Google Translation avaliable here. Use at your own risk; some translation may be incorrect or misleading:

Kunjungilah Trakteer SGPC untuk mendapatkan konten-konten akses dini dan eksklusif, serta mendukung blog ini secara saweran. Support us through SGPC’s Trakteer and get early access and exclusive content.

Waktunya mendigitasi arsip, anak bangsa!

Aldiron Plaza - Kompas, 10 Juni 1978
Sekedar contoh: iklan koran Aldiron Plaza. Tanpa digitasi, kelak orang tidak tahu bagaimana Aldiron Plaza diperdagangkan. KOMPAS, 10 Juni 1978

Ini semua diawali dari debat dengan salah satu akun Instagram bernama Depok Bersejarah, salah satu penggiat sejarah kota Depok, kota pinggiran DKI Jakarta yang punya reputasi bermasalah di dunia maya.

Debatnya lebih pada kerisauan kami pada bopengnya catatan sejarah yang masih didominasi perkembangan era kolonial Belanda dibanding era pasca-kemerdekaan negara sendiri, dimana admin IG itu menjawab bahwa masalahnya terdapat pada nuansa “non-komersil” akun mereka plus “kesulitan mencari bahan-bahan dari pasca-kemerdekaan” dan “lebih mudah mengakses data era kolonial langsung dari genggaman tangan.” Statement terakhir ini menohok kami yang selama ini harus keliling kota mencari koran di daerah-daerah dengan biaya tinggi.

Kami rasa, ada hal yang harus kami katakan. Indonesia butuh konsolidasi arsip, terkhusus surat kabar dan majalah. Selama ini kami lihat setiap instansi pemerintah dan perusahaan media masih jalan sendiri-sendiri soal penyediaan arsip. Jawa Pos jalan sendiri dengan ketersediaan arsipnya (dan ini paling susah karena harus kontak WA), KOMPAS juga, Infobank juga begitu, Perpustakaan Nasional juga dan bahkan Monumen Pers Nasional juga begitu. WarungArsip mungkin satu-satunya yang swadaya swasta, walau kami tidak memakainya karena banyak yang kurang relevan dengan kebutuhan kami.

Semuanya punya sistem sendiri-sendiri. Bahkan masih banyak perpustakaan daerah dan redaksi sejumlah publikasi (koran dan majalah) yang masih memiliki arsip lama tetapi tidak bisa mendigitasi sendiri karena ketiadaan dana, perlengkapan yang dibutuhkan maupun buruknya kualitas penanganan arsip yang membuatnya musnah. Terkadang, seperti Monpers, walau semua koran telah didigitasi, ada kemungkinan mereka agak segan untuk menyediakan korannya secara daring karena risiko bisa membuat museum mereka tidak dikunjungi. Mungkin saja koran itulah yang menjadi titik jual mereka selama ini. [tambahan 21:49]

Mimin SGPC sebenarnya punya rencana untuk mendigitasi koran di basecamp SGPC, namun karena suatu dan lain hal, rencana tersebut belum bisa diwujudkan. Bisa kami lakukan sekarang juga, tetapi bersama pihak lain. Bagaimana nanti orang bisa mengakses arsip tersebut, apakah secara gratis atau berbayar, itu urusan nanti. Yang paling utama adalah biar gampang diakses melalui genggaman dan diakses melalui satu titik, tidak berpencar-pencar. Semua harus dilakukan karena tabiat netizen Indonesia yang sangat malas mondar-mandir mencari data di luar dunia maya.

Bila anda punya rencana sejenis dan dengan pendanaan cukup, tidaklah segan untuk mengontak kami. Kami yang akan bantu menentukan apa yang jasa marketplace arsip digital bisa lakukan.

Setiap Gedung Punya Cerita

Kunjungilah Trakteer SGPC untuk mendapatkan konten-konten akses dini dan eksklusif, serta mendukung blog ini secara saweran. Bila anda perlu bahan dari koleksi pribadi SGPC, anda bisa mengunjungi TORSIP SGPC. Belum bisa bikin e-commerce sendiri sayangnya….


Bagaimana pendapat anda……

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *