Bagi pecinta mall se-Indonesia, terutama se-Jabodetabek, mungkin nama Lokasari Square/Lokasari Plaza agak asing di telinga karena lokasinya yang tak seelit dan sepopuler mal-mal generasi Millennial dan Z yang mendominasi ibukota. Namun, secara sejarah, Lokasari Square ternyata dahulunya adalah sebuah pusat hiburan dan belanja yang cukup ramai di Jakarta bernama Taman Prinsen alias Prinsen Park kata fanatik antik.
Lokasari Square, atau awalnya Lokasari Plaza, yang kita lihat sekarang merupakan hasil revitalisasi yang diselenggarakan oleh perusahaan bernama PT Gemini Sinar Perkasa bersama dengan Pemprov DKI Jakarta untuk memperbaiki penataan di kawasan Prinsen Park. Pembangunannya terbagi ke dalam tiga tahap yaitu tahap pertama berupa rukan dan pujasera/plaza terbuka seluas 6.000 m2, tahap kedua berupa gelanggang olahraga dan tahap ketiga adalah mallnya yaitu Lokasari Square. Pengembangan tersebut berlangsung sesuai rencana dan dibangun mulai Januari 1987 hingga selesai dengan diresmikannya mall Lokasari Plaza pada 6 Desember 1989.
Cetak miring dalam kurung adalah notasi lantai dengan lantai 1 = Ground floor.
Penelusuran kilat
Sejarah Lokasari Plaza: Merevitalisasi Taman Prinsen
Prakata dan Tahap I (1960an-1988)
Pengembangan Prinsen Park alias Taman Hiburan Rakyat Lokasari didasari oleh keadaan taman hiburan yang populer di masa kolonial Hindia Belanda hingga era Orde Lama yang saat di awal pengelolaan PT Tenang Jaya pada awal 1960an mulai menunjukkan keadaan yang semrawut. Tidak hanya diisi oleh bedeng-bedeng liar, kawasan ini kehilangan citra pusat hiburan dan lenongnya dengan munculnya toko kelontong, perhiasan, penjaja daging-daging tidak lazim, empat buah bioskop, restoran terapung hingga menjadi sarana berjudi. Selain itu, tempat tersebut mulai terlihat kotor, kumuh dan kadang dilanda banjir.
Faktor tersebut menyebabkan pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkehendak melakukan peremajaan dan bahkan menolak permohonan perpanjangan dari PT Tenang Jaya yang berujung pada laga di meja hijau yang dimenangkan oleh Pemprov.
Perencanaannya sudah dibuat sejak tahun 1980, sehingga pada 5 Desember 1985 (versi harian Suara Pembaruan dan Suara Karya. Majalah Konstruksi menyebut penekenan berlangsung 1983 tanpa menyebut tanggal), Pemda meneken kesepakatan dengan perusahaan bernama PT Gemini Sinar Perkasa untuk tata ulang THR Lokasari. Diharapkan, kesepakatan tersebut bisa menghasilkan sebuah lingkungan yang membawa jati diri THR Lokasari seagai pusat rekreasi, perdagangan, olahraga dan budaya dengan suasana yang lebih tertata.
Karena beberapa hal terutama pembebasan lahan dan relokasi penghuni yang alot, konstruksi peremajaan atau revitalisasi THR Lokasari baru dimulai pada Januari 1987 dengan tahap pertama berupa 140 unit ruko/rukan, plaza untuk restoran daging tidak lazim tadi, panggung terbuka, dagang cenderamata dan pusat pariwisata. Proyek tersebut, dilaksanakan oleh PT Cipta Perumta Jaya, selesai pada akhir tahun 1987 dan sejak bulan Desember tahun itu juga para tenant rukan dan pedagang restoran di plaza sudah menerima para pembeli.
Sayangnya, gara-gara ketidakjelasan status dan nilai aset DKI Jakarta di bekas Prinsen Park serta fasilitas yang belum dibangun, Gubernur DKI Jakarta yang baru, Wiyogo Atmodarminto, menolak meresmikan tahap I THR Lokasari. Baru setelah adanya kejelasan mengenai fasilitas dan status aset, Wiyogo baru meresmikan tahap I THR Lokasari pada Sabtu siang tanggal 16 Januari 1988.
Konstruksi Tahap II dan III (1988-1990)
Sebenarnya Gemini Sinar Perkasa masih punya tekad dan nafsu agar proyek ini berdiri sebagaimana yang direncanakan. 11 bulan setelah peresmian operasional rukan dan plaza, Gelanggang Olah Raga Lokasari yang juga dibangun oleh PT Cipta Perumta Jaya selesai dibangun pada bulan Desember 1988, sekaligus melunasi salah satu utang pengembang pada Pemprov DKI. GOR ini juga disebut oleh Majalah Konstruksi sebagai “landmark” dari Lokasari generasi baru.
Bulan Oktober 1987, menjelang rampungnya tahap pertama, konstruksi pusat belanja yang kelak bernama Lokasari Square dimulai, dengan Wijaya Karya sebagai pemborongnya. Bangunan berbentuk L tersebut selain dimanfaatkan sebagai pusat belanja, juga menyediakan gedung parkiran berlantai 9 dengan kapasitas sekitar 700 kendaraan roda dua dan empat dengan ruang lantai 16 ribu meter persegi. Proyek ini didukung beberapa kalangan; beberapa mengatakan bahwa Lokasari lebih memadai dari segi kenyamanan dibanding Harco Glodok.
Konstruksi Lokasari Square selesai pada akhir tahun 1989 dan memulai operasionalnya sejak 1 Desember 1989 dengan dibukanya Matahari Department Store (6.100 m2 (Data resmi Matahari tahun 2001. Bisnis Indonesia (2/12/1989) menyebut Matahari berencana menambah ruang lantainya di Lokasari menjadi 7.000 m2.
Saat dibuka, MDS baru menempati 5.300 m2 pertokoan di Lokasari Square, spesifiknya di lantai 3 dan 4 (2 dan 3)) ) dan Toko Gunung Agung. Gubernur DKI yang sama, Wiyogo Atmodarminto, meresmikan penuh proyek ini termasuk Lokasari Electronic Centre, nama awal Lokasari Square, pada 21 Desember 1989. Total proyek ini menghabiskan biaya Rp. 40 milyar (1989, setara Rp. nilai 2023).
Dasawarsa 2000an, sinar Lokasari meredup
Walau pada masa yang sama Lokasari Plaza memiliki fasilitas kuliner yang lebih tertata dengan plaza betulan, olah raga dan rukan yang terlihat lebih rapi, bioskop yang terintegrasi pusat belanja, parkir yang lebih beraturan dan nama-nama besar dalam dunia ritel Tanah Air, Lokasari tetap ramai dikunjungi wisatawan dan masyarakat.
Sayangnya, entah sejak kapan taman hiburan rakyat dan pertokoan ini bergeser citra menjadi pusat hiburan malam dan apa penyebabnya, mengingat seluruh media massa Tanah Air dan akademisi tidak menyinggungnya. Hanya ada kata “taman budaya sudah sirna,” memberi indikasi bahwa taman budaya adalah sesuatu yang sangat penting dalam sejarah Lokasari.
Salah satu sumber SGPC di Instagram menyebut bahwa hiburan malam mulai menjamur di Lokasari Plaza seiring dengan perkembangan popularitas musik bernuansa dunia gemerlap di tahun 1990an dan lenong sudah lama tidak lagi mengadakan pentasnya di sini. Di mata SGPC, sebab turunnya pamor Lokasari sebagai pusat kebudayaan disebabkan oleh beberapa faktor seperti kompetisi dari TVRI dan pusat kebudayaan yang lebih modern di Jakarta saat itu seperti Taman Ismail Marzuki.
Di tahun 2004, perubahan baru terjadi dengan plaza kuliner Lokasari berubah peruntukkan menjadi rukan serta diskotik bernama Kabuki, dan sebagian rukan yang dibangun di tahun 1987-88 ganti peruntukan menjadi Hotel Olympic. Di tahun 1990an akhir atau awal 2000an, hanya perkiraan karena tidak ada informasi yang pasti, juga muncul Hotel Prinsen Park yang mengambil nama dari taman hiburan rakyat bersejarah itu. Hal ini mengubah citra kawasan Lokasari Plaza menjadi kawasan rukan biasa. Sementara Lokasari Square sendiri tidak berubah, tetapi citranya sebagai mall elektronik luntur dan menjadi pusat belanja biasa. Bahkan eksteriornya sudah berubah.
Pada tahun 2013, pihak pengelola yang kini dipegang oleh sebuah badan pengelola menawarkan sisa lahan seluas 1,5 hektar yang belum dibangun kepada Pemprov DKI Jakarta. Wacana tersebut muncul ditengah upaya pemerintahan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama menata ulang kontrak pengelolaan aset Pemprov, yang sayangnya belum banyak terlihat setelah kepemimpinan di Blok G bergulir hingga Heru Budi Hartono, saat tulisan ini dimuat.
Pada bulan Desember 2016, diskotik Mille’s yang berada di lantai tambahan Lokasari Plaza, tutup atas perintah Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, setelah salah satu pengunjungnya tertangkap basah menyelundupkan obat-obatan terlarang. Pasca-penutupan, bekas diskotik tersebut menjadi biang dari kebakaran hebat yang menghanguskan lantai-lantai tambahan yaitu 6, 7 dan 8 (5, 6 dan 7) di pusat belanja era sembilan puluhan itu pada sore 6 Desember 2019. Dua lantai teratas diantaranya sudah dibongkar sehingga menyisakan enam lantai.
Arsitektur Lokasari Plaza: Sudah berupaya kuat mempertahankan citra pertokoan dan hiburan
Keseluruhan Lokasari Plaza dirancang oleh tim arsitek dari PT Aspac Consultindo dengan mengusung gaya arsitektur yang modern, ramah [tidak bagi para fanatik kolonial Hindia Belanda] tetapi tetap mencoba suasana sebelum revitalisasi.
Seperti yang SGPC bahas di bagian awal artikel ini, kompleks ini terbagi ke dalam beberapa fasilitas yaitu rukan (yang sekarang diisi hotel), plaza/pujasera, GOR Lokasari dan Lokasari Square sekarang yang awalnya adalah pusat belanja dan bangunan parkir. Sementara ada 1,5 dari 5,5 hektar lahan yang digunakan untuk Lokasari Square yang belum difungsikan.
Citra pertokoan di Lokasari Plaza seperti menjejakkan kakinya pada suasana lama Prinsen Park. Mulai dari adanya plaza di tengah lautan pertokoan berbentuk L dan J, disisipi dengan terowongan ke plaza serta kios kuliner ekstrem di dalam plaza, pertokoan Lokasari dengan 140 unit rukan/ruko ini berbeda karena modern dan sarat dengan ciri khas keindonesiaan seperti genteng dan atap miring, terutama ada atap tajam pada terowongan menuju plaza. Kini, pertokoan Lokasari lebih banyak diisi oleh kantor, toko-toko kecil, restoran kontemporer (bukan lagi daging tidak lazim), tempat hiburan malam hingga Hotel Olympic.
Sementara plazanya sendiri melingkupi 6.000 m2 yang sayangnya sudah menjadi diskotik Kabuki dan pertokoan juga, dahulu mengisi bagian tengah rukan dan pusat belanja Lokasari Square. Penataannya yang rapi macam taman-taman atau pujasera yang dibuka kaum millennial dan generasi Z menampung tak hanya untuk toko suvenir melainkan juga kios kuliner ekstrem, seperti yang SGPC singgung sebelumnya.
GOR Lokasari menjadi representasi olah raga untuk kawasan ini, walau beberapa orang kecewa dengan ketiadaan kolam renang yang bersejarah itu. Arena olahraga tersebut, khusus untuk olahraga dalam ruang seperti basket, bulu tangkis, tenis meja, bola voli hingga futsal, menampung 2.500 penonton.
Lokasari Square
Sementara pusat belanjanya merupakan gedung paling utama dan berperan besar dalam membentuk citra Lokasari zaman sekarang adalah Lokasari Square, atau dulunya bernama Lokasari Plaza atau Lokasari Electronic Centre. Pusat belanja ini dulu memiliki tampang yang modern, sebelum akhirnya divermak menjadi datar dan hampir tidak memiliki wajah. Pusat belanja ini, walau merupakan tahap ketiga, adalah yang mendahului pembangunannya pada tahun 1987.
Ia memiliki lima lantai untuk pertokoan, luas lantai kasarnya 19.500 m2 dan sembilan lantai untuk memarkir 700 kendaraan roda dua maupun roda empat, total luas lantai kasar 15.600 m2 – total luasnya adalah 35.100 m2. Karena tingginya sama tetapi beda jumlah lantai, dua lantai pertokoan bisa dilayani oleh 3 lantai parkir.
Saat dibuka, alokasinya adalah sebagai berikut:
Lantai 1 (GF) | Lokasari Electronic Centre |
Lantai 2 (1) | Lokasari Electronic Centre, Hari-Hari Supermarket |
Lantai 3 (2) | Matahari Department Store |
Lantai 4 (3) | Matahari Department Store, Toko Gunung Agung |
Lantai 5 (4) | Bioskop Lokasari I, II, III, IV |
Dalam perkembangannya, sayangnya, Lokasari sepertinya menjadi pusat belanja yang tidak begitu spesial. Lantai 4 dan 5 (struktur, 3 dan 4 mall) belakangan sudah tutup dan menyisakan hanya lantai dasar, 1 dan 2, sementara Matahari Department Store dan Gunung Agung juga sudah tutup sejak lama dan digantikan oleh merk-merk lain. Selain itu, muncul lantai-lantai tambahan dan tenant yang tidak diharapkan seperti diskotik yang akhirnya ditutup (baca bagian sejarah: Revitalisasi Taman Prinsen).
Hari-Hari Supermarket merupakan satu-satunya tenant yang masih bertahan di Lokasari Square sejak beroperasi pada bulan Desember 1989, bersama dengan nama-nama baru seperti Mr. DIY (toko perkakas), dan tenant-tenant restoran yang mungkin banyak yang kenal, seperti J.Co, A&W, Kopi Kenangan dan lain sebagainya. Tenant UMKM biasanya menjajakan ponsel serta busana.
Buat para fanatik bangunan antik……
Dan ini juga merupakan jawaban dari SGPC bagi para fanatik bangunan antik dan sejarah era Hindia Belanda yang sepertinya tidak punya jejak mengenai sejarah Lokasari Plaza sejak 1969. Kenapa?
Bandingkan isi artikel ini dengan opini para pendekar bangunan “heritage” di bawah ini, yang kami nukil dari Warta Kota. Sebagian besar isi dipotong karena yang anda dapatkan adalah nukilan dari koran-koran era Hindia Belanda.
MANGGABESAR, sejak zaman Orde Baru hingga di abad 21 ini tak lebih dari sebuah kawasan yang terkenal sebagai kawasan hiburan malam. Baik hiburan malam berupa berbagai macam makanan tradisional – khususnya bagi warga Tionghoa dan peranakan – maupun hiburan malam dalam artian lebih khusus bagi manusia dewasa. Di Manggabesar pula terdapat kompleks hiburan yang kondang sebagai tempat hiburan “remang-remang” – Lokasari.
………
Pada 1985, Lokasari diremajakan dan hingga kini lahan seluas lebih dari satu hektar itu menjadi tak jelas peruntukannya. Lokasari tak lagi menyisakan bekas-bekas Prinsenpark – taman hiburan rakyat sesungguhnya, apalagi menyoal seni pertunjukan.
Pun, tak tampak sedikitpun bangunan lama bekas Prinsenpark, Tak ada lagi bioskop, tak ada lagi kolam renang, yang ada adalah deretan pertokoan yang tak ada beda dengan mal. Ada hotel baru berdiri di sana dengan nama Prinsen Park. Jika kita ada waktu menyambangi kawasan Manggabesar dan mampir ke Lokasari, di benak sudah tak bisa hilang, kawasan itu semua identik dengan hiburan nakal.
