Glodok Plaza, seperti yang anda dengar, lebih identik dengan pusat perdagangan elektronik dan tekstil yang berlokasi di dalam kawasan Pecinan terbesar di Indonesia bernama Glodok. Gedung tersebut memiliki 8 lantai dengan 1 basement, dikembangkan oleh PT Multi Plaza Properties sejak 1977. Tetapi, sejarah Glodok Plaza yang beredar saat ini, bisa dikatakan masih terbatas pada lembaran kertas dan belum sampai dibahas di dunia maya. Dan yang dibangun sekarang bukan Glodok Plaza yang pertama dibangun.
Sejarah Glodok Plaza
Di masa kolonial Belanda, lahan yang sekarang berdiri Glodok Plaza adalah Lembaga Pemasyarakatan Khusus Glodok, yang dikhususkan untuk menampung tahanan-tahanan yang menghadapi hukuman mati. Versi lain justru menyebutkan LPK Glodok sebagai lokasi awal terjadinya jailbreak (pelarian narapidana) besar pada November 1926 dan menjadi tempat awal Wakil Presiden pertama Indonesia Muhammad Hatta dipenjara sebelum dibuang Belanda ke Boven Digoel.
Pasca Indonesia merdeka, LPK Glodok difungsikan sebagai lembaga pemasyarakatan biasa, hingga di awal dekade 1970an, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjual lahan LPK Glodok ke Multi Plaza Properties, pengembang Glodok Plaza. Hal ini diambil karena Pemprov memutuskan ingin membangun penjara baru di pinggiran kota. LPK Glodok pun digusur pada bulan Oktober 1972.
Sayangnya, tidak ada catatan lama konstruksi Glodok Plaza, yang digarap oleh Nusa Raya Cipta. Per April 1977, pusat perbelanjaan berlantai enam itu resmi beroperasi dan ditempati para pedagang dan beberapa bidang usaha. Saat itu, kebanyakan toko merupakan toko alat-alat elektronik.
Kebakaran Glodok Plaza, 9-14 April 1983
Sayangnya, generasi pertama dari Glodok Plaza hanya bertahan 6 tahun. Dalam rentang hanya 3 hari terjadi dua kebakaran yang menghancurkan salah satu komponen pusat perbelanjaan elektronik tersebut.
Sabtu petang, jam 5 sore tanggal 9 April 1983, rumah makan Golden Dragon di Plaza Theater terbakar, menyebabkan seluruh rumah makan musnah. Untungnya, Plaza Theater tidak terbakar.
Tetapi kebakaran kedua ini menjadi akhir dari generasi pertama Glodok Plaza. Pagi suntuk sekitar jam 6 tanggal 12 April 1983, api mulai menyala dari toko Inti Jaya di lantai 1 blok C dan merambat cepat ke seluruh bangunan yang berlantai 6 dan empat blok tersebut, penuh dengan barang dagangan yang ditaruh langsung di dalam pusat perbelanjaan. Pemadam kebakaran, dengan masker dan mobil pemadam kebakaran yang lebih canggih, berupaya keras memadamkan kebakaran tersebut. Beruntung, kebakaran tidak sampai menjalar ke Plaza Theatre yang berlokasi di sebelahnya karena kesigapan petugas dan masyarakat mencegah kebakaran meluas ke gedung tersebut.
Kebakaran tersebut sangat dahsyat, hingga pedagang saat itu tidak boleh masuk gedung tersebut hingga kebakaran bisa dipadamkan sekitar 14 April 1983. Keterbatasan fasilitas pemadam kebakaran dan desain yang tidak umum, seperti gudang lantai 5 yang hanya diakses lewat lift, membuat sebagian petugas damkar hanya bisa menyiram eksterior bangunan yang sudah merembet ke bagian teratas gedung tersebut.
Pedagang baru diperbolehkan kembali ke toko setelah dipadamkan, untuk mengambil barang-barang yang sekiranya bisa diselamatkan dan dijual kembali. Mulai 19 April 1983, pedagang boleh ke toko tetapi dengan pengawalan petugas. Pengelola langsung memasang penyanggah yang menandakan Glodok Plaza sudah ditutup.
Sumber penyebab
Polisi mengamankan pemilik Toko Inti Jaya berinisial Har atau O.M.H. sejak 15 April 1983 terkait dengan kebakaran Glodok Plaza yang bersumber dari toko miliknya. Dua hari kemudian O.M.H. mencoba bunuh diri dengan menelan pasta gigi, tetapi gagal dan dibawa ke rumah sakit.
