SGPC tumbang selama 8 hari. Ada apa?

Setiap Gedung Punya Cerita muncul kembali ke gelanggang dunia maya setelah 8 hari mati oleh sebuah insiden besar yang melanda hosting dan pusat data (data centre) bernaungnya blog ini, yaitu server hosting Rumahweb Indonesia di Cyber Data Centre, Gedung Cyber I di Jakarta Selatan, 2 Desember 2021. Kejadian tersebut meminta tumbal dua nyawa anak magang Cyber Data Centre dan menumbangkan cukup banyak layanan internet di Indonesia. Bagi mimin, kejadian ini cukup mengejutkan karena selama ini belum ada kejadian pusat data di Indonesia mengalami kebakaran, dan efek ini berdampak langsung kepada SGPC.

Jadi, mimin ingin menjelaskan dikit, mengapa SGPC bisa lama mati?

Kebakaran Gedung Cyber 1

Mimin sebenarnya sudah menjelaskan Gedung Cyber 1 secara sederhana di Instagram SGPC. Gedung itu awalnya merupakan kantor pusat PT Elektrindo Nusantara milik grup Bimantara yang selesai dibangun pada tahun 1995. Entah bagaimana Gedung Elektrindo, nama lama gedung berlantai 11 ini, menjadi pusat saraf nadi dunia maya Indonesia.

Kebakaran Gedung Cyber pada 2 Desember 2021 ini bukan yang pertama. Pada 19 Agustus 2015, lantai 8 Gedung Cyber terbakar, tetapi kejadian ini tidak mengganggu aktivitas dunia maya.

Kebakaran Gedung Cyber kedua ini terjadi di dalam Cyber Data Centre lantai 2 Gedung Cyber 1. Nah, disini petaka terjadi saat sebuah UPS (trafo baterai) terbakar sehingga menyebarkan asap, memicu alarm kebakaran dan water sprinkler memadamkan api, sementara untuk mengurangi dampak lebih lanjut, sistem kelistrikan Gedung Cyber 1 dimatikan. Dengan kebakaran terjadi di ruangan tak berventilasi, dua orang, anak magang di Cyber Data Center, meninggal dunia. Kebakaran tersebut tergolong kecil dibanding kebakaran gedung lain yang tercatat oleh blog ini, tetapi yang menjadi pembeda dari kebakaran gedung lainnya ada di bagian berikutnya.

Urat nadi dunia maya Indonesia

Seperti yang mimin sebutkan, Gedung Cyber 1 adalah urat nadi terawal dari operasional dunia maya Indonesia. Selain Cyber Data Centre (CDC), ada Dwi Tunggal Putra (DTP) yang juga mengelola data centre di beberapa titik di gedung ini, jasa hosting Rumahweb dan Niagahoster, broker efek Indo Premier alias IPOT dan Ajaib Investasi, layanan pendaftaran IMEI hingga layanan game seperti Megaxus, yang menempatkan entah kantor, network centre dan data centrenya di Gedung Cyber 1.

Butuh sekitar 12 jam buat beberapa layanan, untuk merelokasi network centre beberapa perusahaan agar bisa melayani para penggunanya, seperti yang dialami Indo Premier, Ajaib Investasi hingga Niagahoster. Untuk server di Gedung Cyber 1, hanya CDC yang terdampak. Tidak hanya itu, layanan internet di apartemen juga terimbas kebakaran tersebut.

Namun diantara banyak perusahaan yang menempatkan datanya di Gedung Cyber, Rumahweb adalah yang paling terdampak oleh insiden kebakaran ini. Pertama, banyak server Rumahweb yang berlokasi di dalam CDC yang terbakar – termasuk server yang digunakan oleh blog Setiap Gedung Punya Cerita (server lain di DTP basement Gedung Cyber dan Yogyakarta aman dan tetap berjalan). Kedua, harus menghadapi birokrasi di dalam kepolisian yang masih keder dengan masih maraknya budaya teori konspirasi masyarakat Indonesia, sehingga pemulihan sistem menjadi terhambat. Hal tersebut terkait dengan adanya garis polisi di ruang server CDC lantai 2 dan DTP lantai 3 untuk kepentingan penyelidikan sehingga memperlambat upaya Rumahweb dan DTP memulihkan pelayanannya.

Lambannya birokrasi kepolisian juga berbuntut panjang. Manajemen bencana Rumahweb kewalahan oleh banjirnya keluhan dari pengguna yang halamannya mati dan, ironisnya, transparansi mereka dalam kemelut ini (mengingat bagi fans per-server-an Indonesia, transparansi adalah harga mati), membuat citra Rumahweb sebagai hosting andal bagi masyarakat Indonesia selama seperempat abad ini, tercoreng. Butuh sekitar satu minggu lebih Rumahweb melakukan pemulihan layanan mereka ke tempat lain seperti Data Center Indonesia, Qwords Indonesia dan Gedung Tifa (legiun modernisme 1980an yang juga ditempati DTP) – itu saja menghitung relokasi dan pemulihan disk server tempat SGPC bernaung, dari rak server yang rusak ke rak server yang baru – jauh lebih lama dari hoster lain semacam Niagahoster yang tidak menempatkan server mereka di Gedung Cyber.

Apa dampaknya bagi SGPC?

Dampaknya besar. Setiap Gedung Punya Cerita, sebagai blog sejarah arsitektur dan pembangunan Indonesia, kehilangan 100 persen pengunjungnya selama 8 hari penuh neraka tersebut. Tidak ada pemasukan iklan buat mimin, tidak ada kunjungan, tidak ada sumber alternatif bagi masyarakat yang ingin mengetahui sejarah gedung-gedung era modern yang berdasarkan pandangan mimin masih terlupakan dan mimin tidak bisa melakukan penyuntingan artikel apapun. Efek tak langsungnya adalah dengan ketiadaan referensi seperti SGPC, garis sejarah arsitektur Indonesia kembali ke zaman pra-SGPC, yaitu dominasi berlebihan bangunan kuno era Belanda, Soekarno dan era Reformasi dan dogmatisnya arsitektur Indonesia dalam sirkulasi sejarah arsitektur nasional.

Rangkuman

Kebakaran Gedung Cyber pada 2 Desember 2021, walau merupakan kebakaran yang kecil, memiliki dampak besar dalam sejarah operasional internet di Indonesia, termasuk dengan tumbangnya layanan internet yang disediakan pelbagai perusahaan di Gedung Cyber. Tumbangnya layanan tersebut secara langsung merugikan konsumen dan perusahaan karena banyak informasi yang hilang oleh kebakaran tersebut dan mengganggu aktivitas sebagian orang. Dampak secara spesifik bagi blog ini adalah hilangnya akses masyarakat pada referensi sejarah bangunan modern dalam negeri yang sampai saat ini tidak banyak diperhatikan oleh komunitas arsitektur Indonesia arus utama yang masih sangat mengandalkan romantisme pada bangunan era Belanda dan dogma dalam mendefinisikan arsitektur Indonesia.

Referensi

Setiap Gedung Punya Cerita

Google Translate:


Bagaimana pendapat anda……

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *