Berlokasi sangat dekat dengan eks Bandar Udara Adisucipto Yogyakarta, Hotel Grand Diamond Yogyakarta di Maguwoharjo, Sleman, adalah hotel bintang empat yang sudah beroperasi sejak tahun 1992 dengan nama-nama dan kepemilikan yang berbeda-beda.
Sejarah awal dari hotel ini berkaitan dengan booming hotel di Yogyakarta pada kurun awal 1990an sebagai jawaban atas meningkatnya kunjungan wisatawan di provinsi itu. Proyek hotel ini di awal keberadaannya dikembangkan dan dimiliki oleh PT. Puri Lestari Indah Pratama, anak perusahaan Elang Realty yang kini bernama Bakrieland Development.
Hotel ini dibangun oleh Wijaya Karya mulai November 1989 hingga selesai dibangun sekitar Juni 1992, dan soft opening pada 15 Juni sebagai Hotel Belmont Prambanan (sebelum peresmian dinamai “Fairmont Prambanan”. Nama tersebut dipilih karena awalnya hotel ini dikelola oleh Belmont International dari Singapura). Secara arsitektur hotel ini terilhami dari Candi Prambanan. Proyek ini menghabiskan biaya Rp. 57,6 milyar rupiah.
Pengelolaan selanjutnya diserahkan ke Aquila International Hotels & Resort asal Singapura dan berganti nama menjadi “Hotel Aquila Prambanan” sejak Februari 1993 hingga tahun 1999, saat nama hotel berganti ke Hotel Quality Yogyakarta. Sempat pada bulan Desember 1997, di tahap awal krisis moneter, akan menjadi bagian dari Holiday Inn. Sepertinya rencana itu batal.
Kepemilikan Bakrieland di Hotel Quality berakhir dengan dijualnya hotel tersebut ke PT Griya Asri Hidup Abadi (GAHA) pada 30 Juni 2005. Di bawah pengelolaan PT GAHA, nama hotel berlantai 9 tersebut berganti nama lagi menjadi Hotel Grand Quality, selanjutnya diperpendek sebagai Hotel GQ Yogyakarta, hingga sejak 2 April 2020 hotel tersebut menjadi korban dari pandemi COVID-19 yang membuat industri pariwisata babak belur. Hotel ini buka kembali sejak Oktober 2022 sebagai Hotel Grand Diamond, yang dikelola oleh grup Grand Diamond dari kota tetangga Surakarta.
Terinspirasi dari Candi Prambanan
Kiat Karsindo Consultants menjadi perancang arsitektur Hotel Grand Diamond Yogyakarta, dengan Susanto Ciptajaya Corporation sebagai perancang struktur dan interiornya oleh RTCP dari Malaysia. Seperti yang SGPC jelaskan sebelumnya, rancangan Hotel Grand Diamond Yogyakarta terinspirasi dari Candi Prambanan, yang jaraknya beberapa kilometer timur hotel ini, namun tidak bisa lebih tinggi (33,4 meter) karena dekat bandara. Hotel ini juga merupakan sebuah gebrakan karena merupakan gedung pertama di Yogyakarta dengan lift kaca.
Lokasinya yang didominasi sawah dan gedung berlantai rendah membuat hotel ini dirancang dengan bentuk teras ke belakang dan setback (undakan) yang menjauh ke belakang juga. Keberadaan undakan juga menyediakan balkon santai bagi tamu, setidaknya untuk hadapan selatan (pemandangan Bandara Adisucipto). Setiap lantai memiliki kanopi atap genteng, dan dipuncaki atap joglo untuk menegaskan arsitektur Jawa. Interiornya didominasi oleh keberadaan relief secara simbolis dan juga memiliki lift kapsul di lobi. Total luas lantai hotel berlantai sembilan ini adalah 17.057 m2.
Saat terakhir operasional pada 2020, Hotel Grand Diamond memiliki 192 kamar (susut dari rencana awal 220 kamar, terdiri dari 74 cottage, 179 deluxe, 8 junior suite, 4 executive suite dan 1 Presidential), terbagi ke tipe deluxe dan tiga suites: honeymoon, executive dan Presidential. Hotel ini terakhir menawarkan fasilitas restoran yang menarik seperti Dimsum, Serayu (Tiongkok) dan Nagoya (Jepang), fasilitas kolam renang dan ruang rapat yang dinamai setelah nama-nama lokasi di Yogyakarta (Gebang, Boko, Plaosan, Sambisari, Sewu dan ballroom Kalasan).
Data dan fakta
Nama lama | Hotel Belmont Prambanan Hotel Aquila Prambanan Hotel (Grand) Quality Yogyakarta Hotel GQ Yogyakarta |
Alamat | Jalan Adisucipto No. 48 Depok, Kab. Sleman, DI Yogyakarta |
Arsitek | Kiat Karsindo Consultants (arsitektur) Susanto Ciptajaya Corporation (struktur) |
Pemborong | Wijaya Karya |
Lama pembangunan | November 1989 – Maret 1992 |
Diresmikan | Juli 1992 |
Jumlah lantai | 8 lantai 1 basement |
Tinggi gedung (Konstruksi) | 33,4 meter |
Jumlah kamar | 192 |
Biaya pembangunan | Rp. 57,6 milyar (1992) Rp. 613 milyar (inflasi 2022) |
Referensi
- Saptiwi Djati Retnowati (1991). “Fairmont Prambanan Hotel.” Majalah Konstruksi No. 161, September 1991, hal. 63
- Saptiwi Djati Retnowati; Sorita (1991). “Hotel Belmont Prambanan.” Majalah Konstruksi No. 164, Desember 1991, hal. 77-78
- Slamet Subagyo; M. Taufiqurohman (1991). “Berani Tampil Beda dan Unggul.” Majalah Prospek, 21 Desember 1991, hal. 25
- Slamet Subagyo; M. Taufiqurohman (1992). “Bagai Jamur di Yogya”. Majalah Prospek, 14 Maret 1992, hal. 29
- Advertorial (1995). “Grup Elang Konglomerasi Baru dengan Proyek-Proyek Prestisius.” Majalah Properti Indonesia No. 20, September 1995, hal. 99-104
- ans (1991). “Belmont Prambanan,” Hotel Berarsitektur Candi.” Harian Berita Nasional (Bernas), 9 Desember 1991, hal. 5
- tra (1992). “Belmont Prambanan Hotel Tawarkan “Sunday Brunch.” Harian Berita Nasional (Bernas), 7 September 1992, hal. 5
- Arsip halaman resmi Hotel GQ Yogyakarta sebelum tutup:
- Annual Report Bakrieland 2005, diarsip 24 Juli 2014
- Prospektus IPO Bakrieland, 1997, diakses 11 Februari 2022 (arsip). Halaman 49-50, 52
- Danar Widiyanto (2020). “Enam Bulan Menganggur, Pekerja Minta GQ Hotel Buka Operasional Lagi.” Kedaulatan Rakyat, 3 November 2020. Diakses 11 Februari 2022 (arsip)
- ros (1993). “Bukan Karena Belmont Keberatan.” Harian Berita Nasional (BERNAS), 4 Februari 1993, hal. 5
Tinggalkan Balasan