Inilah gedung pertama dari kota bertuah, ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru yang mimin SGPC bahas. Hotel Aryaduta Pekanbaru, sebuah hotel berbintang empat yang berdiri tegak di Jalan Diponegoro, Kecamatan Pekanbaru Kota, dengan delapan lantai, dioperasikan dengan sistem bangun guna dan serah (BOT) antara PT Hotel Prapatan (selanjutnya PT Lippo Karawaci) dengan Pemerintah Provinsi Riau.
Sebelum Hotel Aryaduta Pekanbaru berdiri, di atas lahan seluas 2,3 hektar tersebut berdiri Hotel Riau milik Pemprov. Kesepakatan BOT Hotel Prapatan dan Pemprov Riau selama 25 tahun dan bisa diperpanjang 10 tahun. Hotel berlantai satu tersebut sudah dibongkar menjelang dimulainya pembangunan Aryaduta Pekanbaru.
Hotel sebanyak 158 kamar ini mulai dibangun pada bulan Juni 1995, dua tahun setelah penandatanganan kesepakatan BOT Hotel Prapatan dan Pemprov Riau, dengan melakukan pemancangan 613 tiang pondasi, sementara strukturnya mulai dibangun 28 November 1995, melalui pengecoran pertama oleh Gubernur Riau saat itu Soeripto.
Pembangunan Hotel Aryaduta Pekanbaru diselenggarakan oleh Nindya Karya dan pembangunannya sepenuhnya rampung pada bulan Desember 1997, dan mulai beroperasi sebagai trial run pada bulan September 1997. Hotel berlantai 8 ini diresmikan oleh Gubernur Riau H. Saleh Djasit pada 1 Januari 2001. Biaya pembangunan hotel ini menghabiskan biaya Rp. 256 milyar nilai 1998 (USD 17,5 juta, setara Rp. 1,7 triliun nilai 2021.
Selama lebih dari 20 tahun eksistensinya, Hotel Aryaduta Pekanbaru hanya melakukan 1 perluasan, yaitu ballroom yang dibangun dalam rangka penyelenggaraan PON 2012 Riau, dimulai pada Januari 2012 dan diperkirakan selesai tahun itu juga. Sayangnya, selama operasionalnya, hotel ini tersangkut masalah pembayaran royalti BOT yang dikeluhkan oleh Pemda Riau, yang baru muncul sejak 2015.
Pihak Pemda Riau menyatakan bahwa royalti yang didapat hanya 200 juta rupiah (konsisten dengan laporan Lippo Karawaci untuk tahun 2004-2005) dan mengklaim bahwa Hotel Aryaduta masih dalam status soft opening sejak 1998 – yang jelas-jelas tidak benar bila merujuk pada Annual Report Lippo Karawaci dan juga iklan di harian KOMPAS yang difoto oleh SGPC.
Walau direncanakan akan dibayar sebesar 600 juta rupiah setahun kemudian, pihak legislator di DPRD Riau mengklaim pihak Lippo tidak bisa membayar biaya royalti tersebut dan salah satu anggota DPRD Riau menyarankan memutus kontrak BOT Lippo-Pemda. Pada bulan Februari 2020, Pemda Riau memutuskan menegosiasi ulang kerjasamanya dengan Lippo Karawaci terkait Hotel Aryaduta Pekanbaru.
Hotel Aryaduta Pekanbaru dirancang oleh tim arsitek dari Parama Loka Consultant, perancang Hotel Hyatt Bandung yang kelak bergabung dengan grup Aryaduta. Karena Pekanbaru dianggap bukan kota pariwisata, perancangannya adalah sebagai hotel bisnis/hotel kota dan tidak memiliki keistimewaan apapun, berbentuk kotak dengan beberapa jendelanya memakai bay window, dan dengan sedikit sentuhan Melayu pada atap pintu masuk hotel dan ballroom. Gedungnya yang hanya memiliki 8 lantai adalah imbas dari batas ketinggian gedung yang diterapkan Pemda karena faktor keselamatan penerbangan di Bandara Sultan Syarif Kasim II yang ada di Pekanbaru bagian selatan.
Saat ini Hotel Aryaduta Pekanbaru memiliki – seperti yang mimin sebutkan di beberapa paragraf sebelumnya – 158 kamar, terbagi ke dalam dua tipe kamar (Superior dan Deluxe) dan dua tipe suite (Business dan Governor). Fasilitas yang ditawarkan dari hotel ini terdiri dari dua rumah makan (Kayu Api Bistro yang merupakan rumah makan terbuka dan Tirta Ayu), kolam renang dan taman yang memberikan suasana resort, ballroom berkapasitas 1.200 orang (Grand Ballroom), 700 (Mahligai Ballroom) dan empat ruang rapat.
Data dan fakta
Alamat | Jalan Diponegoro No. 34 Pekanbaru Kota, Pekanbaru, Riau |
Arsitek | Parama Loka Consultant (arsitektur) Atelier 6 (struktur) |
Pemborong | Nindya Karya |
Lama pembangunan | Juni 1995 – Desember 1997 |
Diresmikan | 1 Januari 2001 |
Jumlah lantai | 8 lantai 1 basement |
Jumlah kamar | 158 |
Biaya pembangunan | Rp. 256 milyar (USD 17,5 juta, 1998) Rp. 1,7 triliun (inflasi 2021) |
Referensi
- Saptiwi Djati Retnowati (1998). “Hotel Aryaduta Pekanbaru, bernuansa resor.” Majalah Konstruksi No. 273, Juli 1998, hal. 36-40
- Jaja Suramiharja (1998). “Hotel Aryaduta Pakan Baru, Desain Modern dengan Sentuhan Tradisional.” Majalah Konstruksi No. 273, Juli 1998, hal. 12-13
- ion (1995). “Pemda Riau Kerjasama Bangun Hotel Rp. 40 milyar.” KOMPAS, 29 November 1995, hal. 2
- Annual Report Lippo Karawaci 2005, diakses 18 Januari 2022 (arsip)
- Nasuha Nasution (2015). “Dari Hotel Mewah Arya Duta, Pemprov Riau Cuma Dapat Rp. 200 Juta Setahun.” Tribun Pekanbaru, 4 Februari 2015. Diakses 18 Januari 2022 (arsip)
- Bayu Agustari Adha (2016). “Terhenti Sejak 2013, Deviden Hotel Aryaduta Riau Dibayarkan Tahun Ini.” ANTARA Riau, 13 Oktober 2016. Diakses 18 Januari 2022 (arsip)
- iko (2018). “Tak Mampu Bayar Royalti, Komisi III Sarankan Pemprov Riau Putuskan Kontrak dengan Aryaduta Hotel.” Riau24, 23 Januari 2018. Diakses 18 Januari 2022 (arsip)
- Dwi Nicken Tari (2020). “Pemprov Riau Putus Kontrak Grup Lippo untuk Pengelola Hotel Aryaduta.” Bisniscom, 6 Februari 2020. Diakses 18 Januari 2022 (arsip)
- Latief (2012). “Lippo Bangun Ballroom Aryaduta Pekanbaru.” KOMPAScom, 26 Januari 2012. Diakses 18 Januari 2022 (arsip)
- Halaman resmi Hotel Aryaduta Pekanbaru, diakses 18 Januari 2022 (arsip)
Tinggalkan Balasan