O.M.H. menerima ganjaran 1 tahun penjara, dipotong masa tahanan, setelah di persidangan ditemukan bahwa O.M.H. memasang plang toko Inti Jaya secara asal-asalan, dengan memasang langsung lampu melebih ketentuan, dan tanpa izin dari pengelola PT Multi Plaza Properties selaku pemilik gedung. Pemasangan tersebut menyebabkan terjadinya beban listrik pada kabel instalasi lampu terlalu berat, memanas dan memicu arus pendek penyebab kebakaran.
Analisis kebakaran
Kebakaran Glodok Plaza yang menghanguskan keseluruhan bangunan, saat itu menjadi bahan perdebatan sengit, baik dari masyarakat maupun para profesional, soal keselamatan bangunan di Jakarta. Kebakaran dipicu oleh kesalahan seluruh pihak yang terlibat dalam kejadian tersebut; masyarakat pemilik toko yang serampangan melakukan penambahan instalasi listrik; pemilik gedung yang kurang memperhatikan sistem keselamatan bangunan dan Pemerintah Daerah yang saat itu masih baru memulai pengawasan kebakaran. Keseluruhan tulisan ini berdasarkan curcokmologi yang dianalisa mimin Setiap Gedung Punya Cerita dari pemberitaan Sinar Harapan dari 12 April 1983 hingga 16 Juni 1983 (untuk artikel ini SGPC memangkas ketergantungan pada harian KOMPAS).
Pemadaman Glodok Plaza bisa dikatakan berat dan kurang persiapan. Walau pihak damkar mendatangkan mobil pemadam kebakaran canggih bernama Destroyer dengan sistem penyemprotan otomatis tanpa selangnya diatur petugas, kendaraan tersebut susah bermanuver di jalan masuk Glodok Plaza yang sempit dan ramai dilihat masyarakat, sementara itu beberapa masyarakat dan pedagang menganggap petugas damkar hanya bisa berpasrah diri. Salah satu pedagang mengatakan bahwa, andai petugas sigap, kebakaran bisa dilokalisir. Stereotipe klasik “asal bapak senang” juga dilayangkan masyarakat, yang mengatakan bahwa damkar “tiba-tiba” bekerja keras setelah Gubernur DKI Jakarta dan Kadis Kebakaran DKI datang ke lokasi saat kebakaran Glodok Plaza hampir padam.
Sayangnya, penilaian-penilaian tadi kurang memperhatikan fakta bahwa damkar memiliki keterbatasan perlengkapan seperti masker dan jubah anti-api, hanya bergantung pada air dari terusan sungai Ciliwing dan keterbatasan hidran di daerah sekitarnya yang membuat akses ke gudang mustahil dicapai, dan ditambah banyaknya barang dagangan yang ada di dalamnya, menyebabkan kebakaran semakin sulit diatasi. Parahnya lagi, struktur bangunan juga berkontribusi penting dalam besarnya skala kebakaran yang dialami pusat perbelanjaan “mewah” pertama di Indonesia ini.
Hal ini diperparah dengan laporan dari petugas damkar dan pedagang bahwa hidran dan fasilitas pemadaman kebakaran lain di Glodok Plaza tidak berfungsi, dan tidak ada latihan simulasi kebakaran saat gedung berlantai 6 tersebut sudah digunakan. Beberapa pedagang dan satpam mengklaim bahwa kebakaran di toko Inti Jaya, sumber kebakaran, sudah bisa diatasi oleh sprinkler, mengingat lantai 1 dan 2 blok B dan C Glodok Plaza sudah berisi air, dan sudah diupayakan dipadamkan dengan tabung pemadam kebakaran lewat plafon setelah upaya melokalisasi langsung dari Toko Inti Jaya tersebut terhadang rolling door. Bukannya kebakaran terlokalisasi, kebakaran malah semakin membesar, memaksa satpam untuk mengontak Dinas Pemadam Kebakaran.
Di sisi lain, selain kurangnya persiapan pemadam kebakaran, “efek plasebo” dari keberadaan fasilitas pemadaman kebakaran, dan ketidaktegasan pemerintah mengawasi bahaya kebakaran di bangunan niaga menjadi kontributor. Pemerintah DKI Jakarta sejak 1975 mengeluarkan Perda No. 3/1975 mengenai keselamatan bangunan kebakaran. Walau Glodok Plaza telah memasang instalasi keselamatan tersebut dan bahkan disinggung di iklan Glodok Plaza pada tahun 1977; pipa penghubung ke sprinkler dan hidran mayoritas tidak terpasang secara benar dan damkar terpaksa menghubungkan sendiri pipa penghubung ke hidran tersebut. Problem lain yang ditemukan adalah volume air reservoir di sistem kebakaran tidak konsisten.