Pradaningrum Mijarto, dalam artikel “Kembalikan Prinsenpark, Kembalikan Taman Hiburan Untuk Rakyat”, Warta Kota 2 Juli 2013. Diakses 31 Januari 2023
Data dan fakta
Nama lama | Lokasari Plaza Lokasari Electronic Centre |
Alamat | Jalan Mangga Besar Raya No. 81 Tamansari, Jakarta Barat, Jakarta |
Arsitek | Aspac Consultindo |
Pemborong | Cipta Perumta Jaya (rukan, plaza, GOR) Wijaya Karya (Lokasari Square) |
Lama pembangunan (keseluruhan tahap) | Januari 1987 – Desember 1987 (rukan) selesai dibangun Desember 1988 (GOR) Oktober 1987 – Desember 1989 (Lokasari Square) |
Diresmkian | 16 Januari 1988 (rukan dan plaza) 21 Desember 1989 (Lokasari Square) |
Jumlah lantai (Lokasari Square) | 5 lantai |
Biaya pembangunan | Rp. 40 milyar (1989) Rp. 548,5 milyar (inflasi 2022) |
Signifikasi | Sejarah (hanya untuk sejarah pra-peremajaan) |
Referensi
- Muhammad Zaki; M. Irsyad (1989). “Lokasari bangkitkan kenangan masa lalu: Pusat Perbelanjaan terlengkap di kawasan Jakarta Barat.” Majalah Konstruksi No. 130, Februari 1989, hal. 46-51
- “Peremajaan Taman Hiburan Rakyat Lokasari.” Majalah Konstruksi No. 109, Mei 1987, hal. 20-21
- “Pembangunan Tahap Pertama Peremajaan THR Lokasari Selesai Bulan Nopember.” Suara Pembaruan, 4 September 1987, hal. 2
- “Gubernur Bersedia Resmikan Taman Hiburan Lokasari Bulan ini Juga.” Suara Karya, 8 Januari 1988, hal. 2
- “THR Lokasari Diharapkan Mampu Kembalikan Kharisma ‘Princen Park’.” Suara Pembaruan, 14 Januari 1988 hal. 2
- Raun Gultom (1988). “THR Lokasari Wajah Baru Hari Ini Dibuka.” Suara Karya, 16 Januari 1988, hal. 1
- “Gubernur DKI Wiyogo: Perlu Keteladanan dari Masyarakat yang Punya Peranan dalam Pembangunan.” Berita Buana, 18 Januari 1988, hal. 6
- “THR Lokasari Agar Senantiasa Penuhi Fungsi Pusat Rekreasi dan Olahraga.” Suara Karya, 18 Januari 1988, hal. 2
- “Gubernur Wiyogo Resmikan THR Lokasari: Diharapkan Dapat Mengembangkan Seni Tradisional Nusantara.” Suara Pembaruan, 18 Januari 1988, hal. 2
- “THR Lokasari Diproyeksikan Jadi Tujuan Rekreasi Kota.” Suara Pembaruan, 16 September 1988, hal. 2
- “Industri Jam tak Berkembang, 90% Dikuasai Selundupan.” Harian Ekonomi “Neraca”, 20 September 1989, hal. 2
- Advertorial (1989). “Lokasari: Wujud Konkrit Sebuah Kepercayaan.” Suara Pembaruan, 21 November 1989, hal. 8
- reh (1989). “Gunung Agung Lokasari resmi dibuka.” Bisnis Indonesia, 2 Desember 1989, hal. 8
- “Matahari Group Siap Jadi Bapak Angkat.” Harian Ekonomi “Neraca”, 5 Desember 1989, hal. 3
- “Gubernur DKI resmikan lagi pusat belanja.” Bisnis Indonesia, 22 Desember 1989, hal. 8
- Iklan Lokasari Plaza, Suara Pembaruan, 29 Desember 1989, hal. 10-11
- Daftar gerai Matahari per 31 Desember 2001, diarsip 3 September 2004
- “Jokowi akan blusukan ke Taman Hiburan Lokasari di Mangga Besar.” Detikcom, 29 Agustus 2013. Diakses 31 Januari 2023 (arsip)
- “Siap ambil alih THR Lokasari di Mangga Besar, Ahok akan bangun rusun.” Detikcom, 29 Agustus 2013. Diakses 31 Januari 2023 (arsip)
- “Prinsen Park, Kenangan akan Taman Budaya.” KOMPAScom, 12 April 2013. Diakses 31 Januari 2023 (arsip)
- Pradaningrum Mijarto (2013). “Kembalikan Prinsenpark, Kembalikan Taman Hiburan Untuk Rakyat.” Warta Kota, 2 Juli 2013. Diakses 31 Januari 2023 (arsip)
- Bonfilio Mahendra Wahanaputra Ladjar (2019). “Lantai 5 Lokasari Plaza di Taman Sari Jakbar Terbakar.” KOMPAScom, 6 Desember 2019. Diakses 1 Februari 2023 (arsip)
- Bonfilio Mahendra Wahanaputra Ladjar (2019). “Kebakaran Mal Lokasari Square Jadi Tontonan Warga Sekitar.” KOMPAScom, 6 Desember 2019. Diakses 1 Februari 2023 (arsip)
- Yoki Alvetro (2019). “Kebakaran di Mal Lokasari Berasal dari Ruang Eks Diskotek Mille’s.” Detikcom, 6 Desember 2019. Diakses 1 Februari 2023 (arsip)
Leave a Reply