Setiap Gedung Punya Cerita

Blog Sejarah Gedung-Gedung Indonesia

Iklan

Dua Tahun SGPC dan Perjalanan ke Depan

Ditulis pada tanggal

oleh

Terbaru:

Dua tahun sudah Setiap Gedung Punya Cerita eksis di dunia maya untuk membuka sejarah, profil dan informasi gedung-gedung yang mungkin terlupakan di dunia maya Indonesia, dengan menggunakan sumber-sumber yang tak mungkin terjangkau dunia maya, maupun yang pernah ada di dunia maya tetapi tidak seratus persen tersentuh masa kini. Memecah kebuntuan dari miskinnya konten dunia maya di Indonesia, blog ini, sampai akhir November 2020, telah mencatat 318 artikel, sudah termasuk artikel bebas mengenai hal-hal terkait gedung-gedung di Indonesia, baik arsitektur, industri konstruksi dan properti dan perkotaan di Indonesia.

Untuk merayakan hari jadi blog ini, penulis menulis alasan dan ide di balik pembuatan blog ini, bagaimana penulis mendapatkan sumbernya dan tantangan yang dihadapi.

Awal muasal

Data Emporis dan CTBUH yang bolong

Sebenarnya ide ini muncul semenjak penulis masih SMP, saat menemukan laman web database gedung bernama Emporis. Anda tahu Emporis? Bila anda tidak tahu, Emporis adalah perusahaan data mining real estate dari Jerman. Kala itu anda mendapat “limpahan data” namun beberapa data diantaranya ternyata tidak lengkap. Tetapi, itulah keluguan SMP. Keluguan tersebut berubah menjadi sebuah keingintahuan tinggi mengenai sejarah gedung. Sayangnya, datanya terbatas untuk gedung-gedung di Indonesia; sebaliknya data sejarah gedung-gedung tinggi di luar negeri cukup melimpah di dunia maya.

Dengan sejarah gedung-gedung di Indonesia yang begitu terbatasnya tercatat baik lewat buku maupun dari sumber lain, sejak 2014, penulis mulai menemukan banyak iklan dan artikel koran dari koran-koran bekas yang tidak tersentuh, bersama dengan laman-laman dunia maya yang saat itu menyimpan detail gedung tersebut. Penulis belum mempertimbangkan sejarah pembangunan, apalagi detil arsitektur dan konstruksi. Tetapi, dengan memulainya dari iklan, penulis pun mulai memahami secara mendalam pentingnya mengumpulkan data sejarah pembangunan untuk menentukan sejarah kota-kota di Indonesia yang lebih lurus di masa mendatang.

Menemukan Majalah Konstruksi

Pada bulan Februari 2016, penulis mengunjungi kota Yogyakarta, khusus untuk mengincar koleksi koran Perpusda DIY, dengan harapan mendapatkan iklan properti sebanyak-banyaknya. Disinilah penulis menemukan banyak edisi Majalah Konstruksi edisi 1991 – 1992 dan 1995 yang tidak tersentuh oleh pembaca lain. Saat itu, detil sejarah bangunan yang penulis kumpulkan baru sekedar info tabel, tetapi sudah mulai mencatat nama arsitek dan perusahaan yang membangun gedung itu. Walaupun jumlah data yang ditemukan semakin banyak, menulis blog masih belum menjadi prioritas penulis.

Penulis meluncur ke Jakarta pada akhir 2017. Sayangnya, rencana ini sebenarnya blunder dan hanya membuang waktu, karena Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) di Jalan Medan Merdeka Selatan belum selesai beberes. Bahkan, karena ketidaktahuan penulis sendiri, penulis hanya mendapat sedikit data mengenai sejarah bangunan di Perpusnas Salemba. Baru pada 2018-2019 penulis kembali ke Jakarta guna mengumpulkan lebih banyak data (baca di bawah)

Kompasdata dan Menara Saidah

Soal Kompasdata, penulis tidak ingat kapan pertama menemukan web ini. Ini adalah web resmi arsip-arsip pemberitaan harian KOMPAS sejak pertama terbit pada Juni 1965. Biayanya tidak sedikit, 25 ribu/PDF dan 4 ribu untuk halaman webpage. Penulis menggunakan sistem prabayar untuk membiayai pengambilan artikel di laman arsip tersebut.