“Efek plasebo” tergambar dari laporan Sinar Harapan setiap menyinggung asuransi. Beberapa pemilik toko menolak mengasuransikan dagang usahanya karena dianggap aman atau masa sewa yang pendek. Sikap ini menyebabkan pedagang tersebut menanggung kerugian yang sangat besar karena asuransi tidak akan memberi ganti rugi pemilik toko tersebut.
Kontributor terakhir justru dari masyarakat dan pengelola sendiri yang kurang memahami bahaya kebakaran. Terkait kasus toko Inti Jaya, pemasangan kabel yang sembarangan seperti enam lampu neon yang dipasang ke satu colokan listrik (steker), membuat beban kabel meninggi, memicu arus pendek listrik yang menjadi sumber kebakaran. Hal ini, secara normatif disinggung Gubernur R. Soeprapto saat meninjau Glodok Plaza pada 12 April 1983, tepat saat pemadaman berlangsung.
Rekonstruksi dan asuransi
Kerugian akibat kebakaran yang menghanguskan 791 kios mencapai sekitar Rp. 30 milyar, tetapi hanya 4,3 milyar rupiah yang diklaim dari asuransi American Insurance Underwriters, dan ganti rugi lain yang dibayarkan asuransi-asuransi kepada pemilik toko individu. Tidak ada data yang menyebut total ganti rugi yang dibayar ke pemilik toko, dan demi melancarkan penyelidikan, asuransi sempat menunda pembayaran ganti rugi ke pedagang. Tidak ada catatan juga mengenai kapan sebenarnya ganti rugi sudah bisa dibayarkan ke pedagang.
Dua minggu pasca kebakaran, muncul rencana awal untuk merenovasi Glodok Plaza yang terbakar, tetapi dengan lantai 5 blok A disunat karena rusak parah oleh kebakaran, sementara lantai 1-4 dan lantai dasar tetap dipertahankan. Rencana tersebut tidak terwujud; sejak 10 Desember 1984 hingga awal 1985, Glodok Plaza lama diratakan dengan tanah dan puing-puingnya dibuang sebagai material reklamasi Pantai Ancol.
Untuk menenangkan para pedagang, eks pedagang Glodok Plaza yang usahanya terbakar mendapatkan kios pengganti langsung kelak Glodok Plaza baru direkonstruksi.
Arsitektur dan struktur
Di bagian ini, mimin menggunakan sumber dari majalah POLA dan Surabaya Post dan sebagian kata berasal dari analisa ala kadarnya ala Setiap Gedung Punya Cerita.
Desain Glodok Plaza 1970an dirancang dengan arsitektur modern, dengan menitikberatkan fokus rancangannya pada interior bangunan sendiri, dimana mezzanin, atau hall mall (sebenarnya adalah atrium) merupakan titik pusat dari pemecahan ruang interiornya. Pusat perbelanjaan tersebut dirancang oleh tim arsitek dari Dacrea. Dengan adanya “hall mall” yang berbentuk mirip atrium dalam bahasa saat ini, menurut Setiap Gedung Punya Cerita, menjadi bangunan pertama di Indonesia dengan atrium (mendahului Gedung BKKBN dan Atrium Mulia).
Eksterior Glodok Plaza memiliki “penampilan yang artistik” dan “akrab dengan lingkungan” dengan polesan warna putih dan aksen merah di beberapa sudut seperti eksterior lantai teratas. Secara interiornya, atrium Glodok Plaza menerima cahaya alami dari atap berlapis mosaik kaca. Atrium tersebut berfungsi sebagai tempat pertunjukan dan acara-acara, sama seperti fungsi atrium masa kini.
Karena hadapan ke Jalan Pinangsia Besar terlalu sempit, bagian tersebut menjadi jalan masuk berkanopi, yang menonjol dengan elemen cantilever, bidang kaca yang besar dan tulisan GLODOK PLAZA di depan, yang mengarahkan pengunjung ke gedung utamanya yang berbentuk bujur sangkar. Formasi tonjolan dua lantai teratas dan kaca atriumnya membentuk seperti logo Multi Plaza Properties.
Glodok Plaza tidak memiliki lantai basement, tetapi lantai dasarnya (lantai 1 dalam bahasa SGPC) adalah parkiran. Pertokoan justru dimulai dari lantai 1 sampai 3, sementara lantai 4 dan 5 sebagai perkantoran (dalam kejadian kebakaran, dijadikan gudang dan hanya bisa diakses oleh lift). Lantai 3 juga menampung taman rekreasi dan roof garden. Total luas lantai gedung ini mencapai 41.428 meter persegi tidak termasuk lantai dasar yang dijadikan parkir untuk 250 mobil.
Karena ketiadaan basement, Glodok Plaza menempatkan utilitas bangunannya di core gedung. Namun dengan tembok yang tebal inilah yang membuatnya menjadi batu sandungan buat pemadam kebakaran.
Data dan fakta
Alamat | Jalan Pinangsia Raya No. 1 Taman Sari, Jakarta Barat, Jakarta |
Arsitek | Dacrea |
Pemborong | Nusa Raya Cipta |
Lama pembangunan | selesai dibangun Juni 1977 |
Dibongkar | Desember 1984 – awal 1985 |
Jumlah lantai | 6 lantai |
Referensi
- PT Multi Plaza Properties (1977). “Pusat Perbelanjaan Modern Glodok Plaza”. Majalah Pola No. 22, Juni 1977, hal. 29-42
- Business News (1977). “Pusat perbelanjaan terbaru di Jakarta: Glodok Plaza 99 persen selesai.” Surabaya Post, 3 Agustus 1977, hal. 8
- KR (1977). “Dulu dan Sekarang” (caption foto). KOMPAS, 14 Mei 1977, hal. 2
- Wonderful Indonesia, diakses 18 Maret 2021 (arsip)
- Alwi Shabab (2016). “Penjara Glodok Jadi Pertokoan Harco“. Republika Online, 7 Januari 2016. Diakses 18 Maret 2021 (arsip)
Spesifik kebakaran Glodok Plaza
- u-2 (1983). “Pusat Pertokoan Glodok Plaza Kebakaran”. Sinar Harapan, 12 April 1983, hal. 1
- ulk (1983). “Terbakar” (caption foto). Sinar Harapan, 12 April 1983, hal. 1
- t-3 (1983). “Masih Berasap” (caption foto). Sinar Harapan, 13 April 1983, hal. 1
- Sinar Harapan (1983). “Asuransi di Bawah Rp 100 juta Dianggap Kecil”. Sinar Harapan, 13 April 1983, hal. 1
- Sinar Harapan (1983). “Perlu Disiplin Sejak Perencanaan Sampai Penggunaan Gedung Tingkat.” Sinar Harapan, 13 April 1983, hal. 2
- r-7 (1983). “Upaya Terakhir” (caption foto). Sinar Harapan, 15 April 1983, hal. 1
- r-7 (1983). “Kayu2 Penyanggah Glodok Plaza Ditancapkan”. Sinar Harapan, 15 April 1983, hal. 2
- u-2 (1983). “Pemilik “Inti Jaya” di Glodok Plaza Diduga Ingin Bunuh Diri”. Sinar Harapan, 18 April 1983, hal. 2
- u-2 (1983). “Pemilik Boleh Lihat Tokonya Dikawal Polisi”. Sinar Harapan, 19 April 1983, hal. 1
- u-2/aps/t-4 (1983). “Bangunannya Secara Teknis Tidak Bantu Penanggulangan Kebakaran”. Sinar Harapan, 20 April 1983, hal. 2
- u-2/aps/t-4 (1983). “Glodok Palza Belum Memiliki Ijin Penggunaan Bangunan”. Sinar Harapan, 21 April 1983, hal. 1
- u-2 (1983). “Gedung Glodok Plaza Bisa Dibangun Kembali Tanpa Perombakan Total”. Sinar Harapan, 27 April 1983, hal. 2
- aps/h-4 (1983). “Pembangunan Kembali Glodok Plaza Tanpa Biaya Tambahan dari Pedagang”. Sinar Harapan, 5 Mei 1983, hal. 2
- pr (1984). “Pertokoan Glodok Plaza yang Baru Berlantai 7”. KOMPAS, 22 Desember 1984, hal. 3
- P-Sr (1985). “O.M.H. Penyebab Terbakarnya Glodog Plaza Dihukum 12 Bulan Penjara”. Berita Buana, 17 Juli 1985, hal. 6
- gst (1986). “Klaim Asuransi Glodok Plaza”. KOMPAS, 18 Agustus 1986, hal. 3
Tinggalkan Balasan