhota Pradipta (2019). “The investigation on high-rise building tilting from the issue of land subsidence in Jakarta City”. MATEC Web of Conferences, vol. 270, art. no. 06002. DOI/Researchgate.
- ym (2001). “Di Bali Akuisisi Menara Saidah.” Majalah Eksekutif No. 257, Januari 2001, hal. 18-20
- “Merial Group dan Bisnis “Jalur Putih.” Majalah Eksekutif No. 268, Desember 2001, hal. 22-28
- “Sindikasi untuk Menara Drassindo.” Majalah Infobank No. 211, Juni 1997, hal. 87
Tinggalkan Balasan