Salah satu faktor pendorong utama untuk menulis blog ini muncul pada Juni 2018. Saat itu, penulis membolak-balikkan artikel Majalah Konstruksi di Perpusnas Medan Merdeka Selatan yang ternyata masih juga belum beres, dan menemukan artikel mengenai Menara Drassindo, sekarang bernama Menara Saidah, di majalah tersebut, yang narasinya berlawanan dengan pandangan dunia maya. Sayangnya, penulis butuh waktu lama, enam bulan, untuk merealisasikan ide pembuatan blog ini.

Pembuatan blog dan perjalanan setelahnya

Desember 2018 adalah bulan dimana ide membuat blog Setiap Gedung Punya Cerita semakin mantap saja. Penulis, saat memulai penggarapan blog ini, sedang mencapai tingkat akhir dari pembuatan tugas akhir, sehingga penulis butuh waktu luang. Sebagai keterbukaan publik, sembari menutup identitas diri, penulis adalah lulusan Ilmu Komputer salah satu universitas di Bali.

Dengan tambahan modal berupa 3 majalah Konstruksi, beberapa artikel majalah tersebut dari Perpusnas, artikel koran dan juga kunjungan diam-diam ke perpustakaan Jurusan Arsitektur sebuah perguruan tinggi di Bali, maka dimulailah proyek Setiap Gedung Punya Cerita. Bernama SGPC, karena dalam filosofisnya, gedung-gedung yang dibangun memiliki kisahnya masing-masing.

Bukan kejutan kenapa SGPC dimulai dari Menara Saidah. Mimin sudah berkali-kali menyebutkan adanya cacat faktual mengenai sejarah gedung tersebut sehingga penulis perlu untuk memulai proyek SGPC dari gedung ini.

Setelah menulis artikel Menara Saidah, penulis mulai semakin sering melakukan pembelian artikel, majalah dan kunjungan ke perpustakaan-perpustakaan daerah maupun pusat, untuk mengumpulkan data mengenai obyek bangunan di Indonesia. Bangunan, tidak melulu arsitektur dan profil gedung biasa. Sumber tidak lagi bergantung kepada majalah Konstruksi dan koran KOMPAS, melainkan dari banyak sumber, semisal majalah ekonomi, majalah arsitektur lain atau harian-harian regional.

Di waktu yang sama, sekitar 2019 akhir, salah satu teman mimin ikut ambil bagian dalam pembuatan blog ini. Ia hanya diberi nama Ronniecoln (Ronnie Anne Santiago & Lincoln Loud), hanya lulusan SMP, dan bergerak menjadi “tenant sweeper” alias pemetik data tenant gedung perkantoran.

Bahkan, ditengah pandemi COVID-19, penggarapan blog SGPC tetap berlangsung seperti sediakala walau untuk mengumpulkan data koran dari daerah luar mustahil dilaksanakan karena harus mematuhi physical distancing untuk keselamatan bersama. Bahkan, mimin tak segan menulis artikel gedung yang sangat tak signifikan untuk ditulis, tetapi tetap ditambah untuk keperluan dokumentasi. Di masa ini, penulis tamu Modar Jaya Abadi, membawa tulisan berupa sejarah pusat perbelanjaan ke dalam blog ini.

Mimin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di luar blog untuk asistensinya mencari sumber-sumber koran (mis. Jawa Pos dan Suara Merdeka) dan penjual-penjual majalah bekas yang membantu mimin mengumpulkan majalah yang diinginkan.

Ada yang hilang saat pembuatan blog ini?

Cukup banyak. Berikut daftar dari “masih belum ditemukan” dari blog ini:

  1. Profil gedung modern yang banyak mendapatkan perhatian masyarakat atau dengan potensi sumber bejibun seperti Wisma Nusantara, Hotel Indonesia, Arthaloka, Gedung DPR/MPR-RI (kecuali gedung Nusantara I).
  2. Gedung yang besar tetapi sumbernya sangat susah untuk dicari terdiri dari Kantor Pusat Pertamina, kompleks Bank Indonesia dan Hotel Sheraton Media.
  3. Kota-kota di luar Jawa. Representasi gedung luar Jawa di SGPC sangat sedikit, jangankan luar Jakarta.
  4. Arsitektur di sebuah kota secara garis besar beserta profil firmanya. Bila anda membaca buku arsitektur secara nasional, akan sangat kompleks, karena gabungan faktor politik, sosial dan budaya sangat berperan penting dalam pembentukan arsitektur. Karena mimin hanya seorang hobbyist, mimin berjanji akan membahasnya, hanya saja tidak tentu menambah faktor-faktor tersebut.

Keseluruhan karena kurangnya data yang dihimpun oleh mimin blog ini. Semoga pandemi bisa berakhir secepatnya, dan mimin akan secepatnya berusaha mendapatkan data-data gedung yang belum masuk SGPC.

Rencana ke depan

Mimin mengakui bahwa keterampilan memahami sejarah arsitektur yang dimiliki masih kurang, dan masih dikumpulkan satu-per-satu, tanpa ada rasa cherry picking. Di masa depan, mimin berupaya memperluas dan mengerucutkan skup penulisan ke topik terkait seperti gedung fasilitas umum dan garis besar arsitektur dalam satu kota. Mimin akan lebih banyak menulis sejarah gedung yang dibangun di era 2000an dan gedung-gedung di luar Jakarta, karena, berdasarkan penilaian blog ini, sudah cukup umur, dan gedung luar ibukota jelas perlu perhatian tambahan.

Untuk penggalangan dana, penulis SGPC memanfaatkan dua sumber, yaitu:

  1. Iklan AdSense, sudah digunakan sejak Juli. Ide ini agak kasar, karena berdasarkan perhitungan personal, netizen Indonesia menghindari donasi untuk pembuatan konten (karena ada anggapan hanya yang tidak mampu yang boleh menerima donasi), dan
  2. Kotak saweran lewat Saweria, sejak September, karena netizen Indonesia memasang ad-blocker, meminimalkan pemasukan iklan. Sayangnya, faktor di nomor 1 membatasi jumlah dana yang digalang.

Rencana ke depan lainnya, di dunia nyata, adalah:

  1. Migrasi platform web ke WordPress. Migrasi memang sangat kompleks, tetapi alasannya sederhana. Penulis saat ini menggunakan platform Blogger, platform gratis dari Google, yang memiliki banyak keterbatasan. Selain kurang optimal dari segi SEO, platform Blogger secara citra sudah rusak karena kerap dipakai membuat fake news.
  2. Membuka perpustakaan majalah yang dimiliki oleh Setiap Gedung Punya Cerita. Ide ini muncul setelah jumlah majalah koleksi pribadi SGPC semakin menggelembung banyak. Dan artikel yang disajikan oleh majalah tersebut tidak melulu membahas gedung, arsitektur dan real estate. Penulis membuka kesempatan tersebut untuk mendorong netizen Indonesia untuk keluar dari perangkap dunia maya.

Realisasi seluruh rencana tersebut akan memakan waktu lama. Sejujurnya saja, penulis masih bergantung pada pendanaan orang tua untuk mendanai pembuatan blog ini, tetapi penulis rasa sudah cukup terlalu banyak bergantung pada keuangan orang tua sendiri, sehingga penulis berupaya mencari banyak cara agar blog ini bisa diproduksi seminimal mungkin dan sebanyak mungkin menggunakan dana sendiri.

Masyarakat Indonesia harus tahu dan menyadari, bahwa membuat sebuah blog yang berkualitas membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan pemahaman yang cukup untuk menyajikan isinya untuk semua orang baik yang tidak pernah mengenyam pendidikan arsitektur, maupun yang lebih mengerti soal arsitektur. Memang, topik ini tidak akan menjual dan populer di dunia maya secara umum, tetapi bagi tim SGPC, edukasi cukup penting, tak hanya mendidik masyarakat mengenai sejarah sebuah tempat, tetapi juga mengajari anda menghargai sebuah karya seni, karya teknik dan bahkan upaya mendokumentasi sejarah tanpa ada rasa cherry picking.

Setiap Gedung Punya Cerita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *