Untuk tulisan kali ini, mimin lebih banyak bahas gedung-gedung yang tidak signifikan amat untuk dibahas arsitektur atau “menjulangnya”, tetap hal ini menjadi sesuatu yang layak dibahas karena hotel-hotel yang akan dibahas ini merupakan gambaran dinamika dalam dunia usaha, dan tidak kalah juga mereka mewarnai sejarah pembangunan kota di Indonesia. Terkhusus ibukota negeri ini, Jakarta.
Dua pengusaha hotel kecil asal Sumatera Barat, Sofyan Ponda dan Amir Rasyidin Datuk Basa (A.R. Datuk Basa) alias Datuk Zanzibar, dahulu bersama-sama memiliki hotel-hotel kecil di Metropolitan Jakarta sebelum pada akhirnya pecah kongsi karena adanya perbedaan pandangan dalam menjalankan bisnisnya. Setiap Gedung Punya Cerita berusaha membahas jalan sejarah hotel milik pedagang Minang tersebut, tentunya dipetik dari pelbagai sumber klasik (koran, buku, majalah dan berita daring – terutama buku otobiografi Sofyan Ponda), dan belum tentu sesuai dengan kondisi di lapangan termasuk penutupan-penutupan hotel kecil semacam ini sebagai akibat dari malaise COVID-19.
Berawal dari losmen (1970-1983)
Hotel Menteng 1 (1971)
Sofyan Ponda adalah seorang pengusaha hotel yang lahir di desa Guguak Tinggi, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, yang awalnya merupakan seorang pegawai Departemen Keuangan dan sempat menyambi sebagai book keeper (penjaga buku) di sebuah koperasi di kampungnya.
Sejak 1967, Sofyan merintis bisnis hotelnya sendiri, dengan membeli hak sewa alias vestiging bewijs[mfn]Istilah untuk perjanjian sewa antara pemilik rumah dengan orang Belanda. Karena krisis diplomatik Indonesia-Belanda, banyak orang Belanda yang menjual VB kepada warga Indonesia dengan pungutan tertentu[/mfn] salah satu rumah di Jalan Gondangdia Lama (sekarang Jl. R.P. Soeroso) No. 28 dan menjadikannya sebuah losmen 12 kamar.
Pada tahun 1970, losmen Sofyan di R.P. Soeroso 28 pun diperluas, dengan menambah 8 kamar, fasilitas standar hotel seperti rumah makan dan resepsi. Hotel tersebut dikelola oleh Menteng Sarana Wisata, perusahaan milik mayoritas Sofyan. Pada tanggal 1 Juli 1971, Hotel Menteng pun diresmikan oleh Presiden Soeharto.
Pada tahun 1973, perusahaan Sofyan bekerjasama dengan dokter gigi Lucas Kustaryo, legenda bulutangkis Ferry Sonneville dan notaris M.S. Tadjudin untuk membentuk PT Taluson Pembangunan Enterprises (Tadjudin, Lucas Kustaryo dan Sonneville) untuk mendanai gedung perluasan Hotel Menteng dan gedung di Jalan R.P. Soeroso 30, yang sekarang adalah supermarket Hero. Perluasan Hotel Menteng dengan total 63 kamar tersebut pun terlaksana.
Sementara supermarket Hero di gedung milik PT Taluson adalah gerai ketiga supermarket milik M.S. Kurnia yang dibuka mulai 1975[mfn]Laporan majalah Mesra milik Hero menyebut gerai di Menteng dibuka sekitar 1977[/mfn], dan direnovasi pada awal paruh dasawarsa 1990an, yang akhirnya dibuka pada 4 Agustus 1992. Sebelumnya, selain Hero, sebuah restoran Jepang menempati gedung ini.
Sejak 1983, Hotel Menteng I masih dikelola oleh Menteng Sarana Wisata, namun pemiliknya sudah tidak lagi Sofyan Ponda melainkan mantan rekan bisnisnya A.R. Datuk Basa alias Datuk Zanzibar. Tidak ada catatan yang jelas secara daring mengenai perluasan gedung di belakangnya, serta juga jumlah kamar yang ada saat ini.
Hotel Menteng 2 (1981)
Pada tahun 1979, Sofyan melakukan kerjasama dengan A.R. Datuk Basa setelah informasi mengenai pengelolaan Hotel Menteng di R.P. Soeroso sampai ke pengusaha asal Padang Panjang itu. 15 persen saham Menteng Sarana Wisata dibeli oleh Datuk Basa dan beliau menjadi komisaris PT Menteng Sarana Wisata.
Hotel Menteng 2 berdiri di Jalan Cikini Raya No. 105 di tanah milik Datuk Basa, dan dibuka pada tahun 1981 dengan biaya investasi Rp. 1,2 milyar (1981, setara Rp. 30,6 milyar nilai 2022). Tidak ada catatan mengenai jumlah kamar, fasilitas dan terutama status gedung berlantai 5 tersebut sebagai bangunan asli dari masa konstruksi tahun 1981 atau justru merupakan gedung baru. Hotel Menteng 2 juga menjadi jatah Datuk Basa sejak 1983.
Sofyan Hotels
Konflik antara Datuk Basa dan Sofyan muncul sebagai akibat dari meningkatnya kepemilikan saham pengusaha asal Padang Panjang di PT Menteng Sarana Wisata, termasuk keputusannya membeli tanah di Jalan Matraman Raya No. 21 untuk hotel barunya.
Perbedaan filosofi pengembangan hotel (versi Datuk Basa kepada redaksi majalah SWA pada akhir tahun 1987), atau karena Sofyan merasa dijebak (versi otobiografi Sofyan Ponda), membuat keduanya pecah kapal, dan masing-masing mendapatkan jatah yaitu Hotel Menteng 1, Hotel Menteng 2, dan PT Menteng Sarana Wisata ke Datuk Basa, sementara Hotel Menteng 3 di Jalan Cikini Raya No. 79 dan Hotel Tebet di Jalan Prof Dr. Soepomo Tebet diserahkan ke Sofyan. Kedua hotel tersebut menjadi debut jaringan Hotel Sofyan yang ia dan anaknya Riyanto dirikan.
Sejak 1990an, prinsip operasional Hotel Sofyan berangsur pindah haluan ke prinsip hotel syariah.
Hotel Sofyan Cikini (1984-2010)
Hotel ini awalnya diplot sebagai Hotel Menteng III versi Sofyan Ponda saat konstruksinya dimulai pada 1982, saat kongsi Datuk Basa dan Sofyan sedang bagus-bagusnya. Saat proyek mendekati jadi dan siap operasional, seperti yang dijelaskan sebelumnya, kongsi tersebut bubar di tengah jalan.
Dibawah nama baru Hotel Sofyan Cikini dan diselesaikan dengan dana hasil menjual apotik dan pinjaman bank, total 950 juta rupiah (atau 15 milyar nilai 2022), hotel tersebut mulai operasional sekitar 1984 (berdasarkan iklan harian KOMPAS. Warta Ekonomi pada 1992 menyebut Hotel Sofyan Cikini mulai dioperasikan sejak 1986). Hotel bergaya modern tersebut memiliki 5 lantai dan 111 kamar yang terbagi ke dalam empat tipe, serta ruang rapat yang bernama Rambuti.
Sayangnya, keberadaan Hotel Sofyan Cikini bertahan singkat, sekitar 29 tahunan. Untuk melunasi utang perusahaan dan mendanai renovasi hotel-hotel Sofyan lainnya, pada akhir Januari 2010 Sofyan Hotels melepas hotel debutnya dari Cikini kepada PT Cempaka Wenang Jaya, pengembang Apartemen Menteng Park yang merupakan bagian dari Agung Sedayu Group, senilai 44,5 milyar rupiah. Hotel Sofyan Cikini dibongkar sejak 2014 setelah sempat dijadikan kantor pemasaran Menteng Park.
Hotel Sofyan Cut Meutia (sejak 1993)
Hotel Sofyan juga membangun sebuah hotel bintang tiga di dekat Sentra Mandiri, Cikini, Jakarta Pusat, awalnya diberi nama Sofyan Hotel Betawi. Dibangun mulai sekitar Maret 1991, hotel berlantai 5 dengan 90 kamar, terbagi ke dalam 4 kelas, selesai dibangun pada akhir tahun 1992, dan mulai beroperasi awal 1993.
Sebelumnya, hotel yang dibangun dengan biaya Rp. 8 milyar (1992) itu pernah menjadi bagian dari waralaba hotel Amerika yang kurang ternama, American Brookshire Incorporation, khusus untuk pemesanan kamar hotel secara internasional.
Sebelumnya, Hotel Sofyan Cut Meutia memiliki fasilitas seperti sauna dan spa dan klub musik, tetapi fasilitas tersebut dihapus seiring dengan “hijrah” model pengelolaan ke hotel syariah. Saat ini, hotel bintang tiga tersebut memiliki fasilitas standar hotel seperti kolam renang dan sasana kebugaran, ruang rapat dan rumah makan. Hotel ini sempat direnovasi pada tahun 2012, kemungkinan dari dana penjualan Hotel Sofyan Cikini.
Hotel-hotel lainnya
Hotel Sofyan juga mengelola hotel di Jalan Prof. Dr. Soepomo di Tebet, Jakarta Selatan, dengan nama Hotel Sofyan Tebet. Hotel tersebut hanya berlantai 2 dengan 99 kamar, yang sudah beroperasi sekitar 1981 sebagai Hotel Tebet, milik Datuk Basa. Perpecahan bisnis antara Sofyan dan Datuk Basa membuat hotel ini dijual oleh pemilik Hotel Grand Menteng tersebut ke Sofyan sebagai kompensasi.
Sebelumnya, perusahaan hotel ini mengelola Hotel Sofyan Rensa di Klender, Jakarta Timur, namun saat ini tidak lagi berafiliasi dengan Hotel Sofyan.
Data dan fakta
Lokasi | Alamat | Lama pembangunan | Jumlah lantai/kamar | Biaya pembangunan | Status |
Cikini | Jalan Cikini Raya No. 79 Menteng, Jakarta Pusat | 1982 – 1984 | 5 lantai/111 kamar | i.t.a. | Dibongkar 2013 |
Cut Meutia | Jalan Cut Meutia No. 6 Menteng, Jakarta Pusat | Maret 1991 – akhir 1992 | 5 lantai/90 kamar | Rp. 8 milyar (1992) Rp. 85,5 milyar (inflasi 2022) | Bagian dari Sofyan Hotels |
Tebet | Jalan Prof. Dr. Soepomo No. 23 Tebet, Jakarta Selatan | selesai dibangun 1981 | 2 lantai/99 kamar | Rp. 400 juta (1981) Rp. 10,2 milyar (inlfasi 2022) | Bagian dari Sofyan Hotels |
Klender (Sofyan Rensa) | Jalan Dermaga Raya No. 108 Duren Sawit, Jakarta Timur | i.t.a. | 2 lantai | i.t.a. | Operasi mandiri |
Menteng Sarana Wisata sejak 1983
Sebenarnya Amir Rasyidin Datuk Basa, walau diklaim oleh Sofyan Ponda baru paham industri hotel sejak ia bermitra dengannya, sudah memulai pengelolaan hotelnya secara mandiri, juga berawal dari losmen-losmen dan hotel kecil tanpa bintang. Pada tahun 1978, ia membuka kos-kosan mewah 40 unit dengan rumah makan Padang di depannya di Jalan Jambu setelah kos-kosan murahnya ternyata tidak dirawat dengan baik. Tidak ada informasi pasti dimana lokasi kos-kosan ini karena nomor gedungnya tak pernah disampaikan.
Karena kos-kosan mewahnya ternyata laris dan ramai, berkat protes dari masyarakat sekitar Jalan Jambu, Datuk Zanzibar, panggilan lain Datuk Basa karena ia dahulu adalah pedagang cengkeh Zanzibar, memutuskan menjual kos-kosan mewah di Jalan Jambu, dan dananya digunakan membangun hotel baru bernama Hotel Raden di Jalan Raden Saleh, dan Hotel Mega di Jalan Proklamasi dengan dana hasil jualan rempah-rempahnya. Selain itu ia juga mengelola Hotel Godila di Jalan R.P. Soeroso dan Wisma Tebet Raya di Jalan Tebet Raya. Baru sejak bermitra dengan Sofyan di Menteng Sarana Wisata dari tahun 1979 hingga 1983 inilah ia mendalami usaha berhotel.
Hotel pertama yang ia bangun pasca-pecah kongsi adalah Hotel Grand Menteng. Hotel dengan biaya pembangunan 6,5 milyar rupiah tersebut akhirnya mulai dioperasikan sejak Oktober 1987, dengan 170 kamar saat itu; saat ini terdapat 132 kamar per 2008 (Agoda mewartakan 193 kamar). Sayangnya, saat SGPC memeriksa catatan mengenai hotel ini, fokus terbesar malah ada di kamar nomor 432 yang menjadi tempat menginap artis Alda Risma saat ia tewas overdosis obat-obatan terlarang, sementara informasi penting lain, termasuk arsitek gedung dengan desain atap meruncing ini, tidak jelas.
Dalam waktu beberapa tahun ke depan, Menteng Sarana Wisata membangun lebih banyak hotel, seperti Mega Cikini, Mega Anggrek, Puri Jaya, Puri Mega, Mega Matra, Hotel Kaisar, Hotel Maharadja, Hotel Maharani, Oasis Amir, Harbourbay Amir di Batam dan Villa Sekar Nusa di Bali. Belum tentu semua hotel yang ada di daftar ini buka saat pandemi COVID-19 mewabah. Hingga dibukanya Hotel Royal Kuningan, pihak Menteng Sarana Wisata pada tahun 1992 pernah mengatakan bahwa mereka enggan membangun hotel berbintang empat/lima karena belum tentu strategi yang digunakan untuk mengelola hotel berbintang tiga ke bawah mujarab untuk hotel bintant empat/lima.
Beberapa hotel aset Menteng Sarana Wisata atau Menteng Hotel Group yang informasinya SGPC masih bisa dapatkan adalah Hotel Sentral di Jalan Pramuka yang memiliki jumlah lantai 16 dan 451 kamar yang dipecah ke dalam enam tipe kamar. Hotel Sentral dibuka pada bulan Februari 1996. Selain itu, terdapat Hotel Oasis Amir di superblok Mitra Oasis yang dibuka di tahun 2004, dan hotel Mega Anggrek Slipi dengan 375 kamar yang dibuka operasionalnya pada tahun 2003.
Hotel terbaru yang dibuka oleh Menteng Hotel Group adalah Hotel Royal Kuningan di Jalan H.R. Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, yang dibuka sejak bulan September 2012. Hotel berlantai 25 tersebut memiliki 369 kamar yang dibagi ke dalam enam kategori, ballroom seluas 1.254 m2 dan penampilan eksterior yang anggun, walau SGPC tidak menemukan data siapa perancangnya.
Referensi
Prolog dan “Berawal dari losmen”
- Motinggo Busye; Sofyan Ponda (1992). “Sofyan Ponda: Kisah Pendiri Hotel-Hotel Kecil.” Jakarta: Danamal Corporation. ISBN 979-555-0004. Halaman 75-81, 87-89, 93-105
- Kemal Effendi Gani; Irmina Irawati (1988). “Lain Hilton, Lain Pula Datuk.” Majalah SWA No. 10/III, Januari 1988, hal. 36-39
- Nurhajati Kurnia; Wong Tung To (2003). “Perintis Ritel Modern Indonesia: Memoar Pendiri Grup Hero.” Jakarta: Yayasan Kurnia Jakarta. Halaman 116, 118
- “Hero Menteng Jadi Mentereng.” Majalah Mesra HERO No. 62, September 1992, hal. 6-7
Sofyan Hotels
- Motinggo Busye; Sofyan Ponda (1992). “Sofyan Ponda: Kisah Pendiri Hotel-Hotel Kecil.” Jakarta: Danamal Corporation. ISBN 979-555-0004. Halaman 93-105
- Kemal Effendi Gani; Irmina Irawati (1988). “Lain Hilton, Lain Pula Datuk.” Majalah SWA No. 10/III, Januari 1988, hal. 36-39
- Iklan “Cikini Sofyan Hotel.” KOMPAS, 13 Maret 1984, hal. 7
- Rian Sudiarto (1991). “Franchise Buat Sofyan Hotel.” Warta Ekonomi, 16 September 1991, hal. 36
- Ferry Firdaus (1993). “Jakarta dan Bintang Tiga.” Warta Ekonomi, 11 Januari 1993, hal. 27
- Ferry Firdaus; Naphtarina Mussolini; Budi Setyanto (1992). “Mengincar Tamu dari Kalangan Bisnis.” Warta Ekonomi, 2 November 1992, hal. 56-60
- Ferry Firdaus (1992). “Mengubah Wajah Kolam Renang.” Warta Ekonomi, 17 Agustus 1992, hal. 27
- Rinato Sofyan (2013). “Bisnis Syariah Mengapa Tidak?” Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-602-035-3555. Halaman setelah 84. Catatan: ada beberapa kesalahan faktual.
- Arsip halaman resmi Hotel Sofyan, diarsip sekitar 2002: Hotel Sofyan Betawi; Hotel Sofyan Cikini
- Halaman resmi Hotel Sofyan, diakses 18 Februari 2022 (arsip)
- dro/qom (2010). “Keluarga Marshanda Jual Hotel Sofyan Cikini Rp. 44 Milyar.” Detikcom, 21 Januari 2010, diakses 18 Februari 2022 (arsip)
Menteng Sarana Wisata sejak 1983
- Kemal Effendi Gani; Irmina Irawati (1988). “Lain Hilton, Lain Pula Datuk.” Majalah SWA No. 10/III, Januari 1988, hal. 36-39
- Blogspot Menteng Group Hotel, diakses 19 Februari 2022 (arsip) (karena kesulitan sumber yang didapat, mimin SGPC memanfaatkan blogspot dari Menteng Group)
- Tulisan di Scribd, diakses 19 Februari 2022 (arsip) (Penulis asli naskah ini anonim)
- Arsip halaman resmi Hotel Grand Menteng, diarsip 16 Juni 2008
- Arsip halaman resmi Hotel Grand Menteng, diarsip 6 Maret 2016
- Edi Hardian (2013). “Alda Meregang Nyawa Karena Narkoba.” Okezone, 9 Februari 2013, diakses 19 Februari 2022 (arsip)
- BeritaSatu (2012). “Hotel Untuk Kalangan Pebisnis Hadir di Kawasan Kuningan.” BeritaSatu, 28 September 2012, diakses 20 Februari 2022 (arsip)
- Halaman resmi Hotel Royal Kuningan, diakses 20 Februari 2022 (arsip)
- Halaman resmi Hotel Mega Anggrek, diakses 2 Maret 2022 (arsip)
- Amri Husni (1992). “Datuk Bersikukuh di Bintang Tiga.” Majalah SWA No. 3/IX, Juni 1992, hal. 129
Tinggalkan Balasan