Iklan

Setiap Gedung Punya Cerita

Blog Sejarah Gedung-Gedung Indonesia

Mall Blok M

Mall Blok M adalah pusat perbelanjaan – dan terminal bus – yang “berdiri” di tengah-tengah kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dikelilingi oleh pertokoan seperti Blok M Square (d/h Aldiron Plaza dan Pasar Blok M), Pasaraya dan Blok M Plaza. Berdiri dalam artian majas, karena fasilitas belanja keseluruhan berada di bawah tanah, Mall Blok M dikelola oleh PT Indonesia Prima Property melalui anak usahanya PT Langgeng Ayomlestari, dalam bentuk kerjasama bangun-guna-serah (BGS/BOT) dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selama 30 tahun.

Pasaraya Blok M
Foto ini biasanya mengilustrasikan Pasaraya Blok M. Namun, di sudut kiri dan gedung kecil di depan Pasaraya, adalah pintu masuk ke Mall Blok M. Foto oleh mimin SGPC

Mall Blok M bermula saat Pemda DKI Jakarta melakukan penataan ulang terminal bus Blok M yang dianggap sudah tidak mampu lagi menampung arus penumpang bus kota di Kota Metropolitan dan sangat semrawut. Rencana pembangunannya terdiri dari terminal bus yang lebih tertata, dengan lobi dan pusat pertokoan di dua lantai terbawah, serta jalan pintas yang menghubungkan beberapa arah ke terminal bus Blok M. Menurut pihak pengelola Langgeng Ayomlestari, keberadaan pusat toko merupakan imbalan atas dukungan swasta terhadap penataan Blok M.

Pembangunan dimulai sejak Desember 1990 setelah Pemda DKI merelokasi pedagang kaki lima di Terminal Blok M ke beberapa titik penampungan sementara yang sudah ditentukan. Terminal dan mal dengan biaya investasi Rp. 80 milyar (1992) tersebut rampung sejak September 1992, dan diresmikan oleh Gubernur DKI Wiyogo Atmodarminto pada 3 Oktober 1992.


Iklan

Disiplin penumpang, posisi pasar, dan kejayaannya

Mall Blok M zaman dulu, Jakarta 1990an, Jakarta tempo doeloe
Terminal Blok M, 1992. Tampilan asri dan rapi tidak sepenuhnya mengubah mental pengguna.
Foto oleh Sudibyo/Majalah Prospek

Sayangnya, Mall Blok M tidak berfungsi sebagaimana mestinya, baik dari segi dunia properti maupun dunia nyata.

Di dunia nyata, laporan media yang berkembang mengindikasikan penataan Terminal Blok M masih tidak mampu mengubah kebiasaan buruk pengemudi bus yang berhenti sembarangan, dan penumpang bus yang enggan menunggu di dalam peron terminal bus, termasuk masuk ke dalam gedung terminalnya sendiri (Contoh foto yang terbit di harian KOMPAS edisi 11 Juni 1995 dan 6 Oktober 1992).

Sementara di dunia properti, salah sasaran pangsa pasar menimpa Mall Blok M. Saat dibuka, Ometraco – nama lama Indonesia Prima Property – ternyata dengan pede-nya mendatangkan tenant-tenant yang saat itu tergolong menyasar kelas menengah ke atas seperti McDonald’s, Gelael Supermarket, dan KFC. Karena konotasi negatif saat itu bahwa pengguna bus masih didominasi kalangan ke bawah, hal ini jelas membuat Mall Blok M menarik banyak pengunjung yang kebanyakan kalangan menengah ke bawah, sementara tenant yang harus membayar biaya sewa yang cukup mahal untuk standar 90an “sesak nafas” karena sasaran pasar enggan untuk mengunjungi Mall Blok M dan pengunjungnya juga tak royal berbelanja – untuk kelas menengah keatas sudah dilayani oleh Plaza Blok M dan Pasaraya.

Hal ini ternyata disadari betul oleh pengelola mall. Sekitar 1995 itulah Mall Blok M beradaptasi menjadi mal kalangan ke bawah, dengan menarik pedagang kaki lima yang berceceran di jalanan Blok M, serta mendatangkan Ramayana Department Store dan Robinson Supermarket, seperti yang kita kenal sekarang, menciptakan masa kejayaan Mall Blok M yang bertahan sekitar lebih dari 20 tahun, menjadi salah satu lokasi “ngeceng” anak-anak muda metropolitan di paruh akhir dasawarsa 1990an dan 2000an, diwarnai oleh keberadaan distro, toko pakaian dan toko musik yang berjejeran di lantai dasar mal.

Mall Blok M juga terbantu oleh keberadaan bus kopaja dan metromini, selanjutnya ditambah dengan Transjakarta Koridor 1 (jurusan Blok M-Kota) dan bus ulang-alik ke Bandara Soekarno-Hatta yang berhenti di Terminal Blok M.


Iklan

Cahaya Blok M Mall meredup

Namun, di tahun 2017, Media Indonesia mengklaim bahwa salah satu ikon Blok M era 1990an tersebut sedang dalam kondisi sekarat, mengutip sepinya pengunjung yang datang ke mal, dan omzet harian pedagang banyak yang dikeluhkan menurun drastis, dari sekitar Rp. 35 juta (ini berdasarkan perhitungan inflasi dari nilai 1990an sekitar Rp. 5 juta, 1995 adalah nilai dasarnya mengutip “zaman satu dolar masih Rp. 2300”. Ada kemungkinan nilai 5 juta yang dimaksud adalah nilai per 2017, bila berdasarkan nilai inflasi, hanya setara Rp. 700 ribu nilai 1995) hingga saat berita diturunkan hanya meraup Rp. 2 juta per harinya. Narasi perbandingan nilai tukar yang diusung MI ternyata tidak mempan buat SGPC.

Catatan lain dari orang yang diwawancara CNBC Indonesia mengatakan Mall Blok M “sepi sejak 2015.” Tidak dijelaskan pangkal penyebabnya, tetapi seorang pengunjung mengatakan ke KOMPAScom bahwa mal bawah tanah ini sudah tidak lagi menarik bagi kalangan muda masa kini yang menuntut penampilan dan pilihan produk yang lebih baik dan bervariasi.

Di tahun yang sama, Ramayana/Robinson keluar dari pusat belanja bawah tanah pertama di Indonesia tersebut. Agar Mall Blok M tetap eksis pasca-keluarnya Ramayana/Robinson, mulai April 2019, lapangan parkir berkapasitas 400 kendaraan roda empat difungsikan sebagai bursa onderdil Pusat Aksesoris dan Spare Parts Mall Blok M. Bursa itu menampung mekanik dan toko-toko onderdil mobil dari bekas kawasan Duta Mas Fatmawati.

Di luar bursa onderdil, keadaan pandemi COVID-19 yang menuntut pembatasan pergerakan masyarakat, diiringi dengan berakhirnya kontrak BGS Indonesia Prima Property dan Pemda DKI Jakarta pada Oktober 2022, membuatnya semakin sepi. Per laporan tahunan 2020, hanya 67 persen ruang mal yang terisi dan diprediksi akan semakin turun untuk 2021 dan 2022. Beberapa tenant sewa mulai angkat kaki dari pusat belanja bawah tanah tersebut dan IPP menutup tawaran penyewaan baru, sementara tenant hak milik juga dikabarkan diminta angkat kaki mulai Oktober 2022.

Tidak ada informasi soal rencana terbaru dari terminal dan pusat belanja ini pasca-30 tahun pengelolaan Indonesia Prima Property.


Iklan

Mall bawah tanah pertama di Indonesia

Mall Blok M zaman dulu, Jakarta 1990an, Jakarta tempo doeloe
Terminal/Mall Blok M dalam tahap finishing, 1992. Foto oleh Kushindarto/Warta Ekonomi

Pusat belanja Mall Blok M dirancang oleh kolaborasi tim arsitek dari Arkonin dan Accasia. Sebagai pusat belanja dan juga terminal bus di kawasan pertokoan elit, pengembang Langgeng Ayomlestari mengharapkan kemudahan menggaet banyak pengunjung secara egaliter, dari kalangan atas pengguna mobil pribadi hingga kalangan bawah pengguna bus di atas.

Di permukaan, Terminal Blok M jauh lebih tertata rapi bila dibanding sebelumnya, dengan menyediakan enam emplasemen yang dipisahkan oleh peron. Peron tersebut memiliki lebar 3 meter dan diakses melalui terowongan yang terhubung ke pusat belanja sekaligus – secara teoritis – mencegah masyarakat menyeberang di terminal bus. Terminal ini juga memiliki sebuah menara pengawas terminal. Pada masa jayanya, terminal ini sering menjadi tempat transit bus metromini dan kopaja sebelum disingkirkan sejak awal 2010an. Terminal ini direncanakan berkapasitas 250 ribu orang.

Pusat belanja Mall Blok M memiliki 2 lantai, semuanya ruang bawah tanah, berfungsi sebagai ruang parkir kendaraan bermotor, pusat belanja dan lobi terminal. Pusat belanja seluas 17 ribu m2 terbentang dari Taman Martha Tiahahu hingga Jalan Melawai I, selebar 6 meter, panjang 316 meter dan menampung ratusan kios. Akses baik ke mal maupun terminal bisa dicapai dari Jalan Palatehan (dua lorong) dan Jalan Melawai I (2 lorong).

Pusat belanja ini terhubung ke terminal bus melalui lobi seluas 1.840 m2 yang menampung minimal 2.555 orang. Walaupun merupakan sebuah fasilitas angkutan umum, mal bawah tanah juga menyediakan ruang parkir untuk 420 kendaraan roda empat, yang kini sudah beralih fungsi menjadi pusat onderdil.

Sayangnya, banyak rencana dan itikad baik arsitek dari Arkonin dalam praktiknya tidak sampai ke akar rumput, lihat subbab “Disiplin penumpang, posisi pasar dan kejayaannya” diatas.


Iklan

Data dan fakta

Nama lainTerminal Blok M (terminal bus)
Blok M Mall (mal)
AlamatJalan Hasanuddin Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jakarta
Arsitek (J.O.)Arkonin
Accasia
Lama pembangunanDesember 1990 – September 1992
Diresmikan3 Oktober 1992
Jumlah lantai2 basement
Biaya pembangunanRp. 80 milyar (1992)
Rp. 864 milyar (inflasi 2022)
SignifikasiPop culture (budaya “ngeceng”)

Referensi

  1. Blok Dwi Ratih (1991). “Blok M Mall: Dibangun menyatu dengan Terminal.” Majalah Konstruksi No. 153, Januari 1991, hal. 32-34
  2. Novri Hardi (1992). “Menjaring Uang dan Penumpang.” Warta Ekonomi, 28 September 1992, hal. 30
  3. Burhan Piliang (1992). “Lensa: Terminal Bus Termodern di Asia.” Majalah Prospek, 3 Oktober 1992, hal. 46-47
  4. Nukman Luthfie; Henni T. Soelaeman (1995). “Jatuh Bangun Pusat Perbelanjaan”. SWAsembada No. 4/XI, Juli 1995, hal. 78-81
  5. hw (1992). “Blok M Mall Dibuka Agustus.” KOMPAS, 20 Februari 1992, hal. 7
  6. ush (1992). “Terminal Baru Blok M Diresmikan 3 Oktober.” KOMPAS, 12 September 1992, hal. 7
  7. lth (1992). “Yang Tak Punya Hajat Pun Tentu Perlu Kenyamanan.” KOMPAS, 3 Oktober 1992, hal. 7
  8. Agus Hermawan; Chris Pudjiastuti; Retno Bintarti et al (1990). “Menebar Bisnis di Kawasan Elit.” KOMPAS, 25 Februari 1990, hal. 1
  9. Halaman resmi Mal Blok M, diarsip 31 Maret 2016
  10. Annual Report PT Indonesia Prima Property 2020, hal. 69-70. Diakses 24 Mei 2022 (arsip)
  11. “Jaya di era 90-an, Blok M Mall Kini Sekarat.” Media Indonesia, 4 Agustus 2017, diakses 24 Mei 2022 (arsip)
  12. Radityo Herdianto (2019). “Bebas Calo, Ini Strategi Pusat Aksesori dan Sparepart Blok M Mall.” GridOto, 23 April 2019. Diakses 24 Mei 2022 (arsip)
  13. Wahyu Adityo Prodjo (2020). “Blok M Mall Telah Mati, Dulu Tongkrongan Anak Muda, Kini Seperti Kuburan.” KOMPAScom, 5 November 2020, diakses 24 Mei 2022 (arsip)
  14. Ferry Sandi (2022). “Sepi bak ‘kuburan,’ mal legendaris Blok M bakal digusur.” CNBC Indonesia, 12 Mei 2022, diakses 24 Mei 2022 (arsip)
  15. tdh; aud (2022). “Mall Blok M mati suri: Kenangan remaja hingga berteman sepi.” CNN Indonesia, 19 Mei 2022, diakses 24 Mei 2022 (arsip 1, 2)
  16. M. Taufiqurohman; M. Gafar Yudiadi (1993). “Ramai Pengunjung Sepi Pembeli.” Majalah Prospek, 6 Maret 1993, hal. 48

Lokasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *